Opini – Beritabaru.co Jawa Timur https://jatim.beritabaru.co Meluruskan Distorsi Informasi Mon, 24 Jun 2024 10:05:27 +0000 id hourly 1 https://wordpress.org/?v=6.7.1 https://jatim.beritabaru.co/wp-content/uploads/sites/6/2020/07/cropped-Berita-Baru-Icon-32x32.png Opini – Beritabaru.co Jawa Timur https://jatim.beritabaru.co 32 32 Pemakaian Bahasa dalam Perspektif Gender https://jatim.beritabaru.co/pemakaian-bahasa-dalam-perspektif-gender/ https://jatim.beritabaru.co/pemakaian-bahasa-dalam-perspektif-gender/#respond Mon, 24 Jun 2024 00:50:58 +0000 https://jatim.beritabaru.co/?p=115342 Pemakaian Bahasa dalam Perspektif Gender

Oleh: Bea Anggraini*


FUNGSI bahasa mencakup berbagai peran penting dalam kehidupan manusia dan interaksi sosial. Beberapa fungsi utama bahasa  adalah alat untuk berkomunikasi dalam menyampaikan ide, gagasan, informasi, emosi, dan keinginan kepada orang lain; sebagai alat ekspresi identitas diri; sebagai pengatur perilaku sosial dan norma-norma dalam masyarakat; alat untuk mengajar dan mempelajari pengetahuan; sebagai pengembangan dan penyebaran budaya dari generasi kegenerasi; sebagai perekam dan pelestari sejarah, baik secaralisan maupun tertulis; sebagai media berkreasi dan berekspresiseni; sebagai media berkoordinasi dan bekerjasama; sebagai media untuk mempengaruhi dan mempersuasi; sebagai media untuk mengungkapkan pemikiran dan penalaran. Fungsi-fungsi ini menunjukkan betapa pentingnya bahasa dalam kehidupan manusia secara keseluruhan, baik dalam konteks individu, kelompok, maupun masyarakat secara luas.

Hal ini juga terjadi dalam perspektif gender. Dalam perspektif gender, bahasa tidak hanya berfungsi sebagai alat komunikasi, tetapi juga sebagai sarana untuk mempertahankan, mereproduksi, atau menantang struktur kekuasaan dan norma-norma sosial yang berkaitan dengan gender. Berikut adalah beberapa fungsi bahasa dalam perspektif gender.

Fungsi pertama sebagai pengkodean identitas gender. Bahasa membantu individu untuk mengartikulasikan dan menyatakan identitas gender mereka. Cara seseorang menggunakan bahasa, termasuk pilihan kata, gaya bicara, intonasi, dan penggunaan bahasa tubuh, dapat mengkomunikasikan aspek-aspek tertentu dari identitas gender mereka kepada orang lain.

Fungsi kedua, bahasa sebagai media untuk mereproduksi stereotip gender. Bahasa dapat memperkuat stereotip gender dengan cara mempromosikan atau mengukuhkan harapan sosial tentang bagaimana pria dan wanita seharusnya berbicara atau bertindak. Contohnya, stereotype bahwa wanita harus lebih sopan atau bahwa pria harus lebih dominan dalam komunikasi.

Fungsi ketiga, bahasa sebagai peneguh kekuasaan gender. Penggunaan bahasa yang berbeda antara gender dapat mencerminkan dan mempertahankan hierarki kekuasaan gender dalam masyarakat. Misalnya, bahasa yang lebih dominan atau lebih formal sering kali dikaitkan dengan penguasaan atau kekuasaan dalam konteks sosial tertentu.

Fungsi keempat, bahasa sebagai pelembutan norma-normagender. Sebaliknya, bahasa juga dapat digunakan untuk menantang atau melunakkan norma-norma gender yang ada. Misalnya, penggunaan bahasa yang inklusif secara gender (seperti penggunaan kata ganti yang netral gender) dapat mempromosikan kesetaraan gender dan kesadaran akan variasi gender.

Fungsi kelima, bahasa sebagai media komunikasi tentang pengalaman gender. Bahasa memungkinkan individu untuk menyampaikan pengalaman mereka tentang gender, termasuk tantangan, diskriminasi, atau pengalaman positif yang berkaitan dengan identitas gender mereka. Ini dapa tmemfasilitasi solidaritas sosial dan dukungan dalam komunitas gender.

Fungsi keenam, bahasa sebagai alat perubahan sosial. Bahasa juga dapat digunakan sebagai alat untuk merancang perubahan sosial terkait dengan isu-isu gender. Misalnya, kampanye bahasa yang disengaja dapat mempengaruhi persepsi dan sikap masyarakat terhadap sadar gender dan kesetaraan gender.

Melalui pemahaman terhadap fungsi-fungsi tersebut, studi bahasa dan gender mencoba memaparkan kompleksitas hubungan antara bahasa dan kehidupan sosial, sertabagaimana bahasa berkontribusi terhadap pembentukan identitas, kekuasaan, dan perubahan sosial dalam konteks gender.

Konsep bahasa dan gender memainkan peran penting dalam memahami interaksi sosial dan struktur masyarakat. Terdapatbeberapa poin penting terkait  hubungan antara bahasa dan gender dalam konteks sosial.

