Beritabaru.co Dapatkan aplikasi di Play Store

 Berita

 Network

 Partner

Tanpa Tedeng Aling-aling, Ketua PC PMII Probolinggo Tegas Tolak UU TNI

Tanpa Tedeng Aling-aling, Ketua PC PMII Probolinggo Tegas Tolak UU TNI



Berita Baru, Probolinggo – Ketua Pengurus Cabang Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PC PMII) Probolinggo, Abdur Razak, menyatakan sikap tegas menolak revisi Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia (RUU TNI) yang telah disahkan menjadi UU TNI oleh DPR. Menurutnya, revisi ini membuka peluang bagi kembalinya peran ganda militer dalam pemerintahan, yang berpotensi merusak tatanan demokrasi dan supremasi sipil yang telah dibangun sejak reformasi 1998.

“RUU TNI ini bukan hanya sekadar revisi biasa, tetapi memiliki dampak besar terhadap sistem pemerintahan kita. Jika revisi ini disahkan, batas antara kewenangan sipil dan militer akan semakin kabur, dan ini menjadi ancaman serius bagi demokrasi,” kata Razak, Jumat 21 Maret 2025.

Ia menegaskan bahwa supremasi sipil adalah prinsip utama dalam negara demokrasi, di mana kekuasaan militer harus tetap berada di bawah kendali pemerintahan sipil, bukan sebaliknya.

“Sejarah telah mengajarkan kita bahwa peran ganda militer dalam urusan sipil hanya akan membawa kemunduran. Reformasi 1998 telah berhasil memisahkan TNI dari kepolisian dan menegaskan posisi mereka sebagai penjaga pertahanan negara, bukan sebagai pemain dalam pemerintahan sipil. Jika revisi ini lolos, kita bisa saja kembali ke masa lalu yang otoriter,” tegasnya.

Militerisme dalam Pemerintahan Sipil

Salah satu pasal dalam RUU TNI yang menjadi perhatian utama adalah perluasan kewenangan bagi TNI untuk menduduki posisi di berbagai instansi pemerintahan. Jika revisi ini disahkan, prajurit aktif dapat mengisi jabatan sipil tanpa harus pensiun terlebih dahulu.

Menurut Razak, kebijakan ini bertentangan dengan prinsip supremasi sipil dan berpotensi menciptakan konflik kepentingan di dalam birokrasi pemerintahan.

“Jabatan sipil seharusnya dipegang oleh warga sipil, bukan militer. Jika TNI diberikan akses lebih besar ke ranah ini, maka kita akan melihat semakin banyak institusi sipil yang dipimpin oleh prajurit aktif, yang tentu memiliki budaya kepemimpinan yang berbeda dengan birokrat sipil. Ini bisa mengarah pada militerisasi pemerintahan,” jelasnya.

Selain itu, Razak juga menyoroti pasal-pasal yang memperluas peran TNI dalam tugas-tugas non-perang, seperti pengamanan siber dan pemberantasan narkotika. Menurutnya, hal ini berisiko menimbulkan tumpang-tindih kewenangan dengan lembaga lain, seperti Kepolisian Republik Indonesia (Polri) dan Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN).

“Kita sudah memiliki Polri yang bertugas menjaga keamanan dalam negeri dan BSSN yang mengawasi keamanan siber. Jika TNI turut berperan di sektor-sektor ini, maka akan terjadi duplikasi tugas yang justru bisa melemahkan efektivitas penegakan hukum,” katanya.

Minimnya Keterlibatan Publik dalam Pembahasan

Razak juga mengkritik proses pembahasan RUU TNI yang dinilai tidak transparan dan minim keterlibatan publik. Menurutnya, regulasi sebesar ini seharusnya dikaji secara mendalam dengan melibatkan akademisi, pakar hukum, serta organisasi masyarakat sipil.

“Sampai saat ini, pembahasan RUU TNI cenderung tertutup dan tidak melibatkan publik secara luas. Padahal, dampaknya akan sangat besar terhadap kehidupan bernegara. Kebijakan yang mengubah struktur kekuasaan seperti ini seharusnya tidak boleh diputuskan secara sepihak oleh elite politik,” kata Razak.

Ia menambahkan bahwa keterbukaan dalam perumusan kebijakan adalah syarat mutlak dalam negara demokrasi.

“Kita tidak bisa menerima perubahan besar dalam sistem ketatanegaraan tanpa partisipasi aktif masyarakat. Jika tidak ada transparansi, maka muncul kecurigaan bahwa revisi ini dibuat untuk kepentingan tertentu, bukan untuk kepentingan rakyat,” tegasnya.

Tinjau Ulang UU TNI

PC PMII Probolinggo mendesak pemerintah dan DPR mengkaji ulang serta membuka ruang dialog yang lebih luas dengan elemen masyarakat. Razak menegaskan bahwa pihaknya siap mengawal isu ini dan akan melakukan aksi lebih lanjut jika suara rakyat tidak didengar.

“Kami tidak akan tinggal diam jika revisi ini dipaksakan. Kami siap melakukan aksi untuk menolak regulasi yang berpotensi merusak demokrasi ini,” ujarnya.

Menurutnya, PMII sebagai organisasi mahasiswa yang berkomitmen terhadap demokrasi dan hak-hak sipil akan terus berjuang agar supremasi sipil tetap terjaga di Indonesia.

“Kami percaya bahwa demokrasi harus terus diperjuangkan. Jika kita tidak bersuara sekarang, kita bisa kehilangan kebebasan yang telah diperoleh dengan susah payah setelah reformasi. PMII akan berada di garda terdepan dalam mengawal jalannya demokrasi dan memastikan bahwa militer tidak kembali menjadi pemain utama dalam politik sipil,” tegasnya.

Penolakan terhadap RUU TNI ini juga semakin luas di berbagai daerah, dengan banyak elemen masyarakat yang khawatir bahwa revisi ini akan membuka jalan bagi kembalinya dwifungsi ABRI, yang telah dihapus pascareformasi. PC PMII Probolinggo menegaskan bahwa perjuangan untuk mempertahankan demokrasi tidak boleh berhenti dan akan terus mengawal setiap kebijakan yang berpotensi mengancam kedaulatan rakyat.

“Kita tidak ingin kembali ke masa lalu di mana kekuasaan bersifat otoriter dan kontrol militer terhadap kehidupan sipil begitu kuat. Reformasi 1998 adalah pencapaian besar bagi demokrasi Indonesia, dan kita semua memiliki tanggung jawab untuk menjaganya. Kami menolak segala bentuk regulasi yang melemahkan demokrasi dan mengancam hak-hak sipil,” pungkas Razak.

beras