Bahas Santet Using, ATL DIY Gandeng Pembicara dari UNEJ
Berita Baru Jatim, Jember – Santet merupakan khazanah kultural yang tetap eksis hingga kini dalam masyarat Using, Banyuwangi. Meskipun masih debatable, Santet dalam konteks kultur Using dimaknai sebagai aji pengasihan, yakni pengasihan bermagi merah dan kuning.
Demikian rangkuman pembahasan dalam acara Seminar Nasional Berseri Ke-8 Tradisi Lisan Nusantara, yang diselenggarakan secara daring melalui Zoom Meeting oleh Asosiasi Tradisi Lisan Daerah Istimewa Yogyakarta (ATL DIY), bekerja sama dengan Balai Bahasa DIY dan Fakultas Ilmu Budaya Universitas Gadjah Mada (FIB UGM), Jumat (12/02).
Acara rutin dua mingguan tersebut menghadirkan pembicara tunggal dari FIB Universitas Jember, Dr. Heru SP Saputra, M.Hum, dengan pembahas dan perangkum dari FIB UGM, yakni Dr. Wisma Nugraha Christianto, M.Hum. dan Prof. Dr. Heddy Shri Ahimsa-Putra, M.A., M.Phill.
Heru menjelaskan bahwa Santet bermagi merah merupakan pengasihan yang dilandasi unsur dendam sehingga fungsi pengasihannya tidak langgeng. Sedangkan Santet bermagi kuning dilandasi ketulusan hati sehingga fungsi pengasihannya langgeng. Santet bermagi kuning sering digunakan sebagai sarana untuk mencari jodoh.
Heru juga menjelaskan bahwa di Banyuwangi cukup beragam jenis ngelmu. Ngelmu bermagi hitam di antaranya bernama sihir, suwuk, cekek, dan racun. Ngelmu bermagi merah ada santet merah, lintrik, pathek, rapuh, dan kanuragan. Ngelmu bermagi kuning ada santet kuning, pesensren, seret, susuk, pengirut, pelaris, sikep, dan welas. Ngelmu bermagi putih ada tamba atau sarat dan ajat atau ritual slametan.
Banyak mantra yang telah ditransformasilan ke dalam jenis lain, seperti mantra Sabuk Mangir dan Jaran Goyang. Mantra Jaran Goyang hingga kini telah ditransformasikan menjadi beberapa jenis. “Ada transformasi dalam bentuk rajah, puisi, tari, hingga lagu atau musik Jaran Goyang,” jelas Heru.
Sementara itu, Wisma Nugraha, sebagai pembahas, memaparkan bahwa mantra merupakan racikan kata yang memiliki kekuatan gaib. Mantra merupakan formula kata, menjadi rangkaian konversi morfem. Mantra tidak cukup hanya dihafal tetapi juga harus disertai laku mistik. Di India, mantra ada yang digumamkan, ada pula yang diucapkan. Mantra akan manjur jika diucapkan secara jelas. Dalam kontesk budaya Using, mantra telah mengalami transformasi dalam bentuk tari atau musik. “Hal ini perlu dikaji lebih lanjut, bagaimana fungsi sakralitasnya?” tandas Wisma.
Heddy, sebagai penggagas dan penaggung jawab rangkaian seminar, menegaskan bahwa isu Santet Using cukup menarik. Bukan sekedar menyangkut pengetahuan tentang mistik, tetapi juga sebagai objek kajian ilmiah. Tema yang diangkat dari hasil penelitian disertasi berjudul “Sun Matek Aji” ini cukup mengundang keingintahuan peserta, sehingga peserta full. “Kuota 300 telah penuh, sehingga selebihnya peserta harus bergabung ke Youtube, ada sekitar 80-an peserta,” jelas Heddy.