Politik Ijon dan Pemodal di Belakang Eks Bupati Jember
Politik Ijon dan Pemodal di Belakang Eks Bupati Jember
Opini: Adil Satria
Jika kita berkunjung ke kota-kota kecamatan di Jember selatan hari-hari ini sejak sekitar 3 atau 4 tahun terakhir maka kita akan disuguhi pemandangan menjamurnya pasar modern skala besar yang dibangun tepat di jantung (atau setidaknya berdekatan dengan) pasar tradisional, entah kapan tepatnya gejala semacam ini dimulai tapi pendekatan yang digunakan oleh supermarket pinggiran ini persis dengan gejala menjamurnya jaringan minimarket sekitar 8 tahun yang lalu dimana dalam dua rivalitas (Indomaret dan Alfamart) akan mengepung-memukul satu entitas yang sama yakni pasar rakyat yang telah memiliki ikatan sosio-historis dengan masyarakat setempat sejak puluhan tahun yang lalu.
Di Kecamatan Ambulu ada supermarket Larisso yang berdiri gagah di dekat pasar tradisional ambulu yang sudah menjadi denyut nadi pedagang sejak 1978 (data dinas pasar Pemkab Jember), di Balung ada supermarket Dira Shopping Center yang dibangun eksotis di pinggiran aliran sungai juga berjarak tidak jauh dari pasar rakyat Balung, di Kecamatan Kencong dua raksasa pasar modern ini mengepung pasar tradisional dari arah barat dan timur sekaligus.
Temuan ini tentu bisa saja menjadi fenomena gunung es, karena logika kapital yang normal akan terus meluaskan gurita bisnisnya sejauh ceruk yang ia garap menghasilkan keuntungan berlipat tidak peduli bahwa banyak pedagang kecil yang gulung tikar berkat raksasa bisnisnya, 2 atau 3 tahun lagi mungkin Larisso dan Dira Shopping Center akan mengekspansi wilayah timur seperti pasar Sempolan, pasar Mayang dll kemudian beranjak ke barat menjamah Tanggul, Bangsal, dan Sumberbaru.
Kritik bupati Faida terhadap kepemimpinan bapak Djalal selama 10 tahun yang menurutnya autopilot dan ugal-ugalan saat ini justru berbalik menghantui dirinya sendiri. Bagaimana tidak wacana Rencana Detail Tata Ruang Kabupaten (RDTRK) yang sudah dijanjikan rampung sejak 2017 lalu belum juga selesai hingga tahun terakhir kepemimpinannya, RDTRK ini amat krusial untuk meneropong apakah pembangunan di level mikro seperti kecamatan sudah inline atau tidak, apakah pembangunan market-market besar itu sudah sesuai perencanaan atau tidak, bukankah ibu Faida mengatakan seluruh skema kepemimpinannya harus terukur. Tapi menilik 5 tahun ini, ia bekerja di luar janji-janji dan fatsun politiknya sendiri.
Belakangan baru kemudian teka-taki ini sedikit terjawab, setelah gonjang-ganjing politik besar perihal pemakzulan jabatan bupati Jember dan kembali melenggangnya eks Bupati Faida melalui pencalonan jalur independen, ada satu hal mencolok yang kemudian muncul kepermukaan ialah bahwa salah satu baron besar dan pemilik raksasa supermarket pinggiran ini duduk pada pucuk tim Pemenangan Paslon nomer 1 tersebut, ini merupakan jawaban telak kenapa Perda RDTRK tak kunjung selesai dan kenapa supermarket ini begitu digdaya menggilas pasar tradisional tanpa aturat ketat rezim penguasa.
Seperti pernyataan Menkopolhukam RI bapak Mahfud MD beberapa pekan yang lalu bahwa banyak calon kepala daerah yang didonaturi oleh cukong pebisnis dengan kesepakatan ijon kebijakan apabila calon yang didanai tersebut menang dalam gelaran politik daerah, dan Tesis Mahfud MD ini kini berlaku di Jember.
Artikel ini pernah dipublikasikan di akun Facebook pribadi Adil Satria dan diterbitkan kembali atas persetujuan penulis.