
APTMA: Aktivis Lokal dan Bea Cukai Jangan Jadi Pembunuh Industri Rokok Madura
Pamekasan, Madura – Ketua Asosiasi Pengusaha Muda Tembakau Madura (APTMA), Holili, meluapkan kekecewaannya terhadap fenomena yang ia sebut sebagai “serangan” terhadap industri kecil menengah (IKM) rokok di Madura. Ia menyoroti peran aktivis lokal dan kebijakan Bea Cukai yang dinilainya tidak berpihak kepada pengusaha lokal, bahkan cenderung mematikan usaha yang telah banyak menyerap hasil panen petani tembakau.
Dalam pernyataannya yang penuh nada prihatin, Holili mengungkapkan kekecewaannya, “Saya sangat miris melihat fenomena aktivis lokal yang menyerang dan membombir usaha industri kecil menengah (IKM) di mana para pengusaha lokal sudah membantu membeli hasil petani tembakau dengan harga yang sangat layak bahkan meminimalisir peran tengkulak.” Menurutnya, aktivis dan media lokal seharusnya lebih fokus membantu mempromosikan produk rokok Madura ke kancah nasional, bukan malah sebaliknya.
Holili mengakui bahwa secara administratif, pengusaha lokal Madura memang melanggar aturan PMK Nomor 39 Tahun 2007 karena tidak menggunakan pita cukai yang telah ditentukan oleh negara. Namun, ia dengan tegas mengkritik peran Bea Cukai. “Its oky, secara administratif hukum pengusaha lokal Madura melanggar aturan PMK no 39 tahun 2007 karena tidak memakai pita cukai yang sudah ditentukan oleh negara tapi adanya bea cukai sebagai instrumen negara untuk menarik pajak terhadap pengusaha ibarat preman pasar yang tidak mengerti keadilan dan rasa kemanusiaan,” cetusnya.
Ia melihat Bea Cukai sebagai “preman pasar” yang hanya berorientasi pada angka tanpa mempertimbangkan aspek keadilan dan kemanusiaan. “Itulah negara, melihat rakyat bukan dengan hati tapi angka,” lanjutnya dengan nada geram. Bagi Holili, peran negara seharusnya adalah penyelamat, bukan justru menjadi “pembunuh bayaran” bagi pabrikan besar.
Lebih jauh, Holili meyakini bahwa di balik setiap aturan yang merugikan IKM, ada kepentingan perusahaan tertentu dan naraca fiskal keuangan semata. “Saya yakin, adanya aturan karena ada orderan untuk kepentingan perusahaan tertentu dan naraca fiskal keuangan semata,” tegasnya. Pernyataan ini mengindikasikan adanya dugaan intervensi dari perusahaan rokok besar yang mungkin melihat IKM rokok Madura sebagai pesaing.
Kritik tajam Holili ini mencerminkan kegelisahan para pengusaha rokok IKM di Madura yang merasa terpojok di tengah regulasi yang ketat dan tekanan dari berbagai pihak. Mereka berpendapat bahwa kontribusi mereka terhadap perekonomian lokal, terutama dalam penyerapan tembakau petani, seringkali diabaikan. Para pengusaha IKM ini berharap ada kebijakan yang lebih berpihak kepada mereka, mengingat peran vital mereka dalam ekosistem pertanian tembakau di Madura.
APTMA sendiri telah berulang kali menyuarakan pentingnya keberpihakan pemerintah terhadap IKM, bukan hanya sebagai sumber pendapatan negara dari pajak, melainkan juga sebagai tulang punggung ekonomi kerakyatan. Holili berharap pemerintah dapat meninjau ulang kebijakan terkait cukai dan memberikan ruang lebih bagi pengembangan IKM rokok Madura agar dapat bersaing secara sehat di pasar nasional tanpa harus terbebani oleh regulasi yang mematikan.