Tak Serius Tangani Sungai Jawa
Berita Baru, Jakarta – Serpihan plastik berukuran kurang dari lima milimeter atau mikroplasti mencemari sungai-sungai di Pulau Jawa. Berdasarkan riset Ecological Observation and Wetlands Conservation (ECOTON) di empat sungai besar di Jawa itu, menemukan mikroplastik dalam setiap 100 liter sample air yang diperiksa, tubuh ikan dan feses manusia.
Sungai yang diteliti itu antara lain Sungai Brantas Jawa Timur, Sungai Bengawan Solo Jawa Tengah, Sungai Citarum Jawa Barat, dan Sungai Ciliwung di DKI Jakarta. Gabungan organisasi pegiatn lingkungan Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI), Ecological Observation and Wetlands Conservation (ECOTON), dan Aliansi Zero Waste Indonesia (AZWI) itu menemukan rhasil kelimpahan rata-rata mikroplastik pada ikan di Sungai Bengawan Solo sebesar 20 partikel per ikan, 42 partikel per ikan Sungai Brantas, 68 partikel per ikan Sungai Citarum dan 167 partikel per ikan Kepulauan Seribu (muara Sungai Citarum).
Tak hanya itu mereka juga meneliti kontaminasi mikroplastik di tubuh manusia. Ecoton menguji 102 sampel tinja warga yang bergantung pada empat aliran sungai itu. Dalam 100 gram tinja mereka menemukan 17-20 partikel mikroplastik.
Direktur Eksekutif Ecoton Prigi Arisandi menjelaskan partikel mikroplastik yang masuk ke dalam tubuh manusia berbahaya dan berpotensi menimbulkan sejumlah risiko kesehatan. Beberapa risiko itu seperti gangguan perkembangan otak, pemicu kanker, dan diabetes karena mikroplastik mengandung zat aditif Bisphenol-A.
Di samling itu, kandungan phthalate dalam mikroplastik juga bisa menimbulkan gangguan sistem hormon seperti menstruasi dini, kualitas dan kuantitas sperma menurun, serta menopause dini. Ketiga, risiko terkontaminasi bakteri E.Coli (penyebab penyakit diare) dan S.Typhi (penyebab penyakit tipes) karena patogennya menempel pada mikroplastik.
Prigi melanjutkan, keberadaan mikroplastik juga berpotensi menimbulkan risiko ganda. Musababnya, mikroplastik mudah mengikat senyawa polutan yang ada di perairan seperti logam berat, pestisida, detergen, nitrat, nitrit, dan phospat.
“Polutan-polutan tersebut akan diikat oleh mikroplastik dan jika tidak sengaja terkontaminasi oleh manusia maka akan diikat dengan molekul-molekul kompleks dalam tubuh,” kata dia.
Ia mengatakan sumber mikroplastik di sungai-sungai tersebut berasal dari limbah industri tekstil serta industri daur ulang plastik dan kertas, dan dari timbunan sampah plastik yang tidak terkelola di daratan akhirnya dibuang ke sempadan sungai dan membanjiri sungai.
“Sungai-sungai di Pulau Jawa ini tertekan. Bayangkan, 60 persen populasi Indonesia tinggal di Pulau Jawa dan semua butuh air bersih. Di sisi lain, ratusan industri membuang limbahnya ke sungai,” ujar Prigi dalam konferensi pers Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Selasa (12/4/2022).
Sebagaimana diketahui Sungai Brantas terkenal dengan pabrik gula dan kertas, di Bengawan Solo ada pabrik kain besar yang memasok kain untuk baju yang digunakan hampir seluruh tentara di dunia. Sedangkan, di Jawa Barat atau di Citarum ada Majalaya yang memiliki 500 industri dengan produk-produk ekspor. Produk terbaik dikirim ke luar negeri, sedangkan sisa limbahnya dialirkan ke sungai.
