Fenomena Deflasi Beruntun di 5 Bulan Terakhir: Waspadai Resesi Ekonomi
Oleh: Cindy Shangry
Deflasi, sebuah istilah dalam ekonomi yang kerap digunakan dalam bahasan mengenai indikasi perbandingan laju pertumbuhan atau perlambatan perekonomian pada suatu waktu. Di Indonesia data terkait statistik telah tersaji dan terpublikasi secara berkala melalui Badan Pusat Statistik (BPS) termasuk angka Deflasi di Indonesia. Menurut Direktorat Jenderal Perbendaharaan (DJPB) Kementerian Keuangan, deflasi adalah penurunan harga barang dan jasa di suatu wilayah. Fenomena ini terjadi karena adanya penurunan jumlah uang yang beredar (JUB) di masyarakat sehingga mengakibatkan daya beli masyarakat menurun. Turunnya jumlah uang yang beredar di masyarakat disebabkan adanya kecenderungan untuk menyimpan uang di bank, dampaknya adalah berkurangnya permintaan barang sementara hasil produksi barang terus meningkat. Hal ini lambat laun juga akan berdampak pada pengurangan jumlah tenaga kerja karena proses produksi yg tidak di imbangi dengan permintaan barang di masyarakat. Alhasil jumlah pengangguran kian meningkat.
Jika tampak sekilas, fenomena deflasi di negara berkembang seperti halnya Indonesia merupakan sebuah “anomali”. Indonesia memiliki bonus demografi cukup tinggi dimana Indonesia merupakan negara dengan jumlah penduduk yang banyak di dominasi oleh penduduk usia produktif. Tetapi faktanya, lima bulan terakhir ini BPS mencatat bahwa di Indonesia malah terjadi fenomena deflasi sejak bulan Mei 2024 dengan angka sebesar 0,03%, disusul bulan Juni sebesar 0,08%, kemudian pada bulan Juli sebesar 0,18%, lalu pada bulan Agustus tercatat sebesar 0,03% dan pada bulan September sebesar 0,12%.
Deputi Bidang Distribusi dan Jasa BPS, Pudji Ismartini dalam rilis BPS, tanggal 2 September 2024 mengatakan bahwa, “Deflasi empat bulan ini lebih ditunjukkan dari sisi supply (pasokan) dimana panen beberapa komoditas tanaman pangan, hortikultura dan turunnya biaya produksi seperti pada livebird, dan juga sempat penurunan harga jagung pipilan untuk bahan pakan ternak, yang hal ini mendorong deflasi komoditas telur ayam ras, dan juga daging ayam ras,”. Pudji menegaskan hal ini artinya deflasi masih terjadi pada sisi penawaran, jika hal ini kemudian diduga berdampak pada pendapatan masyarakat di subsektor hortikultura, peternakan, dan lainnya, maka BPS perlu mengkaji lebih lanjut untuk membuktikan asumsi tersebut.
Dalam hal ini pemerintah harus tetap waspada akan kondisi demikian, serta memperhatikan dan menjaga stabilnya angka inflasi yang cukup bagus dan laju perekonomian tetap tumbuh. Dengan adanya fenomena deflasi beruntun ini pemerintah nantinya diharapkan dapat mengambil langkah-langkah kebijakan strategis untuk meningkatkan stimulus daya beli masyarakat. Apabila permintaan masyarakat meningkat, nantinya akan mengimbangi hasil produksi sehingga dapat mengurangi jumlah pengangguran.