Menulis (Lagi) Sejarah PMII
Oleh: Muhammad Husaini (Ketua Rayon Fisip UIN Sunan Ampel Surabaya)
Kita tahu buku PMII dalam Simpul-simpul Sejarah Perjuangan merupakan buku babon sejarah PMII. Buku yang ditulis mantan Ketua Umum PC PMII Malang, Fauzan Alfas, ini seolah menjadi bacaan wajib bagi setiap pemateri pada agenda kaderisasi, Mapaba hingga PKN. Kurang afdhal bila tak membaca buku itu, kira-kira begitu.
Sebagaimana buku-buku sejarah lain, PMII dalam Simpul-simpul Sejarah Perjuangan (selanjutnya disingkat PSSP) mengulas bagaimana PMII lahir. Tidak seperti materi sejarah dalam buku LKS sekolah yang rijit dan kronologis, bersifat hafalan, PSSP menyajikan konteks sejarah yang komprehensif. Meski ada subjektifitas dalam buku itu, namun hal tersebut menunjukkan keberpihakan penulis.
PMII tidak sempalan dari HMI di mana Mahbub Djunaidi yang merupakan eks-HMI didaulat menjadi Ketua Umum PP PMII pertama. Pun PMII tidak anak turun dari IPNU di mana awal kemunculan PMII berangkat dari keresahan kader IPNU yang sedang menempuh studi di perguruan tinggi. PMII berdiri dengan independen. Konteks kesejarahan itu terlukis dalam PSSP dengan baik.
Dalam buku tersebut juga dijelaskan bagaimana perjuangan PMII dalam politik. Semisal bagaimana peran Mahbub Djunaidi supaya HMI tidak bubar pasca-Masyumi bubar, kepemimpinan Zamroni sebagai presidium KAMI, dan peran strategi PMII saat masa asas tunggal Pancasila. PMII meski anak kandung NU pernah berani mendeklarasikan diri sebagai organisasi independen, mengingat fusi Partai NU di dalam PPP.
Pada konteks independensi PMII itu Mahbub Djunaidi pernah menegaskan:
“Independensi itu merupakan bukti dinamisnya anak yang mestinya diterima sebagai bukti obyektif bahwa kendati PMII terpisah secara struktur, tetapi dia masih terikat dengan ajaran-ajaran ahlussunnah wal jama’ah.”
Pada era kepemimpinan Aminuddin Ma’ruf, buku PSSP sempat dicetak ulang, meski sejarah kepemimpinan Aminuddin Ma’ruf tidak tertulis dalam buku tersebut. Buku tersebut tidak sampai menjelaskan sejarah perjuangan PMII era kontemporer, sayangnya.
Sejarah terus bergerak, namun buku PMII dalam Simpul-simpul Sejarah Perjuangan belum lagi ada pengembangan penulisan. Padahal konteks kesejarahan geo-politik, geo-ekonomi, serta geo-teknologi saat ini sudah jauh berbeda dengan masa sejarah dalam buku tersebut. Tantangan zaman pun berbeda dari masa sebelumnya yang penuh represi negara.
Bagaimana senior PMII Malang itu melanjutkan lagi penulisan PMII dalam Simpul-simpul Sejarah Perjuangan (jilid II)? Apa yang akan dia tulis di saat PMII mendapat surplus politik setelah kemenangan Jokowi-JK? Lalu berlanjut Jokowi-Amin? Banyak alumnus PMII yang mengisi pos pemerintahan. Maka, bagaimana pula peran-peran strategis PMII dalam mendinamisasikan kebijakan negara? Bagaimana pula komentar senior PMII Malang itu terhadap kadernya Muhammad Abdullah Syukri yang 26 Juni lalu dikukuhkan sebagai Ketua Umum PB PMII?
Jangan-jangan malah sebaliknya, kekuatan PMII terserap dalam rezim oligarki? Nalar kritis PMII menjadi tumpul ketika melihat kesewenang-wenangan. WallahuAlam.