Pertama, pemakaian bahasa berdasarkan gender. Dalam banyak masyarakat, terdapat norma-norma sosial yang mengatur bagaimana pria dan wanita seharusnya menggunakan bahasa. Hal ini dapat mencakup penggunaankata-kata, frase, gaya bahasa, intonasi, dan sebagainya. Contohnya, dalam beberapa budaya, pria mungkin cenderung menggunakan bahasa yang lebih kasar atau berorientasi pada topik tertentu, sedangkan wanita mungkin menggunakan bahasa yang lebih sopan atau mengutamakan topik-topik tertentu.

Kedua, persepsi dan stereotip. Sosiolinguistik mempelajari persepsi dan stereotip yang terkait dengan cara pria dan wanita berbicara. Misalnya, stereotip bahwa wanita cenderung lebih sopan dalam bahasa mereka atau bahwa pria lebih suka menggunakan bahasa yang langsung dan tegas.

Ketiga, bahasa sebagai identitas gender. Cara seseorang menggunakan bahasa seringkali merupakan bagian dari identitas gender mereka. Individu mungkin sadar atau tidak sadar mengikuti pola bahasa tertentu yang dianggap sesuai dengan identitas gender mereka.

Keempat, sosialisasi gender. Proses sosialisasi dalam masyarakat memainkan peran besar dalam pembentukan gaya bahasa yang berbeda antara pria dan wanita. Anak-anak diajarkan untuk mengadopsi norma-norma sosial tertentu sehubungan dengan penggunaan bahasa berdasarkan jenis kelamin mereka.

Kelima, pengaruh perubahan sosial. Seiring dengan perubahan sosial, norma-norma seputar bahasa dan gender juga dapat berubah. Misalnya, gerakan kesetaraan gender dapat mempengaruhi cara orang berbicara dan masyarakat mulai menerima variasi dalam cara menggunakan bahasa tanpa mengikuti stereotip gender.

Keenam, linguistik kritis dan kekuasaan. Beberapa pendekatan dalam sosiolinguistik, seperti linguistik kritis, menyoroti bagaimana bahasa digunakan untuk mempertahankan atau menantang hierarki kekuasaan gender dalam masyarakat. Ini dapat mencakup studi tentang bagaimana bahasa mempengaruhi persepsi terhadap gender dan bagaimana penguasaan bahasa dapat memberikan keuntungan atau kerugian dalam konteks sosial dan ekonomi.

Dengan memperhatikan hubungan yang kompleks antara bahasa dan gender, dapat dilihat wawasan yang mendalam tentang bagaimana pola bahasa mencerminkan dan membentuk struktur sosial, termasuk hubungan kekuasaan dan identitas sosial. Melalui pemahaman terhadap fungsi-fungsi ini, dapat dilihat bagaimana bahasa dan gender membuka jendela pada kompleksitas hubungan antara bahasadan kehidupan sosial, serta bagaimana bahasa berkontribusi terhadap pembentukan identitas, kekuasaan, dan perubahan sosial dalam konteks gender.

]]>
Pemakaian Bahasa dalam Perspektif Gender

Oleh: Bea Anggraini*


FUNGSI bahasa mencakup berbagai peran penting dalam kehidupan manusia dan interaksi sosial. Beberapa fungsi utama bahasa  adalah alat untuk berkomunikasi dalam menyampaikan ide, gagasan, informasi, emosi, dan keinginan kepada orang lain; sebagai alat ekspresi identitas diri; sebagai pengatur perilaku sosial dan norma-norma dalam masyarakat; alat untuk mengajar dan mempelajari pengetahuan; sebagai pengembangan dan penyebaran budaya dari generasi kegenerasi; sebagai perekam dan pelestari sejarah, baik secaralisan maupun tertulis; sebagai media berkreasi dan berekspresiseni; sebagai media berkoordinasi dan bekerjasama; sebagai media untuk mempengaruhi dan mempersuasi; sebagai media untuk mengungkapkan pemikiran dan penalaran. Fungsi-fungsi ini menunjukkan betapa pentingnya bahasa dalam kehidupan manusia secara keseluruhan, baik dalam konteks individu, kelompok, maupun masyarakat secara luas.

Hal ini juga terjadi dalam perspektif gender. Dalam perspektif gender, bahasa tidak hanya berfungsi sebagai alat komunikasi, tetapi juga sebagai sarana untuk mempertahankan, mereproduksi, atau menantang struktur kekuasaan dan norma-norma sosial yang berkaitan dengan gender. Berikut adalah beberapa fungsi bahasa dalam perspektif gender.

Fungsi pertama sebagai pengkodean identitas gender. Bahasa membantu individu untuk mengartikulasikan dan menyatakan identitas gender mereka. Cara seseorang menggunakan bahasa, termasuk pilihan kata, gaya bicara, intonasi, dan penggunaan bahasa tubuh, dapat mengkomunikasikan aspek-aspek tertentu dari identitas gender mereka kepada orang lain.

