Banjir Rob Melanda Pesisir Jatim, Walhi: Harusnya Kebijakan Sensitif Iklim
Berita Baru, Surabaya – Dalam beberapa hari terakhir banjir rob melanda pesisir di Jawa Timur. Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Stasiun Meteorologi Maritim Kelas II Tanjung Perak Surabaya mengimbau warga di pesisir pantai di Jawa Timur untuk waspada adanya ancaman pasang air laut maksimum yang dapat menyebabkan banjir rob, 12-20 Mei 2022.
Prediksi BMKG itu terjadi di beberapa daerah di wilayah pesisir Jawa Timur Di antaranya wilayah pesisir Surabaya Barat, Gresik, Lamongan dan Tuban pada 12-20 Mei 2022 pukul 08.00 WIB hingga 11.00 WIB. Kemudian di Daerah Pelabuhan Surabaya pada 15-20 Mei 2022 pada pukul 10.00 WIB hingga 13.00 WIB.
Lantas di wilayah Pesisir Surabaya Timur termasuk Pasuruan, Sidoarjo, Probolinggo, Jember, Kenjeran, Bangkalan Selatan, Kuanyar, Sukolilo, Sampang, sepanjang Selat Madura dan Kreseh (barat Sampang) pada 16-20 Mei 2022 pukul 10.00 WIB hingga 12.00 WIB. Serta di wilayah pesisir Kalianget, termasuk Pamekasan pada 16-20 Mei 2022 pukul 10.00 WIB hingga 12.00 WIB.
“Waspadai fenomena pasang maksimum air laut yang berpotensial mengakibatkan banjir rob terjadi pada tanggal 12-20 Mei 2022 yang dapat mencapai ketinggian 130-150 cm dari permukaan laut,” ujar Prakirawan Stasiun Meteorologi Kelas II Tanjung Perak, Ratna Cintya Dewi.
Wahyu Eka Setyawan, Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Jawa Timur, banjir rob semakin masif menunjukkan dampak perubahan iklim semakin nyata. Pasalnya, Wahyu mengutip catatan Intergovernmental Panel Climate Change (IPCC) yang menyebutkan salah satu dampak dari perubahan iklim yakni naiknya permukaan air laut dan pengasaman air laut.
“Dampaknya tidak hanya rob tapi juga rusaknya terumbu karang dan semakin menurunnya beberapa jenis ikan, baik karena bermigrasi ataupun mulai menurun jumlah spesiesnya,” jelasnya saat dihubungi beritabaru.co.
Wahyu menerangkan bahwa sebenarnya banyak penelitian yang menyebutkan bahwa fenomena pasang air laut memang natural. Tetapi kejadian ini, Wahyu melanjutkan. semakin diperparah dengan peningkatan permukaan air laut sebagai dampak perubahan iklim.
“Hampir seluruh pesisir utara Jawa terancam tenggelam. Belum lagi alih fungsi mangrove, jelas semakin memperparah,” terangnya.
Massifnya banjir rob itu, di beberapa daerah membuat masyarakat “beradaptasi”. Namun, bagi Wahyu, nelayan itu merupakan kelompok terdampak. Ia menilai nelayan terpaksa untuk “beradaptasi”. “Bukan atas keinginan dirinya,” kata Wahyu. Ia melihat pemerintah tidak pernah melihat kerentanan masyarakat pesisir dan melihat pengalaman mereka.
Wahyu menegaskan seharusnya pemerintah membuat kebijakan yg sensitif iklim. Terutama mendorong perlindungan masyarakat pesisir, nelayan. “Dan mengupayakan kebijakan yang lebih pro terhadap upaya melawan perubahan iklim,” tegas Wahyu.