Beritabaru.co Dapatkan aplikasi di Play Store

 Berita

 Network

 Partner

Agroindustri Kopi Berbasis Ekonomi Sirkular
Khotijah, Mahasiswi Pascasarjana IPB University, Pengurus DPP Pemuda Tani Indonesia, Perempuan Millenial Pegiat Kopi Rakyat.

Agroindustri Kopi Berbasis Ekonomi Sirkular



Oleh: Khotijah*


Sektor perkebunan khususnya komoditas kopi merupakan jangkar penting bagi pembangunan, pendorong kemakmuran dan keberlanjutan. Indonesia saat ini menduduki sebagai negara produsen biji kopi terbesar ke-empat di dunia setelah Brazil, Vietnam dan Kolombia. Terlepas kopi menjadi salah satu minuman paling banyak dikonsumsi di dunia dan merupakan komoditas yang diperdagangkan secara internasional dan pastinya telah berkontribusi dalam perekonomian negara, kita tidak boleh lengah karena faktanya hasil kopi perkebunan rakyat kita masih dilanda berbagai masalah.

Hingga saat ini petani kopi rakyat masih berjuang untuk menghasilkan kopi dengan kuantitas dan kualitas tinggi secara konsisten dan berkelanjutan. Masalah perkebunan kopi rakyat khususnya di hulu hingga hilir masih carut marut; mahal dan terbatas adanya pupuk, minimnya sarana prasarana, mahalnya biaya produksi, erupsi gunung, cuaca dan iklim tidak menentu, panjangnya pelaku rantai pasok, keberpihakan regulasi pemerintah, akses pasar susah, harga jual rendah dan masih banyak lagi permasalahan lainnya.

Selain masalah tersebut, ada salah satu aspek yang paling mengkhawatirkan yang telah ditemukan dan disusun oleh lebih dari 230 ilmuwan, bahwasannya dampak perubahan iklim akan memukul ekonomi berbasis pertanian secara tidak proporsional. Laporan perubahan iklim dari PBB setebal 3.000 halaman hanya untuk memberikan informasi bahwa planet ini berada pada titik puncaknya. Serangkaian kekeringan, banjir bandang, dan kebakaran hutan tahun ini telah menunjukkan bahwa krisis iklim itu nyata dan bahwa itu terjadi tepat di depan pintu kita.

Ketergantungan kita terhadap iklim sangat besar, kondisi yang sedang sensitif mengancam cukup signifikan terhadap pasokan kopi global. Padahal sebagian besar kopi ditanam dan diproses di negara ini termasuk; Brazil, Indonesia, dan Vietnam. Meningkatnya suhu dan curah hujan yang tidak dapat diprediksi menyebabkan lebih seringnya wabah karat daun kopi dan terjadinya gagal panen. Hal ini benar terjadi , dalam kurun waktu enam tahun terakhir grafik produksi dan produktivitas kopi Indonesia mengalami fluktuatif. Hal ini berpengaruh terhadap perkembangan ekspor impor kopi di Indonesia Tahun 2015-2020. Nilai ekspor kopi cenderung hanya berkisar antara (-) 31% s/d 18% (Data Statistik Direktorat Jenderal Perkebunan, Kementerian Pertanian, 2022).

Memperingati Hari Kopi Sedunia Oktober 2022

Kopi sebagai komoditas penting dalam menyumbang devisa negara harus diperhatikan secara internasional. Mari bersama-sama mengubah dan menemukan kembali nilai kopi global untuk menghasilkan transaksi ekonomi yang adil dan saling menguntungkan, berkomitmen untuk kesejahteraan petani kopi rakyat, mengurangi dampak industri terhadap lingkungan, memitigasi perubahan iklim dan menemukan kembali rantai nilai kopi tangguh dan berkelanjutan, serta mari integrasikan model dan solusi bisnis sirkular.

