Belum Dapat Keadilan, Warga Sumberlele Ajukan Kasasi
Berita Baru Jatim, Probolinggo – Kabar kekalahan warga dalam konflik perampasan ruang hidup kembali terulang. Secara tiba-tiba, pada Selasa 27 April 2021 lalu warga Sumberlele Kraksaan Probolinggo, dikagetkan dengan keluarnya hasil putusan Pengadilan Tinggi Jawa Timur.
Hasil putusan dengan nomor No. 180/PDT/2021/PT. SBY jo itu menguatkan hasil putusan Pengadilan Negeri Kraksaan 6 Januari 2021 lalu. Warga Sumberlele kembali harus menerima kenyataan pahit di bulan suci Ramadan, bulan yang penuh berkah ini.
Putusan kalah dan bersalah yang dikeluarkan oleh Pengadilan Tinggi Jawa Timur dirasa tidak memenuhi rasa keadilan bagi Hasan Sanah, Nurfila, dan Juha serta beberapa warga lain yang tengah berjuang mempertahankan haknya.
“Mereka hanyalah orang-orang yang merindukan keadilan dari negara ini,” kata Kuasa Hukum warga Sumberlele, S Husin, SH pada Sabtu (08/03/2021) dini hari.
Pada Jum’at 7 Mei 2021, tepat pada 26 Ramadan, warga Sumberlele dan bersama tim advokasi kembali berikhtiar dan berharap keadilan di Indonesia memihak kepada rakyat dengan maju kasasi ke Mahkamah Agung. “Kami tetap menempuh jalur konstitusional untuk memperjuangkan keadilan.”
“Beberapa bukti baru telah kami persiapkan dan kami harap akan menjadi pertimbangan oleh hakim agung,” imbuhnya.
Warga Sumberlele, Husin melanjutkan, tetap berupaya mempertahankan ruang hidupnya yang dirampas dengan munculnya Sertifikat Hak Milik (SHM) atas nama salah satu pengusaha, bernama Hakimuddin pada 31 Juli 1996 silam.
“Padahal tanah itu merupakan tanah yang dikuasai negara, yaitu Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR),” ungkapnya.
Sementara itu, Magister Ilmu Hukum Universitas Jember, Alfin Rahardian Sofyan, S.H., M.H. menegaskan, pengadilan sebagai forum publik dan resmi, mestinya mampu menyelesaikan perselisihan dan memberikan keadilan.
“Mohon untuk menindak perkara ini dengan asas keadilan, kepastian hukum dan kemanfaatan bagi warga Sumberlele yang terusir dari ruang hidupnya,” tegas pria yang akrab disapa Alfin itu.
“Lebih-lebih setelah saya lihat putusannya terdapat beberapa kejanggalan. Salah satunya adanya indikasi cacat hukum administratif dalam penerbitan sertifikat hak milik yang tidak diperhatikan dalam persidangan,” lanjutnya.