Fungsi kedua, bahasa sebagai media untuk mereproduksi stereotip gender. Bahasa dapat memperkuat stereotip gender dengan cara mempromosikan atau mengukuhkan harapan sosial tentang bagaimana pria dan wanita seharusnya berbicara atau bertindak. Contohnya, stereotype bahwa wanita harus lebih sopan atau bahwa pria harus lebih dominan dalam komunikasi.

Fungsi ketiga, bahasa sebagai peneguh kekuasaan gender. Penggunaan bahasa yang berbeda antara gender dapat mencerminkan dan mempertahankan hierarki kekuasaan gender dalam masyarakat. Misalnya, bahasa yang lebih dominan atau lebih formal sering kali dikaitkan dengan penguasaan atau kekuasaan dalam konteks sosial tertentu.

Fungsi keempat, bahasa sebagai pelembutan norma-normagender. Sebaliknya, bahasa juga dapat digunakan untuk menantang atau melunakkan norma-norma gender yang ada. Misalnya, penggunaan bahasa yang inklusif secara gender (seperti penggunaan kata ganti yang netral gender) dapat mempromosikan kesetaraan gender dan kesadaran akan variasi gender.

Fungsi kelima, bahasa sebagai media komunikasi tentang pengalaman gender. Bahasa memungkinkan individu untuk menyampaikan pengalaman mereka tentang gender, termasuk tantangan, diskriminasi, atau pengalaman positif yang berkaitan dengan identitas gender mereka. Ini dapa tmemfasilitasi solidaritas sosial dan dukungan dalam komunitas gender.

Fungsi keenam, bahasa sebagai alat perubahan sosial. Bahasa juga dapat digunakan sebagai alat untuk merancang perubahan sosial terkait dengan isu-isu gender. Misalnya, kampanye bahasa yang disengaja dapat mempengaruhi persepsi dan sikap masyarakat terhadap sadar gender dan kesetaraan gender.

Melalui pemahaman terhadap fungsi-fungsi tersebut, studi bahasa dan gender mencoba memaparkan kompleksitas hubungan antara bahasa dan kehidupan sosial, sertabagaimana bahasa berkontribusi terhadap pembentukan identitas, kekuasaan, dan perubahan sosial dalam konteks gender.

Konsep bahasa dan gender memainkan peran penting dalam memahami interaksi sosial dan struktur masyarakat. Terdapatbeberapa poin penting terkait  hubungan antara bahasa dan gender dalam konteks sosial.

Pertama, pemakaian bahasa berdasarkan gender. Dalam banyak masyarakat, terdapat norma-norma sosial yang mengatur bagaimana pria dan wanita seharusnya menggunakan bahasa. Hal ini dapat mencakup penggunaankata-kata, frase, gaya bahasa, intonasi, dan sebagainya. Contohnya, dalam beberapa budaya, pria mungkin cenderung menggunakan bahasa yang lebih kasar atau berorientasi pada topik tertentu, sedangkan wanita mungkin menggunakan bahasa yang lebih sopan atau mengutamakan topik-topik tertentu.

Kedua, persepsi dan stereotip. Sosiolinguistik mempelajari persepsi dan stereotip yang terkait dengan cara pria dan wanita berbicara. Misalnya, stereotip bahwa wanita cenderung lebih sopan dalam bahasa mereka atau bahwa pria lebih suka menggunakan bahasa yang langsung dan tegas.

Ketiga, bahasa sebagai identitas gender. Cara seseorang menggunakan bahasa seringkali merupakan bagian dari identitas gender mereka. Individu mungkin sadar atau tidak sadar mengikuti pola bahasa tertentu yang dianggap sesuai dengan identitas gender mereka.

Keempat, sosialisasi gender. Proses sosialisasi dalam masyarakat memainkan peran besar dalam pembentukan gaya bahasa yang berbeda antara pria dan wanita. Anak-anak diajarkan untuk mengadopsi norma-norma sosial tertentu sehubungan dengan penggunaan bahasa berdasarkan jenis kelamin mereka.

Kelima, pengaruh perubahan sosial. Seiring dengan perubahan sosial, norma-norma seputar bahasa dan gender juga dapat berubah. Misalnya, gerakan kesetaraan gender dapat mempengaruhi cara orang berbicara dan masyarakat mulai menerima variasi dalam cara menggunakan bahasa tanpa mengikuti stereotip gender.

Keenam, linguistik kritis dan kekuasaan. Beberapa pendekatan dalam sosiolinguistik, seperti linguistik kritis, menyoroti bagaimana bahasa digunakan untuk mempertahankan atau menantang hierarki kekuasaan gender dalam masyarakat. Ini dapat mencakup studi tentang bagaimana bahasa mempengaruhi persepsi terhadap gender dan bagaimana penguasaan bahasa dapat memberikan keuntungan atau kerugian dalam konteks sosial dan ekonomi.

Dengan memperhatikan hubungan yang kompleks antara bahasa dan gender, dapat dilihat wawasan yang mendalam tentang bagaimana pola bahasa mencerminkan dan membentuk struktur sosial, termasuk hubungan kekuasaan dan identitas sosial. Melalui pemahaman terhadap fungsi-fungsi ini, dapat dilihat bagaimana bahasa dan gender membuka jendela pada kompleksitas hubungan antara bahasadan kehidupan sosial, serta bagaimana bahasa berkontribusi terhadap pembentukan identitas, kekuasaan, dan perubahan sosial dalam konteks gender.

