Benarkah Kerja Keras Tak Menjamin Rezeki Melimpah?
Berita Baru, Surabaya – Menurut Quraisy Shihab, dunia bagaikan obat, oleh karenanya jangan sampai over dosis. Cara minumnya harus sesuai dengan resep dokter. Jika keluar dari petunjuk dokter, bisa membahayakan dan mengancam keselamatan jiwanya.
Petikan di atas merupakan deskripsi seseorang yang mengais rezeki secara berlebihan. Padahal Allah SWT menciptakan makhluk-Nya sekaligus menjamin rezekinya. Karena itu, seseorang tak perlu bersusah payah mengejar rezeki yang telah menjadi jatah setiap makhluk-Nya. Dalam kitab Hikam karya Ibnu Athaillah Assakandari:
إِجْتِهَادُكَ فِيْمَا ضُمِنَ لَكَ وَتَقْصِيْرُكَ فِيْمَا طُلِبَ مِنْكَ دَلِيْلٌ عَلَى إِنْطِمَاسِ الْبَصِيْرَةِ مِنْكَ
Artinya: Usaha kerasmu dalam hal yang telah dijamin Allah untukmu (dalam urusan rezeki) dan kelalaianmu dalam hal yang dituntut oleh-Nya darimu adalah pertanda kebutaan mata hatimu.
Allah berfirman dalam Surat Al-‘Ankabut, ayat 60:
وَكَاَيِّنْ مِّنْ دَاۤبَّةٍ لَّا تَحْمِلُ رِزْقَهَاۖ اللّٰهُ يَرْزُقُهَا وَاِيَّاكُمْ وَهُوَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ
Artinya: Dan berapa banyak makhluk bergerak yang bernyawa yang tidak (dapat) membawa (mengurus) rezekinya sendiri. Allah-lah yang memberi rezeki kepadanya dan kepadamu. Dia Maha Mendengar, Maha Mengetahui.
Kedua ayat tersebut memberikan pengertian bahwa yang mengatur dan memberi rezeki kepada manusia adalah Allah. Tugas manusia hanyalah mengabdi kepada-Nya, sebagaimana dalam firman-Nya. Hal ini ditegaskan pula dalam surat Al-Bayyinah ayat 5:
وَمَآ اُمِرُوْٓا اِلَّا لِيَعْبُدُوا اللّٰهَ مُخْلِصِيْنَ لَهُ الدِّيْنَ ەۙ حُنَفَاۤءَ وَيُقِيْمُوا الصَّلٰوةَ وَيُؤْتُوا الزَّكٰوةَ وَذٰلِكَ دِيْنُ الْقَيِّمَةِۗ
Artinya: Padahal mereka hanya diperintah menyembah Allah dengan ikhlas menaati-Nya semata-mata karena (menjalankan) agama, dan juga agar melaksanakan salat dan menunaikan zakat; dan yang demikian itulah agama yang lurus (benar).
Hikmah yang bisa didapatkan dari ayat-ayat tersebut menunjukkan bahwa seseorang boleh berusaha dan mencari rezeki tanpa harus bersusah payah mati-matian, secukupnya saja sesuai kebutuhan. Yang demikian, tidak termasuk buta mata hati, namun dengan catatan usaha tersebut tidak menyebabkan seseorang lalai beribadah. Pasalnya manusia memiliki tugas dan kewajiban yang harus dipenuhi, makanan pokok untuk fisik dan makanan pokok untuk ruh (qut al-arwah).
Terkait dengan kewajiban pertama yang bersifat lahiriyah, manusia rentan melupakan kewajiban yang nomor dua yang bersifat batiniah. Jika menggunakan mata telanjang, acap kali manusia tidak puas dengan rezeki yang diterimanya. Mereka lalu berusaha sekuat tenaga untuk meraih yang lebih memuaskan. Jika disinkronkan dengan fenomena kekinian, banyak cara yang dilakukan oleh seseorang untuk meraup rezeki di era 5.0. Sebab Allah SWT tak pernah melarang seseorang berinteraksi dengan dunia.
Segala urusan yang berkaitan dengan usaha peningkatan kesejahteraan dan taraf hidup, diserahkan pada setiap individu. Yang perlu ingat adalah upaya peningkatkan taraf hidup itu sebatas ikhtiar, tidak lebih. Sebab, usaha keras yang telah dijamin Allah dapat mendorong seseorang melalaikan tugas dan kewajiban yang diperintahkan Allah.
Dan pada akhirnya menghindari perkara yang membutakan hati (melalaikan kewajiban asupan dimensi rohani) semestinya harus dinomorsatukan. Dalam artian, setiap individu tidak pantas hanya berpangku tangan menunggu rezeki. Karena nabi dan sahabat bekerja atau memiliki profesi yang berbeda. Hanya saja diimbangkan dengan asupan dimensi rohani/ batiniyah.