Kasus Pembubaran Diskusi di Kemang: Alasan Hingga Perbedaan Keterangan Antara Kuasa Hukum dan Polisi
Berita Baru, Jakarta – Aksi unjuk rasa yang mengakibatkan pembubaran diskusi oleh Forum Tanah Air (FTA) di Hotel GrandKemang, Jakarta Selatan, dinyatakan bukan merupakan perintah dari pihak mana pun.
Pernyataan tersebut disampaikan oleh kuasa hukum para pelaku pembubaran, Gregorius Upi.
“Berdasarkan informasi dari klien, mereka menyatakan tidak ada yang mengorder mereka untuk melakukan aksi demo yang berujung pada pembubaran diskus,” kata Gregorius sebagaimana dikutip dari Kompas.com
Gregorius menyatakan bahwa tindakan pembubaran diskusi yang dilakukan oleh kliennya sepenuhnya merupakan inisiatif pribadi dan didorong oleh kecintaan mereka terhadap Tanah Air.
“Melainkan oleh rasa cinta Tanah Air dan keinginan untuk menjaga persatuan dan kesatuan bangsa,” lanjutnya.
Para pelaku pembubaran diskusi, lanjut Gregorius, percaya bahwa setiap warga negara memiliki tanggung jawab untuk mencegah segala sesuatu yang dapat mengancam keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Mereka merasa bahwa diskusi yang berlangsung di Hotel GrandKemang telah memposisikan pemerintah dalam sudut pandang yang negatif, sehingga mereka memutuskan untuk membubarkan acara tersebut.
“Berdasarkan informasi yang diterima oleh klien saya, diskusi tersebut diduga menyudutkan pemerintah dan mengandung unsur yang dapat memicu keresahan masyarakat,” kata Gregorius.
Kendati demikian, para pelaku pembubaran diskusi mengungkapkan penyesalan atas tindakan mereka.
Mereka menyatakan kesediaan untuk bertanggung jawab atas tindakan tersebut sesuai dengan prosedur hukum yang berlaku.
“Mereka menyesali tindakan mereka yang telah membuat kegaduhan,” ujar Gregorius.
Pernyataan yang disampaikan oleh Gregorius bertentangan dengan informasi yang disampaikan oleh Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Pol Ade Ary Syam Indradi, dalam konferensi pers di Polda Metro Jaya pada Minggu (29/9/2024).
Saat itu, Ade menyebutkan bahwa salah satu pelaku melakukan pembubaran berdasarkan perintah yang seseorang.
“Pada hari Jumat, 27 September 2024 pelaku FEK mendapatkan orderan (yang sedang kami dalami) untuk membubarkan aksi yang menentang pemerintahan dari FTA,” ujar Ade.