Kita harus segera bertransformasi dari model bisnis kopi tradisional yang semakin berkembang namun tidak berkelanjutan bagi produsen kopi dan lingkungan, karena dengan model bisnis tradisional produk samping berupa limbah sangat besar, konsumsi energi tinggi.

Sebenarnya solusinya kompleks dan beragam, bergantung pada partisipasi dari semua anggota rantai pasokan. Menuju model inklusif yang menghargai keberlanjutan, transparansi, kualitas dan kerja keras harus melibatkan semua pelaku, dari produsen hingga konsumen melalui konsep ekonomi sirkular.

Ekonomi Hijau atau Ekonomi Sirkular?

Ekonomi sirkular merupakan model industri baru yang berfokus pada reducingreusing, dan recycling yang mengarah pada pengurangan konsumsi sumber daya primer dan produksi limbah. Ekonomi sirkular bersifat regeneratif, dibangun dengan prinsip minimasi limbah dan polusi, menjaga produk dan bahan tetap digunakan secara berkelanjutan. Konsep ini tentunya bukan hanya pengelolaan limbah tetapi juga menggunakan proses produksi dimana bahan baku dapat digunakan berulang-ulang sehingga tentu akan terjadi saving yang besar terutama untuk sumber daya alam.

Ekonomi sirkular adalah ide besar untuk restrukturisasi signifikan yang memaksa kita untuk memikirkan kembali bagaimana kami telah melakukan banyak hal sejak munculnya mesin uap pertama. Selama beberapa dekade, sikap “buat-ambil-buang” telah menjadi ciri masyarakat di seluruh dunia khususnya di Indonesia. Alih-alih menggunakan kembali atau mendaur ulang, sebagian besar produk digunakan sekali sebelum dibuang ke TPA atau berakhir di lautan kita. Ini yang dikenal sebagai “ekonomi linier”.

Transformasi menuju ekonomi sirkular menjadi penting bagi Indonesia karena akan membawa banyak dampak positif, baik bagi lingkungan serta pertumbuhan berbagai sektor pembangunan dimasa depan. Selain dapat meningkatkan pertumbuhan PDB Indonesia, penerapan konsep ekonomi hijau/sirkular juga dapat berpotensi menghasilkan 4,4 juta tambahan lapangan pekerjaan, dimana tiga perempatnya memberdayakan perempuan dengan kesempatan yang lebih baik pada tahun 2030.

Meskipun konsep tersebut berasal dari tahun 1970-an, sebagian besar berkat upaya terbaru dari Ellen MacArthur Foundation (EMF) bahwa gagasan ekonomi sirkular telah mendapatkan momentum saat ini. Ekonomi sirkular akan memberi kontribusi pada upaya pencapaian Nationally Determined Contribution(NDC) Indonesia. “Dimana kita berkomitmen untuk mengurangi emisi Gas Rumah Kaca pada tahun 2030 sebesar 29% dan apabila ada kerjasama internasional, ini dapat ditingkatkan menjadi 41%.

Dalam industri kopi, kebutuhan akan ekonomi yang lebih sirkular menjadi hampir mustahil untuk diabaikan. Perkiraan terbaru menunjukkan bahwa produksi kopi global menghasilkan lebih dari 20 juta ton limbah setiap tahun, dari ampas kopi hingga ampas kopi bekas dan cangkir yang bisa dibawa pulang. Sementara beberapa dari limbah ini didaur ulang, sebagian besar berakhir di tempat pembuangan akhir atau menemukan jalannya ke sungai dan lautan.

Kontribusi Penerapan Konsep Ekonomi Sirkular

Menurut saya selaku pagiat kopi dengan brand UPKOPI.IDN, yang saat ini juga sedang fokus pemberdayaan petani perempuan khususnya kopi rakyat berkeyakinan bahwa keamanan jangka panjang untuk sektor kopi membutuhkan keterlibatan dari segala aspek para pelaku kopi. Mulai dari petani, pedagang, pengepul, pabrik, PTPN, PTPS, pemerintah dan seluruh pemangku kepentingan.