]]>
https://jatim.beritabaru.co/pemakaian-bahasa-dalam-perspektif-gender/feed/ 0 https://jatim.beritabaru.co/wp-content/uploads/sites/6/2024/06/fbb65ae4-2dc4-46cb-b46f-c581d86c4f60-300x234.jpeg
Mengapa Harus Cak Thoriq Lagi? https://jatim.beritabaru.co/mengapa-harus-cak-thoriq-lagi/ https://jatim.beritabaru.co/mengapa-harus-cak-thoriq-lagi/#respond Wed, 05 Jun 2024 00:29:39 +0000 https://jatim.beritabaru.co/?p=114875 Mengapa Harus Cak Thoriq Lagi?

Oleh: Syamsudin Nabilah*


TAHUN 2024 Kabupaten Lumajang punya gawe besar, pemilihan kepala daerah. Aromanya sudah tercium lama, meskipun yang muncul dan benar-benar sudah mendapatkan rekom untuk maju sebagai calon bupati hanya Cak Thoriq (CT), Bupati Lumajang periode 2018 –2023. CT sudah mengantongi rekom dari DPP PKB, sementara Bunda Indah direkom oleh DPC Partai Gerindra Lumajang. Sedangkan tokoh lainnya masih belum jelas.

Dalam pilkada Lumajang 2024, aksi dukung mendukung bermunculan dengan beragam bentuk dan cara. Ada yang frontal, biasa-biasa saja, ada juga yang silent. Pendukung yang frontal biasanya tanpa tedeng aling-aling menyampaikan dukungannya. Bahkan terkadang offside menggunakan “politik belah bambu”.

Bagaimana Politik belah bambu? Bambu yang berada di bawah diinjak bambu bagian atas diangkat. Calon lain diserang habis-habisan calon jagoannya disanjung mati-matian. Mereka cenderung ofensif dan agresif, bahkan kebablasan melakukan character assination (pembununan karakter) dan black compaign (kampanye hitam) terhadap sang rival. Golongan pendukung gaya ini lebih sulit diajak berdialog karena terlalu cinta (buta) terhadap calonnya dan cenderung tidak mampu mengendalikan emosi dalam setiap perdebatan menyangkut pilkada.

Sementara  kelompok pendukung yang biasa-biasa saja tidak pernah menjelekkan calon lain, apalagi sampai melakukan gerakan “pembusukan”. Sedangkan yang memberikan dukungan secara diam-diam (silent) tidak banyak tingkah, cenderung pasif. Kalaupun harus melakukan kampanye, kampanyenya hanya bisik-bisik seperti bisik bisik tetangga. Kedua kelompok pendukung terakhir yang disebutkan ini cenderung menggunakan nalar warasnya untuk menentukan pilihannya.

Mengapa Harus Cak Memilih Thoriq Lagi Pada Pilkada 2024? Judul tulisan ini cukup simpel meskipun tidak sesimpel menyelesaikan setiap problem yang muncul di masyarakat saat CT memimpin Lumajang selama 5 tahun karena saking kompleksnya persoalan yang muncul.

Sekedar mengingatkan, Cag-ceg merupakan jargon yang menjadi andalan kampanye CT lima tahun lalu. Dengan slogan ini CT melakukan gerakan cepat dan tepat. Taktis dan praktis. Tidak bertele-tele. Semuanya dilakukan dengan pertimbangan matang dan cepat dalam setiap keputusan yang diambil, meskipun keputusannya terkadang dianggap merugikan dirinya sendiri (tidak populer), kontroversial, dan banyak ditentang oleh pihak yang anti CT, terutama setelah Ia ditetapkan sebagai Bupati Lumajang periode 2018 -2023.

Inilah alasan pertama mengapa CT harus didorong, diperjuangkan, dan didukung untuk menjadi Bupati Lumajang kedua kalinya. CT memilih tidak peduli dirinya tidak populis atas kebijakannya yang kontroversial. Tidak peduli diopinikan dan dinarasikan sebagai bupati yang keras (sebenarnya tegas bukan keras). Padahal, langkah, tindakan, dan kebijakan yang diambil CT merupakan strategi untuk mengurai problematika yang terjadi di Lumajang. Ia harus turun langsung ke TKP (tempat kejadian perkara) agar segera semuanya terselesaikan. Selanjutnya, kepala dinas lah yang menindak lanjuti. Mengingat, Lumajang saat itu perlu penangangan extraodinary, terutama masalah pertambangan, jalan rusak, dan lainnya.

Alasan kedua mengapa harus memilih CT lagi untuk memimpin Lumajang karena CT masih muda dan energik. Pemimpin yang sehat dan kuat itu dapat menjalankan tugas dan kewajibannya dengan baik, baik urusan pribadinya, keluarganya maupun bangsa dan negara. Pun sebaliknya. Rasulullah saw bersabda, "Mukmin yang kuat lebih baik dan lebih dicintai oleh Allah dari mukmin yang lemah dari mukmin yang lemah." (HR. Muslim).

