Beritabaru.co Dapatkan aplikasi di Play Store

 Berita

 Network

 Partner

Atasi Popok Plastik, Common Seas Gandeng Muslimat NU Surabaya
(Dok. Foto: Beritabaru.co)

Atasi Popok Plastik, Common Seas Gandeng Muslimat NU Surabaya



Berita Baru Jatim, Surabaya – Produksi sampah plastik saban tahunnya terus meningkat. Data terakhir menyebutkan bahwa manusia memproduksi sebanyak 300 ton plastik. Dari angka yang fantastis itu, hanya ada sekitar 9% yang didaur ulang. Sisanya sebanyak 91% dibakar yang berakibat pencemaran lingkungan.

Kondisi demikiam diperparah dengan sekitar 32% sampah plastik berakhir di laut. 95% dari semua plastik yang terbawa ke lautan berasal dari hanya 10 sungai di Asia. Perpaduan jumlah penduduk yang tinggi di dekat sungai, dan sistem pengelolaan sampah yang terbatas membuat masyarakat melihat sungai sebagai solusi yang mudah.

Menyikapi problem sampah tersebut Common Seas Indonesia menyatukan terobosan kemitraan antara Gubernur Jawa Timur, PC Muslimat NU Surabaya, dan Universitas Airlangga.

CEO Common Seas, Jo Royle mengatakan bahwa Jawa Timur merupakan salah satu tempat indah di dunia. “Dan sangat memilukan melihatnya terancam oleh momok sampah plastik,” katanya, Rabu (1/12). Ia menilai bahwa kemitraan ini hanya awal dari perjalanan menunu masa depan yang lebih hijau dan lebih sehat.

“Dan penting untuk membuat pengurangan yang tahan lama ini demi meningkatkan mata pencaharian bagi orang-orang yang tinggal dan bekerja di Jawa Timur,” terangnya.

Kemitraan dimulai dengan mengidentifikasi popok sekali pakai sebagai sampah plastik paling produktif di sungai. Lebih dari 1 juta popok dibuang ke sungai setiap hari mewakili sekitar setengah dari semua sampah plastik di Brantas. Hal itu diduga berasal dari mitos lokal bahwa pembakaran popok dapat membahayakan bayi.

Kondisi sungai Brantas yang menyedihkan itu menjadi salah satu pekerjaan yang tengah dicari jalan keluarnya bersama. Menurut COO Common Seas Indonesia, Celia Siura menyatakan sungai Brantas adalah sumber kehidupan Jawa Timur. “Tetapi penuh dengan polusi, terutama barang-barang plastik,” ujarnya.

Ia mengaku, popok sekali pakai sering ia temukan di sungai Brantas. Solusi yang tepat, katanya, sangat pentinf mengatasi permasalahan tersebut. “Kita semua bergantung pada sungai untuk kehidupan kita.” Menurutnya, banyak permintaan untuk membuat segalanya lebih baik.

“Saya akan berusaha sebaik mungkin agar kami dapat memberikan dampak positif untuk sungai Brantas dan masyarakat Indonesia,” akunya.

Kepedulian Common Seas atas problem polusi plastik diapresiasi oleh Duta Besar Inggris untuk Indonesia dan Timor Leste, Owen Jeankins. Pasalnya, Common Seas mengatasinya demgam melibatkan masyarakat setempat. “Untuk menjaga Indonesia tetap indah dan melindungi kehidupan laut kita,” katanya.

Proyek-proyek mereka juga, ia melanjutkan, juga meningkatkan mata pencaharian di Jawa Timur. “Ini merupakan solusi yang menguntungkan semua pihak, bagi kehidupan manusia dan laut.” Pekerjaan ini juga turut disumbang oleh Inggris.

Kedutaan Besar Inggris Jakarta menyerukan kepada semua perusahaan Inggris di Indonesia untuk mendukung program Common Seas Indonesia baik secara finansial maupun dengan dukungan operasional, atau upaya serupa dari organisasi yang berpikiran sama, sehingga Inggris dapat menjadi bagian dari solusi di Indonesia.

“Kami senang bisa bekerja sama dengan Gubernur Jawa Timur untuk mewujudkan perubahan yang nyata. Bersama-sama kita dapat mengakhiri polusi popok sekali pakai di provinsi-provinsi di seluruh Indonesia, dan membuat sungai kita aman bagi manusia dan kehidupan laut,” ujarnya.

Ketua PC Muslimat NU Surabaya, Dra. Hj. Lilik Fadhilah, MPd.I mengatakan bahwa polusi plastik adalah ancaman besar bagi lingkungan dan kesejahteraan kita di Surabaya. “Kami sangat bangga menjadi tuan rumah inisiatif Common Seas di kota kami,” katanya.

Ia mengaku telah merasakan manfaat dari proyek ini “Khususnya anggota-anggota kami yaitu ibu-ibu sebagai produsen.” Ia optimis bahwa ancaman yang ditimbulkan oleh plastik terhadap masa depan Kota Surabaya bisa diatasi.

beras