Beritabaru.co Dapatkan aplikasi di Play Store

 Berita

 Network

 Partner

Bagaimana Hubungan Nafsu dan Puasa? Begini Penjelasan Prof Quraish Shihab
Muhammad Quraish Shihab. (YouTube/Najwa Shihab)

Bagaimana Hubungan Nafsu dan Puasa? Begini Penjelasan Prof Quraish Shihab



Berita Baru, Jakarta – “Jadi nafsu itu dikendalikan bukan dibunuh atau dicegah sama sekali. Nah, puasa tujuannya untuk itu,” kata Profesor Quraish Shihab dalam tayangan Shihab & Shihab (2) bertajuk Nafsu, Selasa (5/4/2022).

Prof Quraish menerangkan hubungan nafsu dan Ramadan. Menurut beliau, salah satu hakikat puasa adalah mengendalikan nafsu, bukan membunuh nafsu. Mengendalikan nafsu adalah kunci utama dalam beribadah puasa.
 
Dalam beberapa kesempatan, kata Prof Quraish, nafsu menjadi suatu kebutuhan bagi manusia. Beliau mencontohkan saat dilanda kesukitan, kesusahan, nafsu dibutuhkan untuk kekuatan bertahan hidup.

“Bukan mematikan, nafsu kita butuhkan. Ada penjajah memasuki negeri kita, nafsu amarah harus muncul untuk mengusirnya. Contoh lainnya adalah apabila kita lapar maka kita membutuhkan nafsu makan, namun tetap harus dikendalikan,” jelas penulis Tafsir Al-Misbah itu.
 
Alumni Universitas Al-Azhar Kairo itu menerangkan jenis-jenis nafsu yang termaktub dalam Al-Qur’an. Pertama, nafsu muthmainnah (jiwa yang tenang). Nafsu jenis ini dikisahkan Nabi saw kepada seorang mukmin yang senantiasa bersyukur dan bersabar.

“Apapun yang terjadi dia tenang. Nabi melukiskan seorang mukmin itu selalu menakjubkan. Kalau dia mendapat nikmat bersyukur, kalau dia kena musibah dia bersabar, sehingga dirinya selalu tenang,” tutur Pendiri Pusat Studi Al Quran (PSQ) itu.
 
Kedua, lanjut Prof Quraish, nafsu lawwamah atau nafsu yang selalu mengecam ketika melakukan dosa. Maksudnya, nafsu yang menyadarkan seorang mukmin untuk tidak mengulangi keburukan yang sama.

“Jadi, dia lakukan dosa, tapi tidak lama kemudian dia sadar bahwa itu sebenarnya buruk sehingga dia kecam jiwanya,” jelasnya menerangkan.
 
Terakhir adalah nafsu ammaratu bissuu atau nafsu yang selalu mendorong untuk berbuat buruk. Menurut beliau Nafsu ini memiliki kriteria tak pernah puas/serakah.
 
“Nafsu tersebut laiknya seorang anak kecil yang enggan disapih oleh ibunya. Manusia sebagai pengendali harus tegas dalam menghadapinya, semata-mata untuk kebaikan,” ucap penulis buku Membumikan Al-Qur’an itu.

Beliau menegaskan, hanya dengan kekuatan jiwa seseorang, nafsu yang selalu mendorong kepada keburukan ini dapat terhalangi. “Orang yang tidak kuat, itu menuruti nafsunya sehingga tidak memiliki kepuasan dalam dirinya,” tegas Prof Quraish.

beras