Bagaimana Dampak dan Solusi dari Toxic Productivity?
Berita Baru, Surabaya – Sibuk dengan berbagai kegiatan tentu tidak ada salahnya. Selain meningkatkan kualitas diri, kamu juga akan menjadi lebih produktif. Tetapi, apakah kamu yakin bahwa kegiatan yang kamu lakukan benar-benar produktif? Atau jangan-jangan, itu justru toxic productivity?
Orang yang berada di kondisi toxic productivity biasanya terlalu banyak bekerja hingga lupa yang namanya istirahat. Mengutip dari keterangan rilis Riliv, Psikolog Graheta Rara Purwasono mengatakan bahwa toxic productivity terjadi ketika seseorang merasa bersalah jika tidak melakukan sesuatu.
“Ujung-ujungnya mengalami burnout, yang bisa membahayakan kesehatan kita. Dan itu yang harus dihindari,” ungkap Graheta. Menurutnya, orang yang terjebak di toxic productivity pada akhirnya tidak punya quality time bersama teman dan juga keluarga. Jika dibiarkan, tentu ini akan berdampak pada kesehatan mental.
Toxic productivity ini sangat berbahaya bagi kehidupan kita. Dampak buruk dari adanya toxic productivity antara lain:
- Pada dasarnya, toxic productivity telah mempertaruhkan kesehatan agar dapat menjadi lebih produktif. Perilaku ini menempatkan tidur, makan, minum, dan kebutuhan bersosialisasi menjadi prioritas kesekian. Sehingga tak heran seseorang yang mengalami toxic productivity mengalami penurunan kondisi kesehatan.
- Perilaku ini juga dapat menyebabkan seseorang rentan terkena stress. Hal ini akan lebih berbahaya lagi apabila seseorang melampiaskan stress tersebut ke kebiasaan yang dapat memperparah kondisi kesehatan, seperti alkohol, rokok, atau obat-obatan terlarang.
- Perasaan burnout atau hilang minat terhadap sesuatu yang biasanya kita lakukan. Burnout dapat berefek terhadap pekerjaan, kebiasaan, ataupun hobi yang awalnya sangat diminati. Dengan adanya keadaan ini, produktivitas malah akan menurun.
Namun jangan khawatir. Graheta Rara membagikan solusi agar tidak terjebak terlalu larut dari toxic productivity. Apa saja?
1. Beri batasan yang jelas
Menurutnya, perlu beri batasan yang jelas. Salah satunya yakni memberi jeda, istirahat, dan menghabiskan waktu bersama orang terdekat.
Nah, kamu bisa menentukan batasan yang bisa mengubah mindset-mu, salah satunya mulai memikirkan hal lain selain pekerjaan. misalnya saja, tidak boleh bekerja selama tiga jam tanpa diselingi istirahat, memberi quality time bersama keluarga, serta tidur yang cukup selama 8 jam setiap hari.
2. Pikirkan kesehatan mental dan fisik
Ini khusus buat kamu yang meeting lima kali dalam sehari atau lebih. Ingat, ada hal yang lebih penting daripada pekerjaan, salah satunya adalah kesehatan fisik dan mentalmu sendiri.
Perlu dipahami bahwa pekerja bukanlah identitasmu satu-satunya. Kamu bukan hanya seorang pekerja, tapi juga orangtua, pacar, teman, dan lain sebagainya.
3. Praktikkan mindfulness
Sudah bukan rahasia lagi kalau mindfulness dapat membantu kamu untuk menjernihkan pikiran. Dengan meditasi mindfulness, kamu akan lebih mudah untuk menyadari apa yang dibutuhkan oleh tubuh dan juga pikiranmu. Tentunya, teknik ini bisa kamu lakukan dengan cara duduk diam, memejamkan mata, serta menjernihkan pikiran.
Keinginan untuk menjadi versi terbaik dari diri kita dengan melakukan sesuatu yang produktif adalah hal yang wajar. Namun, setiap orang memiliki batasan. Jangan sampai apa yang kita harapkan berdampak baik, malah berefek sebaliknya bagi diri kita.
Terakhir, tidak ada yang salah dengan menjadi “produktif”, apalagi di masa pandemi seperti sekarang yang seakan menjadikan “produktif” adalah suatu keharusan. Tapi, tetaplah ingat untuk menjaga kesehatan fisik maupun jiwa kalian.
Hidup bukanlah sebuah kompetisi, jadi untuk apa saling berlomba? What matters for you is your happiness and your health.
Jangan berhenti mengejar mimpi yang telah dibuat sembari terus menjaga kesehatan, istirahat yang cukup, dan rehat sejenak dari kesibukan dunia.