Beritabaru.co Dapatkan aplikasi di Play Store

 Berita

 Network

 Partner

39 Anak Tewas di Lubang Tambang, Jatam Kaltim Gandeng LBH Samarinda Lapor ke Polda
39 Anak Tewas di Lubang Tambang, Jatam Kaltim Gandeng LBH Samarinda Lapor ke Polda

39 Anak Tewas di Lubang Tambang, Jatam Kaltim Gandeng LBH Samarinda Lapor ke Polda



Berita Baru, Balikpapan — JATAM Kaltim dengan LBH Samarinda melakukan pelaporan hukum terkait dugaan tindak pidana hilangnya nyawa anak-anak di lubang tambang yang tidak direklamasi oleh perusahaan tambang batubara PT. Sarana Daya Hutama (PT. SDH) di Desa Krayan Makmur, Kecamatan Long Ikis, Kabupaten Paser, Kalimantan Timur. Jumat, 19 November 2020.

“Kejadian jatuhnya korban 38 dan 39 di lubang tambang ini sudah lewat 45 (empat puluh lima) hari, terhitung sejak kejadian 6 September 2020, Pukul 15.00 Wita. Saat itu, lima remaja berusia 14 tahun dengan inisial MHI, MRS, AB, MAPS, dan MI, tiba di area lubang tambang yang diberi nama warga sekitar “Danau Biru”, sebuah lubang tambang yang tidak direklamasi dan tanpa pengawasan,” papar Pradarma Rupang aktivis JATAM.

Lubang tambang itu, luas konsesi sebesar 186.05 Hektar di Desa Krayan Makmur, Kecamatan Long Ikis, Kabupaten Paser.

“Hasil pengamatan lapangan oleh tim JATAM Kaltim dan LBH Samarinda, lubang tambang yang menganga tersebut ditinggalkan sejak tahun 2015. Dalam data yang ditelusuri, izin terbit pada 1 Juni 2011 dan berakhir pada 22 Maret 2016. Keberadaan lubang air berbahaya itu tidak direklamasi oleh perusahaan, bahkan pemerintah diduga terlibat karena membiarkan lubang tambang itu menganga hingga menelan korban,” jelas Fathul Huda Kuasa Hukum LBH Samarinda sesuai kutipan siaran pers jatam.org.

Lanjutnya, di lokasi tambang tidak ditemukan papan plang peringatan atau pagar pengaman larangan aktivitas seperti yang tertuang dalam Pakta Integritas oleh Dirjen Minerba pada 20 Juni 2016 ditanda tangani oleh 115 perwakilan perusahaan tambang, dan disaksikan oleh Direktur Teknik dan Lingkungan Mineral dan Batubara, Deputi II Kepala Staf Kepresiden, Komisi VII DPR RI, Dirjen Penegakkan Hukum KLHK dan Kepala Dinas ESDM Kaltim terkait kesepakatan Lima poin pengamanan lubang tambang.

“Adapun 5 poin itu, memasang tanda peringatan yang tidak mudah dirusak masyarakat, memagar sekeliling lubang bekas tambang yang aksesnya dekat pemukiman masyarakat, menjadwalakan patroli dilubang bekas tambang dengan melibatkan masyarakat setempat, khususnya pada saat jam bermain anak, memperkuat tanggul lubang bekas tambang untuk menjamin keamanan dan mencegah terjadinya bahaya, dan membangun fasilitas pemipaan untuk distribusi air ke masyarakat, apabila lubang bekas tambang tersebut menjadi sumber air masyarakat,” tambahnya.

Akibat akitivitas pertambangan yang meninggalkan lubang tambang dan tanpa pengawasan dari pemberi izin dan instansi terkait yang mengakibatkan hilangnya 2 (dua) nyawa, yaitu Muhammad Aryo Putra Satria (14) dan Muhammad Rizky Setiawan keduanya pelajar SMPN 1 Tanah Grogot.

Sebelumnya, JATAM juga melakukan investigasi dan menemukan dugaan keterkaitan para pemilik dan pemegang saham PT Sarana Daya Hutama dengan klan keluarga Soetikno Tanoko, miliarder dan pebisnis di Indonesia.

“Di dalam dokumen perusahaan yang diakses melalui Ditjen AHU Kementerian Hukum dan HAM, terdapat nama Djoko Siswanto sebagai direktur, Lim Lie Tjijen sebagai Komisaris, Rony Tanoko sebagai direktur utama, Rudy Tanoko sebagai wakil direktur utama dan PT wira Laju Rejeki sebagai salah satu pemegang saham,” jelasnya Fathul.

“Hingga saat ini, JATAM Kaltim dan LBH Samarinda menilai kepolisian tidak transparan dan pemerintah terkait seperti Dinas Pertambangan dan Energi serta Dinas Lingkungan Hidup di Kaltim tak serius mengusut kasus ini, terutama soal relasi kepentingan pebisnis besar di belakangnya,” ujarnya.

Hingga saat ini, keluarga korban belum mendapat perkembangan hasil penyelidikan dari kepolisian dan pengumuman resmi pemerintah mengenai kelanjutan kasus itu. Makanya kami kembali melaporkan kasus ini dengan memberikan informasi dan data tambahan bagi aparat untuk ditindaklanjuti.

“Per-19 November 2020, kami mencatat sudah 39 korban tewas di lubang tambang, namun tak ada satu pun kasus yang berujung pada penegakan hukum dan penyelesaian hingga tuntas. Pemerintah diduga lalai dan kepolisian justru menjadi (kuburan) bagi kasus-kasus lubang tambang, apalagi yang terkait dengan kepentingan para pebisnis besar,” tutupnya.

beras