Beritabaru.co Dapatkan aplikasi di Play Store

 Berita

 Network

 Partner

Aktivis Sekber Konsolidasi Rakyat untuk Demokrasi (KRD) sekaligus pendiri SD Inpres, Iwan Kusuma
Aktivis Sekber Konsolidasi Rakyat untuk Demokrasi (KRD) Iwan Kusuma. (Dok Foto: Besuksi.id)

Aktivis Sekber KRD Sebut Birokrasi Pemkab Jember Semakin Kacau



Berita Baru Jatim, Jember — Aktivis Sekber Konsolidasi Rakyat untuk Demokrasi (KRD) sekaligus pendiri SD Inpers, Iwan Kusuma menilai tatanan Pemerintahan Kabupaten Jember saat ini semakin kacau pasca Abdul Muqit Arief ditunjuk sebagai Plt. Bupati Jember oleh Gubernur Jawa Timur.

“Situasi politik dan birokrasi nampak semakin kacau. Situasi tersebut terjadi karena terdapat instrumen yang dilanggar,” kata Iwan Kusuma di Kantor Sekber KRD, di Jember, Sabtu (21/11/2020).

Dia menyebutkan bahwa salah satu pelanggaran yang dilakukan adalah soal perombakan dan pelantikan pada tanggal 13 November lalu. Pelantikan sekaligus perombakan itu, telah melanggar pasal 7 Undang-Undang (UU) nomor 10 tahun 2016 tentang perubahan kedua UU nomor 1 tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah (PP) pengganti UU nomor 1 tahun 2014, tentang pemilihan Kepala Daerah. Kepala Daerah, dilarang melakukan mutasi 6 bulan sebelum tanggal penetapan calon sampai akhir masa jabatan.

”Ini kesalahan yang sangat fatal. Seharusnya, sesuai UU Pelantikan dan Perombakan itu tidak dilakukan,” kata Iwan.

Menurutnya, mutasi dilakukan berdasarkan pada rekomendasi Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) 10 November 2019 tentang Struktur Organisasi dan Tata Kerja (SOTK) dan tekanan dari DPRD. Lanjut dia, rekomendasi tersebut tidak semerta-merta menggugurkan larangan pada UU. Selain itu, UU nomor 30 tahun 2014 tentang Adminstrasi Pemerintahan, Plt Bupati tidak berwenang melakukan perubahan status hukum aspek organisasi kepegawaian dan anggaran.

“Yang dimaksud status aspek hukum organisasi kepegawaian, termasuk melakukan mutasi jabatan. Sehingga, keabsahan mutasi tersebut dianggap cacat secara formil,” jelasnya.

Iwan menegaskan, selain cacat hukum, pada proses mutasi ada indikasi tidak netral. Sebab, pelantikan dilakukan terburu-buru dan tidak melalui mekanisme yang benar, yaitu ijin tertulis dari Kemendagri. Keputusan yang dilakukan dinilai tidak sah, termasuk penggunaan anggaran penanganan Covid-19.

“Tindakan perombakan tersebut dapat diindikasikan sebagai KKN dan penyalahgunaan wewenang,” ujarnya.

Iwan meminta, Kemendagri bersama Satuan Tugas Pengawasan Kenetralan ASN dapat menyelesaikan semua permasalahan-permasalahan tersebut. Sesuai dengan pedoman birokrasi dan tata pemerintahan.

“Kalau melihat perkembangan hari ini, tergantung juga dengan tanggapan atau respon Gubernur Jawa Timur untuk mengesahkan anggaran daerah secepat mungkin. Daripada pembangunan Jember mengalami stagnasi,” pungkasnya.

Artikel ini sudah terbit di Radaronline.id dengan Judul Aktivis Sekber Kritisi Tatanan Pemerintahan Kab. Jember yang Semakin Amburadul.

beras