Alasan ketiga, CT merupakan seorang santri yang dekat dengan para ulama/ kiai dan Insya Allah termasuk santri yang taat beragama. Memilih pemimpin yang taat beragama sangat dianjurkan oleh Islam, bahkan menjadi syarat utama. Begitu pentingnya syarat ini sehingga para ulama sepakat mengatakan, bahwa di antara syarat utama menjadi pemimpin adalah seorang muslim dan taat beragama.

Maka tidak perlu heran dan tidak perlu dinarasikanpencitraan manakala CT sowan ke kiai-kiai dan mendatangi para ulama. Kedekatan dengan ulama/ kiai sudah menjadi kebiasaan sejak lama. Sowan ke para kiai tidak hanya dilakukan menjelang pilkada. Sebelum pilkada tradisi sowan atau silaturrahmi ke kiai/ ulama sudah CT lakukan. Beda ceritanya bila silaturrohim ke para kiai/ ulama dilakukan oleh calon bupati wakil bupati hanya saat menghadapi pemilu, padahal mereka sebelumnya jarang sowan.

Alasan keempat, CT seorang pemimpin yang mampu menjadi imam dan khatib. Ini kriteria berdasarkan tinjauan sejarah. Sebagai contoh dalam sejarah, setelah wafatnya Rasulullah SAW, para sahabat sepakat mengangkat Abu Bakar RA sebagai pemimpin. Alasannya, selain beliau taat beragama, beliau juga pernah ditunjuk oleh Rasul SAW sebagai imam shalat. Beliau mampun menjadi imam dan khatib.

Disebutkan dalam sebuah hadits dari Ali bin Abi Thalib RA yang berkata, Ketika Nabi wafat, kami berpikir tentang urusan kami ke depan, lalu kami jumpai bahwa Nabi telah mengangkat Abu Bakar sebagai imam shalat kami, akhirnya kami relakan urusan dunia kami, dipimpin oleh seseorang yang diridhai oleh Rasulullah SAW memimpin urusan agama kami. Karena itu, kami utamakan Abu Bakar sebagai pemimpin kami." (HR. Ibnu Sa'ad dalam at-Thabaqaat al-Kubraa).

Alasan kelima, CT salah seorang pemimpin yang berilmu dan cerdas. Ini kriteria berdasarkan tinjauan intelektual. Jika seorang pemimpin kurang pintar akan mudah ditipu oleh orang jahat untuk kepentingannya. CT menuntaskan pendidikannya hingga gelar doktor. Saat di kampus CT menjadi aktivis mahasiswa, menjadi Ketua BEM, menjadi anggota DPRD Jawa Timur dan terpilih sebagai Bupati Lumajang periode 2018  2024. Artinya, secara keilmuan, kecerdasan, dan pengalaman CT sudah memenuhi syarat sebagai seorang pemimpin. Sayangnya, meskipun ada anjuran dan ajaran Islam agar memilih pemimpin yang cerdas dan berilmu, masih muncul narasi-narasi apatis bahwa seorang pemimpin tidak perlu yang cerdas. Heran dan terdengar agak lucu, memang.  

Alasan keenam mengapa harus memilih CT lagi sebagai Bupati Lumajang karena program janji politiknya sudah banyak dirasakan oleh rakyat. Contoh, jalan rusak sudah banyak diperbaiki, persalinan gratis untuk ibu-ibu hamil sudah direalisasikan, santunan kematian untuk keluarga duka sudah diwujudkan, adanya seragam sekolah gratis, perjuangan untuk para guru MADIN, guru ngaji, guru non NIP, beasiswa kuliah di perguruan tinggi negeri untuk siswa berprestasi, PAD dari sektor bahan galian c (pasir) naik drastis, adanya jalan khusus untuk angkutan pasir sehingga tidak lagi melewati jalan depan rumah penduduk.

Belum lagi berbagai penghargaan ditorehkan Lumajang dibawah kepemimpinan CT.  Salah satu contoh Lumajang meraih penghargaan inovasi di bidang kesehatan dalam acara Indonesia Healthcare Forum (IndoHCF) Innovatioan Awards III Tahun 2019, di Ice BSD City, Tangerang.

Inovasi yang mendapatkan penghargaan adalah Gebrakan Pegelaran aksi Bersama Sekolah Sehat Asri (Pagi Berseri) dari Puskesmas Randuagung yang berhasil memperoleh penghargaan Platinum Award dalam kategori bidangnya Inovasi Gerakan Masyarakat Hidup Sehat (Germas) dan Program Upaya Kesehatan Masyarakat (UKM).

Kemudian masalah stunting, berdasarkan data e-PPGBM, angka stunting di Kabupaten Lumajang menurun secara konsisten. Disebutkan, pada 2020, angka stunting mencapai 10,63 persen, kemudian turun menjadi 6,6 persen pada 2021, 6,3 persen pada 2022, dan mencapai 5,3 persen pada 2023.

Sementara itu, versi SSGI yang digunakan secara nasional juga mencatat penurunan yang positifmeskipun setelah tahun 2023 kembali naik. Pada 2021angka stunting mencapai 34,01 persen, lalu turun menjadi 23,08 persen pada 2022 dan akhir 2023menjadi sekitar 29 persen (infopublik.id).