Beban lingkungan lain yang terjadi di sungai-sungai itu yakni sampah plastik yang tidak terkelola di daratan yang akhirnya membanjiri sungai. Salah urus pengelolaan sampah, baik di daratan, sungai, maupun lautan turut andil menjadi penyebab rusak dan tercemarnya sungai-sungai di Pulau Jawa.
Rahyang Nusantara, Co-coordinator AZWI, mengatakan masyarakat yang berada di sekitar aliran sungai juga masih melanggengkan kebiasaan membuang sampah sembarangan. Di hampir semua titik pemeriksaan, katanya, menemukan sampah bekas kemasan saset dan kantong plastik sekali pakai.
Cakupan pelayanan sampah hanya mampu menjangkau 30-40% populasi penduduk yang tinggal di pusat kota, maka pemerintah harus meningkatkan cakupan layanannya agar semua wilayah perkotaan hingga perdesaan mendapat layanan pengelolaan sampah secara menyeluruh.
Berdasarkan data, dalam setahun, penduduk Indonesia menghasilkan lebih dari 8 Juta ton sampah plastik, dan hanya sekitar 3 juta ton yang mampu dikelola dengan baik. Sisanya, sebesar 5 juta ton sampah plastik ini salah urus karena ditangani dengan cara dibakar dan ditimbun secara open dumping, dibuang ke sungai sebesar 2,6 juta ton dan pada akhirnya bermuara ke lautan sekitar 3,2 juta ton.
“Buruknya tata kelola sampah tersebut tidak terlepas dari budaya kumpul-angkut-buang yang sampai saat ini masih berjalan. Dengan skema ini, sampah yang dihasilkan dari sumber tidak terpilah dengan baik, sehingga menumpuk di satu tempat. Hal tersebut diperparah dengan minimnya upaya pengurangan sampah dari hulu juga menjadi faktor permasalahan sampah,” tambah Rahyang Nusantara.
Pemerintah Daerah Gagal Urus Sungai
Pendiri Ecoton Daru Setyorini menuturkan, Kerusakan sungai di Jawa dikarenakan pemerintah tidak memprioritaskan pengendalian pencemaran air. Pengawasan pembuangan limbah cair industri tidak dilakukan dengan serius, sehingga industri tetap saja membuang limbah dengan pengolahan ala kadarnya.
“Sementara institusi yang memiliki kewenangan pengelolaan sungai dan pengendalian pencemaran seperti Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS), Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) hingga kepala daerah masih saling lempar tanggung jawab atas situasi krisis kualitas air sungai dan sampah,” katanya.
Pemulihan pencemaran dan perbaikan tata kelola sungai, Daru menjelaskan, setidaknya membutuhkan lima aspek yaitu, pertama, instrumen hukum peraturan dan kebijakan pengelolaan sampah dan limbah, kedua, kelembagaan formal yang kuat mulai tingkat desa, kecamatan, kabupaten dan provinsi dalam pengelolaan sungai dan penegakan aturan pengendalian pencemaran.
“Ketiga sarana prasarana pengelolaan sampah dan limbah yang mudah dioperasikan, efektif, efisien, rendah emisi dan ramah lingkungan. Keempat pelibatan aktif masyarakat dan komunitas peduli sungai; dan lima alokasi anggaran memadai untuk seluruh kebutuhan operasional biaya pengelolaan, edukasi, pengawasan dan penegakan hukum.”
Salah urus pengelolaan sampah hingga buruknya tata kelola sungai telah mengakibatkan pencemaran hingga kontaminasi mikroplastik di sungai Pulau Jawa. Daru menegaskan para gubernur telah gagal dalam memenuhi tanggung jawab atas pemenuhan hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat bagi warganya.
“Atas pertimbangan tersebut, kami melayangkan somasi atau teguran kepada para gubernur di Jawa agar segera merespon krisis kualitas air sungai dan sampah di wilayah administratif masing-masing,” tegasnya.