Mengadopsi model ekonomi sirkular akan membantu dunia kopi meminimalkan dampak lingkungan sekaligus memaksimalkan manfaat ekonomi, sosial, dan lingkungan. Bahkan dari setiap orang yang berkecimpung di hulu ataupun di sisi hilir kopi memiliki tanggung jawab untuk mengubah pola menjadi lebih berkelanjutan. Bahkan jika rasanya pengaruh saya relatif kecil, sangat penting untuk memberi contoh dan memimpin di masa depan.

Sebagai contoh penerapan konsep ekonomi sirkular pada komoditas kopi antara lain: pemanfaatan kulit kopi menjadi tepung, teh cascara, teh dari daun kopi sisa pemangkasan, teh dari bunga kopi, limbah kopi menjadi pupuk kompos, limbah kopi menjadi pakan ternak, ampas kopi jadi masker kosmetik, sortiran roasted bean jadi parfum dan seterusnya.

Memang, bertransformasi menuju ekonomi sirkular adalah tentang mengambil tindakan dan mengubah mentalitas. Gagasan ekonomi linier telah begitu mendarah daging sehingga bisa menakutkan untuk menjauh dari konsep ekonomi sirkular. Namun, beberapa inisiatif membuat transisi ke ekonomi sirkular semakin mudah diakses, terutama bagi pelaku yang berada di sisi produksi. Misalnya, Farmers’ Hub adalah contoh inisiatif yang dirancang untuk mempromosikan model sirkular dengan meningkatkan akses ke sumber daya, infrastruktur, dan pendidikan.

Konsep BUMN-Coffee Hub sedang onboarding tahun ini, tapi bagaimana dengan kopi hasil perkebunan rakyat? Apakah ada yang memerhatikan, merancang atau bahkan diacuhkan. Padahal jumlah luasan areal lahan perkebunan kopi Indonesia seluas 1,25 juta ha, didominasi oleh Perkebunan Rakyat (PR) dengan rata-rata kontribusi sebesar 98,14 % sementara Perkebunan Besar (PB) hanya 1,86 % (Ditjetbun, 2022).

Jika konsep Farmer’s Hub di implementasikan maka selain menjual hasil panen, petani kopi kecil dapat menggunakan “Hub” mereka untuk mengakses mesin, peralatan penanganan pasca panen, informasi pemasaran, dan saran agronomi. Hal ini tidak hanya meningkatkan pendapatan dan hasil pertanian, tetapi juga membantu mereka bekerja menuju masa depan yang lebih berkelanjutan dan ini sesuatu yang sangat penting.

Untuk mencapai ekonomi sirkular, kita perlu melihat bagaimana sumber daya dikelola, bagaimana produk dibuat dan digunakan kembali, dan bagaimana bahan ditangani setelahnya. Ini berlaku untuk produsen khususnya untuk roaster dan barista.

Jika kita tidak melakukan perubahan-perubahan kecil, jangan berharap dapat memiliki produksi kopi yang sama seperti yang kita miliki sekarang dalam jangka panjang. Solusi dari ekonomi kopi sirkular akan membantu petani, pemerintah, pembisnis, dan konsumen bekerja sama untuk menciptakan pekerjaan dan pendapatan yang lebih baik, mengurangi polusi, dan melawan perubahan iklim.

Pada setiap cangkir kopi yang diproduksi dan dikonsumsi kita, ada solusi melingkar untuk memberikan peluang baru dan mendapatkan penghasilan serta mencapai kemakmuran; melalui:

1. Pertanian regeneratif dan CERDAS

2. Industri dan ritel hijau tanpa limbah dan polusi

3. Konsumsi dan pembuangan yang bertanggung jawab

Salam Kopi Indonesia !!!

Maju dan Berkelanjutan…

beras