Di bidang pendidikan, Kabupaten Lumajang terus berupaya memperbaiki kualitas pendidikan masyarakat. Salah satunya melalui Gerakan Membangun Pendidikan Kesetaraan Desa (Gempita Desa) yang pada tahun 2023 berhasil mewisuda 2 ribu warga belajar mulai dari Kejar Paket A, B dan C.Walaupun soal IPM (indeks pembangunan manusia)masih tertinggal dengan kabupaten lain dan menjadi catatan tersendiri untuk dicarikan solusi tahun 2024 bersama CT.

Selain itu, sejak kepemimpinan CT, image Lumajang yang sebelumnya negatif bergeser ke arah positif. Dulunya orang mengenal Lumajang dengan aksi kriminalitasnya perlahan-lahan mulai berubah dan mulai hilang. Sebelumnya muncul image bahwa Lumajang penuh dengan aksi premanisme, maka sejak CT memimpin kota ini image tersebut berubah cukup signifikan. Masyarakat lebih banyak bicara tentang potensi yang dimiliki Lumajang.

Kini, setelah ditinggal CT, berbagai persoalan muncul lagi. Mulai dari masalah pertambangan yang silang sengkarut seperti benang kusut sulit terurai dan diurai, kebijakan dan program prorakyat semasa CT samar-samar mulai hilang/ ditiadakan dengan berbagai alasan dan pertimbangan. Misalnya seragam gratis bagi siswa siswi, gaji non NIP, santunan kematian bagi keluarga duka, dan kebijakan prorakyat lainnya.  

Jujur harus kita akui, sudah banyak kemajuan dibawah kepemimpinan CT, meskipun ada juga program yang sudah direncanakan secara matang tapi belum bisa dilaksanakan karena berbagai kondisi. Itu lumrah dan bisa diselesaikan untuk periode kedua. Semoga.


Penulis: Alumni Ponpes Annuqayah, Guluk-guluk Sumenep*]]>
Mengapa Harus Cak Thoriq Lagi?

Oleh: Syamsudin Nabilah*


TAHUN 2024 Kabupaten Lumajang punya gawe besar, pemilihan kepala daerah. Aromanya sudah tercium lama, meskipun yang muncul dan benar-benar sudah mendapatkan rekom untuk maju sebagai calon bupati hanya Cak Thoriq (CT), Bupati Lumajang periode 2018 –2023. CT sudah mengantongi rekom dari DPP PKB, sementara Bunda Indah direkom oleh DPC Partai Gerindra Lumajang. Sedangkan tokoh lainnya masih belum jelas.

Dalam pilkada Lumajang 2024, aksi dukung mendukung bermunculan dengan beragam bentuk dan cara. Ada yang frontal, biasa-biasa saja, ada juga yang silent. Pendukung yang frontal biasanya tanpa tedeng aling-aling menyampaikan dukungannya. Bahkan terkadang offside menggunakan “politik belah bambu”.

Bagaimana Politik belah bambu? Bambu yang berada di bawah diinjak bambu bagian atas diangkat. Calon lain diserang habis-habisan calon jagoannya disanjung mati-matian. Mereka cenderung ofensif dan agresif, bahkan kebablasan melakukan character assination (pembununan karakter) dan black compaign (kampanye hitam) terhadap sang rival. Golongan pendukung gaya ini lebih sulit diajak berdialog karena terlalu cinta (buta) terhadap calonnya dan cenderung tidak mampu mengendalikan emosi dalam setiap perdebatan menyangkut pilkada.

Sementara  kelompok pendukung yang biasa-biasa saja tidak pernah menjelekkan calon lain, apalagi sampai melakukan gerakan “pembusukan”. Sedangkan yang memberikan dukungan secara diam-diam (silent) tidak banyak tingkah, cenderung pasif. Kalaupun harus melakukan kampanye, kampanyenya hanya bisik-bisik seperti bisik bisik tetangga. Kedua kelompok pendukung terakhir yang disebutkan ini cenderung menggunakan nalar warasnya untuk menentukan pilihannya.

Mengapa Harus Cak Memilih Thoriq Lagi Pada Pilkada 2024? Judul tulisan ini cukup simpel meskipun tidak sesimpel menyelesaikan setiap problem yang muncul di masyarakat saat CT memimpin Lumajang selama 5 tahun karena saking kompleksnya persoalan yang muncul.

Sekedar mengingatkan, Cag-ceg merupakan jargon yang menjadi andalan kampanye CT lima tahun lalu. Dengan slogan ini CT melakukan gerakan cepat dan tepat. Taktis dan praktis. Tidak bertele-tele. Semuanya dilakukan dengan pertimbangan matang dan cepat dalam setiap keputusan yang diambil, meskipun keputusannya terkadang dianggap merugikan dirinya sendiri (tidak populer), kontroversial, dan banyak ditentang oleh pihak yang anti CT, terutama setelah Ia ditetapkan sebagai Bupati Lumajang periode 2018 -2023.

