Ketua Gapasdap Sayangkan Pemerintah Belum Turunkan Harga BBM
Berita Baru Jatim, Surabaya – Ketua DPP Gabungan Pengusaha Nasional Angkutan Sungai, Danau dan Penyeberangan (Gapasdap), Khoiri Soetomo, di Surabaya, Kamis (28/5/20) mengatakan, jumlah demand mengalami penurunan 40 hingga 50%, akibat dari pandemi covid-19.
“Kodisi ini mengakibatkan tidak seimbangnya antara pendapatan dengan biaya operasional kapal,” kata Khoiri Soetomo.
Sehingga Khoiri menyayangkan pemerintah belum juga mengeluarkan kebijakan untuk menurunkan harga BBM, terutama jenis solar, meskipun harga minyak dunia sudah turun.
“Padahal, harga minyak dunia sebenarnya turun sejak awal tahun ini akibat permintaan industri anjlok setelah merebaknya Covid-19 di Wuhan, China,” ujarnya.
Khoiri menjelaskan, harga minyak mentah dunia turun drastis sejak bulan lalu hingga kini. Harga minyak mentah Brent untuk kontrak Juni anjlok ke bawah 20 dolar AS per barel.
“Demikian juga harga minyak West Texas Intermediate (WTI) 12 dolar AS per barel, bahkan sempat di bawah 0 dolar AS per barel,” jelas Khoiri.
Mengutip data bunker-ex.com per 27 Mei 2020, lanjut Khoiri, harga bunker minyak diesel atau solar jenis MGO (HSD) di pelabuhan Singapura tercatat 286 dolar AS per 1.200 liter.
“Ini berarti harga solar nonsubsidi di pelabuhan transhipment terbesar di Asia Tenggara itu hanya Rp3.527 per liter, dengan asumsi kurs Rp14.800 per dolar AS di hari yang sama,” paparnya.
“Harga itu lebih rendah dari harga solar nonsubsidi (HSD) di Indonesia sebesar Rp7.300 per liter (harga bulan Mei 2020), bahkan masih lebih rendah dibandingkan harga solar subsidi di Indonesia yang masih Rp5.150 per liter,” tambahnya.
Meengacu dari data itu, ia meyakini harga solar nonsubsidi di dalam negeri seharusnya tidak akan lebih dari Rp4.300 per liter, meski dibebani pajak Ppn 10%, PBB 5%, dan PPH 0,3% serta ongkos angkut.
“Kalau solar nonsubsidi saja dijual Rp4.300 per liter, berarti harga solar subsidi di Indonesia seharusnya maksimal Rp3.300 per liter,” ungkapnya.
Gapasdap berharap kepada pemerintah segera menurunkan harga BBM bersubsidi, agar dapat meringankan biaya operasional, mengingat BBM adalah komponen biaya operasional yang terbesar, yaitu sekitar 40 persen.
“Dengan penurunan harga BBM bersubsidi, kami akan sedikit terbantu dalam menutup biaya operasional kami,” harap Khoiri.
Selain itu Khairi juga meminta pemerintah memperhatikan aspirasi para pengusaha kapal penyeberangan. Sebab, selain berfungsi sebagai sarana, transportasi penyeberangan juga sebagai prasarana jembatan atau infrastruktur yang harus bisa melayani masyarakat secara terus menerus tanpa berhenti.
“Fungsi infrastruktur itulah yang harus dilihat pemerintah sebagai fungsi yang sangat vital. Jika transportasi penyeberangan berhenti, katanya, maka tidak ada transportasi yang bisa menggantikannya,” tutur Khoiri.
“Pemerintah juga tidak perlu mengeluarkan investasi pengadaan dan pemeliharaan, seperti halnya infrastruktur jembatan atau jalan raya, karena yang menanggung adalah pemilik kapal,” tutupnya.