Santri Milenial
Santri: Generasi Humanis di Era Digital
Opini — Zaman modern adalah zaman dimana manusia hidup dimanja dengan segala perkembangan pesat pengetahuan, baik kecanggihan teknologi maupun tuntutan kompetisi intelegansia. Di satu sisi, hal tersebut merupakan dampak positif yang dapat mempermudah kegiatan manusia sehingga mencetak generasi spontan dan instan dalam menyikapi secara bijak kemajuan teknologi, dan mempergunakannya sebagai alat berpacu dengan manusia lainnya dalam hal prestasi dengan menggunakan waktu sesingkat mungkin untuk memperoleh hasil yang besar. Namun, di sisi lain generasi instan ini kemudian ada yang bertarnsformasi menjadi generasi yang kurang menghargai proses, bahkan mengalami kemerosotan moral, lupa akan hakikat teknologi yang bertujuan membantu manusia, berubah menjadi hamba teknologi. Akhirnya, bermunculanlah generasi rebahan yang tidak suka berusaha, lebih memilih bermanja diri menggunakan teknologi sehingga tanpa sadar menumpulkan akalnya.
Fenomena generasi instan ataupun generasi frustasi itulah cerminan dimana ketidak mampuan manusia mengendalikan penemuan hebatnya, teknologi dan pengetahuan. Di sinilah kemudian perlu adanya cross ceck, apa sebenarnya yang salah dengan teknologi atau manusia itu sendiri? Ternyata kemerosotan moral itupun merembet pada merendahnya pendidikan agama sebagai pembabat kebobrokan moral.
Santri, yang digadang-gadang sebagai generasi penegakan moral kemudian diharapkan mendominasikan perannya. Dimana teknologi dan pengetahuan dapat dipergunakan secara benar untuk menghindari kebobrokan moral dalam memajukan bangsa dan agama. Sehingga, dengan peningkatan peradaban ini, kegiatan Santri tak lagi hanya sekedar berdzikir, ngaji kitab kuning ataupun menjadi kaum bersarung yang bangga hanya dengan menjadi ustadz yang diundang dalam ceramah di desa sana sini. Tidak. Tapi kemajuan teknologi tersebut bisa dimanfaatkan sebagai media dakwah dan pencerdasan yang lebih baik. Semisal pemaduan Jurnalistik dengan media sosial, dimana pesantren bisa turut berkiprah dengan menyegerakan informasi dakwah kepada khalayak mempergunakan media online atau cara ini sering disebut sebagai jurnalisme online.
Dengan kata lain, maka Santri zaman sekarang harus mampu berpikir kreatif dan inovatif dalam menjawab tantangan zaman. Santri yang jiwa liarnya seharusnya sudah ditaklukkan oleh kehidupan pesantren yang humanis, tidak boleh menambah daftar generasi instan yang tak menghargai proses ataupun generasi frustasi yang tak menghargai hidupnya yang hanya membuang waktu sia-sia dengan menyesali kekalahan.
Lebih luas lagi, bangsa ini bukan hanya butuh generasi orang-orang cerdas berintelektual tinggi, namun juga membutuhkan generasi yang memiiki kredibilitas dan loyalitas tinggi terhadap kemajuan negara. Dimana generasi tersebut tak hanya membanggakan karya dan karsanya untuk diri sendiri, namun lebih aplikatif terhadap kemajuan bangsa dan agamanya. Bangsa kita ini adalah bangsa yang kaya, tak seharusnya masyarakatnya tunduk dalam berbagai bentuk penindasan halus yang digadang-gadang gegara penduduknya dijajah oleh teknologi, hanya menjadi bangsa konsumeris dan penikmat teknologi saja namun tidak mampu menjadi bangsa produktif yang mampu mencukupi kebutuhannya sendiri.
Maka dari itu, generasi santri inilah kedepannya yang diharapkan menjadi generasi penyingkap kegelapan. Generasi santri yang dapat membangkitkan kembali kejayaan pesantren sebagai pusat peradaban pendidikan, dimana pesantren yang dulunya mampu menjadi sentral civil society yang humanis, tradisionalis (dalam artian tetap teguh mempertahankan adat dan tradisi serta warisan budaya bangsa) namun juga mampu menciptakan kader santri yang militan dan tidak kering spiritual sesuai dengan tuntutan zaman.