Inilah alasan pertama mengapa CT harus didorong, diperjuangkan, dan didukung untuk menjadi Bupati Lumajang kedua kalinya. CT memilih tidak peduli dirinya tidak populis atas kebijakannya yang kontroversial. Tidak peduli diopinikan dan dinarasikan sebagai bupati yang keras (sebenarnya tegas bukan keras). Padahal, langkah, tindakan, dan kebijakan yang diambil CT merupakan strategi untuk mengurai problematika yang terjadi di Lumajang. Ia harus turun langsung ke TKP (tempat kejadian perkara) agar segera semuanya terselesaikan. Selanjutnya, kepala dinas lah yang menindak lanjuti. Mengingat, Lumajang saat itu perlu penangangan extraodinary, terutama masalah pertambangan, jalan rusak, dan lainnya.

Alasan kedua mengapa harus memilih CT lagi untuk memimpin Lumajang karena CT masih muda dan energik. Pemimpin yang sehat dan kuat itu dapat menjalankan tugas dan kewajibannya dengan baik, baik urusan pribadinya, keluarganya maupun bangsa dan negara. Pun sebaliknya. Rasulullah saw bersabda, "Mukmin yang kuat lebih baik dan lebih dicintai oleh Allah dari mukmin yang lemah dari mukmin yang lemah." (HR. Muslim).

Alasan ketiga, CT merupakan seorang santri yang dekat dengan para ulama/ kiai dan Insya Allah termasuk santri yang taat beragama. Memilih pemimpin yang taat beragama sangat dianjurkan oleh Islam, bahkan menjadi syarat utama. Begitu pentingnya syarat ini sehingga para ulama sepakat mengatakan, bahwa di antara syarat utama menjadi pemimpin adalah seorang muslim dan taat beragama.

Maka tidak perlu heran dan tidak perlu dinarasikanpencitraan manakala CT sowan ke kiai-kiai dan mendatangi para ulama. Kedekatan dengan ulama/ kiai sudah menjadi kebiasaan sejak lama. Sowan ke para kiai tidak hanya dilakukan menjelang pilkada. Sebelum pilkada tradisi sowan atau silaturrahmi ke kiai/ ulama sudah CT lakukan. Beda ceritanya bila silaturrohim ke para kiai/ ulama dilakukan oleh calon bupati wakil bupati hanya saat menghadapi pemilu, padahal mereka sebelumnya jarang sowan.

Alasan keempat, CT seorang pemimpin yang mampu menjadi imam dan khatib. Ini kriteria berdasarkan tinjauan sejarah. Sebagai contoh dalam sejarah, setelah wafatnya Rasulullah SAW, para sahabat sepakat mengangkat Abu Bakar RA sebagai pemimpin. Alasannya, selain beliau taat beragama, beliau juga pernah ditunjuk oleh Rasul SAW sebagai imam shalat. Beliau mampun menjadi imam dan khatib.

Disebutkan dalam sebuah hadits dari Ali bin Abi Thalib RA yang berkata, Ketika Nabi wafat, kami berpikir tentang urusan kami ke depan, lalu kami jumpai bahwa Nabi telah mengangkat Abu Bakar sebagai imam shalat kami, akhirnya kami relakan urusan dunia kami, dipimpin oleh seseorang yang diridhai oleh Rasulullah SAW memimpin urusan agama kami. Karena itu, kami utamakan Abu Bakar sebagai pemimpin kami." (HR. Ibnu Sa'ad dalam at-Thabaqaat al-Kubraa).

Alasan kelima, CT salah seorang pemimpin yang berilmu dan cerdas. Ini kriteria berdasarkan tinjauan intelektual. Jika seorang pemimpin kurang pintar akan mudah ditipu oleh orang jahat untuk kepentingannya. CT menuntaskan pendidikannya hingga gelar doktor. Saat di kampus CT menjadi aktivis mahasiswa, menjadi Ketua BEM, menjadi anggota DPRD Jawa Timur dan terpilih sebagai Bupati Lumajang periode 2018  2024. Artinya, secara keilmuan, kecerdasan, dan pengalaman CT sudah memenuhi syarat sebagai seorang pemimpin. Sayangnya, meskipun ada anjuran dan ajaran Islam agar memilih pemimpin yang cerdas dan berilmu, masih muncul narasi-narasi apatis bahwa seorang pemimpin tidak perlu yang cerdas. Heran dan terdengar agak lucu, memang.  

Alasan keenam mengapa harus memilih CT lagi sebagai Bupati Lumajang karena program janji politiknya sudah banyak dirasakan oleh rakyat. Contoh, jalan rusak sudah banyak diperbaiki, persalinan gratis untuk ibu-ibu hamil sudah direalisasikan, santunan kematian untuk keluarga duka sudah diwujudkan, adanya seragam sekolah gratis, perjuangan untuk para guru MADIN, guru ngaji, guru non NIP, beasiswa kuliah di perguruan tinggi negeri untuk siswa berprestasi, PAD dari sektor bahan galian c (pasir) naik drastis, adanya jalan khusus untuk angkutan pasir sehingga tidak lagi melewati jalan depan rumah penduduk.

