Beritabaru.co Dapatkan aplikasi di Play Store

 Berita

 Network

 Partner

Bejana Limbah Selat Madura
(Dok. Foto: Instagram @erul_moncet)

Bejana Limbah Selat Madura



Berita Baru, Sumenep – Kapal Ponton itu tak lagi utuh. Sebagian badannya telah tenggelam. Tertulis di badan kapal, Woodman 37. Hampir dua bulan sudah, kapal pengangkut batubara itu kandas di laut Masalembu. Haerul Umam, warga Dusun Raas, Desa Masalima, Kecamatan Masalembu menuturkan, awalnya pada tanggal 15 Maret 2022 lalu ia mendengar kabar dari nelayan. Ia pun bergegas mengecek langsung ke lokasi. Terlihat dua kapal tak jauh dari pesisir Dusun Mandar, Desa Sukajeruk, Kecamatan Masalembu.

Haerul menerangkan salah satu kapal ponton telah memindahkan muatan batubara ke kapal bantuan yang baru datang. Seperti dilansir Mongabay.co.id tak jauh dari ponton itu ada dua kapal tugboat bernama lambung Dolphin dan WM Fortune. Haerul Umam mengungkapkan, informasi yang ia dapat dari warga, kapal pengangkut batubara itu kandas saat musim angin kencang.

“Banyak muatannya (Batubara) tumpah ke laut,” ungkap Haerul Umam, seperti dilansir dari laman Instagramnya. Tak hanya itu, air laut di sekitar kapal menghitam. Saat ia mendekat ke lokasi, kapal tersisa satu dengan kondisi lambung kapal miring kemasukan air. “Dan juga nampak jelas sisa-sisa batubara di atas kapal tersebut.”

Ia tak tahu pasti asal dan tujuan kapal pengangkut batubara. Namun, Rahmat Rahim, Kepala Syahbandar Masalembu mengatakan bahwa kapal Woodman 37 itu berangkat dari Banjarmasin, Kalimantan Selatan dengan tujuan Lombok, Nusa Tenggara Barat. Namun di tengah perjalanan kapal itu terkendala cuaca buruk hingga terdampar di perairan terdekat yakni Masalembu. Ia mengatakan bahwa kapal tersebut memasuki perairan Masalembu tanggal 28 Januari 2022.

Haerul mempertanyakan kondisi air laut yang terkena tumpahan batubara. Pasalnya, tempat kandasnya kapal pengangkut batubara itu merupakan spot mancing nelayan-nelayan traditional Pulau Masalembu. Ia telah mengadukan kekhawatiran dan keresahan warga ke instansi terkait. Salah satunya ke Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Jawa Timur. Namun, tak ada respon baik.

Ia pun melapor ke Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Provinsi Jawa Timur. Hanya saja, laporan terkait pencemaran laut ini justru ditampik dan diarahkan untuk membuat laporan ke bagian Penegakan Hukum Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Gakkum KLHK).

Haerul kemudian melaporkan kasus itu dengan membuat surat aduan secara online kepada Direktorat Jenderal Penegakan Hukum KLHK pada Senin (21/3/2022). Dalam surat aduan itu, warga menyampaikan bahwa banyak nelayan yang melaut di perairan Masalembu mengeluh karena air laut menjadi hitam akibat tumpahan batubara dari kapal tersebut.

“Dari kronologi ini, Ponton Woodman 37 ini telah terdampar hampir dua bulan lamanya. Namun tidak ada tindakan atas kemungkinan tercemarnya perairan akibat tumpahan batubara ke dasar perairan,” jelas Haerul seperti dikutip dari Tirto.id.

Direktur Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Jawa Timur, Wahyu Eka Setyawan, menyayangkan sikap abai pemerintah. Ia menegaskan, seharusnya instansi terkait sigap dalam mengimplementasikan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH). Dalih instansi yang mengatakan bahwa bukan domain mereka, kata Wahyu, justru menunjukkan kinerja buruk. “Padahal pencemaran mengancam lingkungan hidup dan telah menghambat mata pencaharian nelayan Masalembu,” katanya.

Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Surabaya, Abdul Wachid Habibullah mengatakan, pengabaian laporan masyarakat itu menunjukkan perlindungan lingkungan hidup masih belum menjadi prioritas.

“Apalagi ke depan dengan adanya UU Cipta Kerja, maka akan ada reduksi dari UU PPLH dalam hal pencegahan dan perlindungan. Sehingga kejadian serupa mungkin akan semakin sering dan risiko kerusakan ekosistem pesisir dan pulau-pulau kecil akan semakin rentan,” kata Wachid dalam keterangan tertulis yang diterima Beritabaru.co.

Kerusakan Lingkungan Akibat Industri Energi Fosil

Apa yang terjadi di Masalembu hanya satu dari daftar panjang pencemaran di kawasan laut dari energi fosil. Masih kental dalam ingatan, November 2021, kapal tongkang Gold Trans 308 terdampar di Perairan Teluk Pangpang, Kecamatan Muncar, Kabupaten Banyuwangi Jawa Timur. Kapal dari Banjarmasin tujuan Cilacap itu mengangkut 7.500 metrik ton batubara.

Dilansir dari CNNIndonesia.com kapal tongkang tersebut tak bisa melanjutkan perjalanan setelah bocor di perairan itu sejak Selasa (2/11). Posisi tongkang miring hingga 30 derajat hingga sebagian muatan terjatuh di perairan.

Kondisi serupa juga dialami nelayan tradisional pesisir Desa Binor, Kecamatan Paiton, Kabupaten Probolinggo. November 2020 lalu, masyarakat yang mengatasnamakan Koalisi Laut Biru aksi terhadap pencemaran batubara. Aksi tersebut dipicu dugaan banyaknya tumpahan batu bara di sekitar PLTU Paiton. Khususnya di PT Pomi unit 7 dan 8.

Tumpahan batu bara yang tidak sedikit ini dinilai mengakibatkan kerusakan ekosistem laut. Menurutnya tumpahan batu bara yang berada di laut hampir setinggi 4 meter. Dengan panjang hampir 90 meter.

Kerusakan lingkungan pesisir dan laut di Selat Madura ditegaskan oleh Kusnadi, Peneliti Institute for Maritime Studies Universitas Jember. Dalam Majalah ALFIKR ia menyatakan, bahwa selat Madura juga diposisikan sebagai bejana yang luas untuk menampung berbagai jenis limbah.

“Baik yang dihasilkan oleh kegiatan warga dan industri atau pabrik, dari yang berskala kecil sampai dengan industri besar,” ujarnya pada ALFIKR Kondisi tersebut membuat nelayan semakin rentan. Kejadian-kejadian yang disebutkan di atas hanyalah sebagian kecil potret kerusakan kondisi pesisir dan laut di Jawa Timur.

beras