Belum lagi berbagai penghargaan ditorehkan Lumajang dibawah kepemimpinan CT.  Salah satu contoh Lumajang meraih penghargaan inovasi di bidang kesehatan dalam acara Indonesia Healthcare Forum (IndoHCF) Innovatioan Awards III Tahun 2019, di Ice BSD City, Tangerang.

Inovasi yang mendapatkan penghargaan adalah Gebrakan Pegelaran aksi Bersama Sekolah Sehat Asri (Pagi Berseri) dari Puskesmas Randuagung yang berhasil memperoleh penghargaan Platinum Award dalam kategori bidangnya Inovasi Gerakan Masyarakat Hidup Sehat (Germas) dan Program Upaya Kesehatan Masyarakat (UKM).

Kemudian masalah stunting, berdasarkan data e-PPGBM, angka stunting di Kabupaten Lumajang menurun secara konsisten. Disebutkan, pada 2020, angka stunting mencapai 10,63 persen, kemudian turun menjadi 6,6 persen pada 2021, 6,3 persen pada 2022, dan mencapai 5,3 persen pada 2023.

Sementara itu, versi SSGI yang digunakan secara nasional juga mencatat penurunan yang positifmeskipun setelah tahun 2023 kembali naik. Pada 2021angka stunting mencapai 34,01 persen, lalu turun menjadi 23,08 persen pada 2022 dan akhir 2023menjadi sekitar 29 persen (infopublik.id).

Di bidang pendidikan, Kabupaten Lumajang terus berupaya memperbaiki kualitas pendidikan masyarakat. Salah satunya melalui Gerakan Membangun Pendidikan Kesetaraan Desa (Gempita Desa) yang pada tahun 2023 berhasil mewisuda 2 ribu warga belajar mulai dari Kejar Paket A, B dan C.Walaupun soal IPM (indeks pembangunan manusia)masih tertinggal dengan kabupaten lain dan menjadi catatan tersendiri untuk dicarikan solusi tahun 2024 bersama CT.

Selain itu, sejak kepemimpinan CT, image Lumajang yang sebelumnya negatif bergeser ke arah positif. Dulunya orang mengenal Lumajang dengan aksi kriminalitasnya perlahan-lahan mulai berubah dan mulai hilang. Sebelumnya muncul image bahwa Lumajang penuh dengan aksi premanisme, maka sejak CT memimpin kota ini image tersebut berubah cukup signifikan. Masyarakat lebih banyak bicara tentang potensi yang dimiliki Lumajang.

Kini, setelah ditinggal CT, berbagai persoalan muncul lagi. Mulai dari masalah pertambangan yang silang sengkarut seperti benang kusut sulit terurai dan diurai, kebijakan dan program prorakyat semasa CT samar-samar mulai hilang/ ditiadakan dengan berbagai alasan dan pertimbangan. Misalnya seragam gratis bagi siswa siswi, gaji non NIP, santunan kematian bagi keluarga duka, dan kebijakan prorakyat lainnya.  

Jujur harus kita akui, sudah banyak kemajuan dibawah kepemimpinan CT, meskipun ada juga program yang sudah direncanakan secara matang tapi belum bisa dilaksanakan karena berbagai kondisi. Itu lumrah dan bisa diselesaikan untuk periode kedua. Semoga.


Penulis: Alumni Ponpes Annuqayah, Guluk-guluk Sumenep*]]>
https://jatim.beritabaru.co/mengapa-harus-cak-thoriq-lagi/feed/ 0 https://jatim.beritabaru.co/wp-content/uploads/sites/6/2024/06/92f87d01-968d-4ee3-9afc-59c71ca803ab-300x235.jpeg
Ekonomi Politik dan Pembangunan Era Jokowi, Meroket atau Meleset? https://jatim.beritabaru.co/ekonomi-politik-dan-pembangunan-era-jokowi-meroket-atau-meleset/ https://jatim.beritabaru.co/ekonomi-politik-dan-pembangunan-era-jokowi-meroket-atau-meleset/#respond Sun, 28 Apr 2024 13:09:47 +0000 https://jatim.beritabaru.co/?p=114098 Ekonomi Politik dan Pembangunan Era Jokowi, Meroket atau Meleset?

oleh: Ghassan Tsaqafi Hanif
Kondisi ekonomi dunia yang saat ini tengah menjadi sorotan setelah badai krisis yang menerpa Eropa, hal ini akan memberikan dampak yang tidak kecil kepada Indonesia, namun Indonesia dipercaya akan mampu terus maju jika sanggup fokus pada pemberdayaan produk-produk domestik dan terus melakukan pembangunan infrastruktur berkualitas sehingga Indonesia akan dapat melakukan pemerataan kesejahteraan rakyatnya. Pesta Demokrasi Pilpres telah digelar, namun sejumlah kritik dan saran sudah banyak disampaikan bagi Capres. Mulai dari mantan Menteri Perekonomian, Rizal Ramli hingga Ekonom Senior Indef, Faisal Basri menggaris bawahi agar kedepan laju pertumbuhan ekonomi yang stagnan di 5 % untuk tidak diwariskan. Strategi-strategi yang telah dilakukan Presiden Jokowi saat ini dirasa sangat tidak bijak, apalagi dilakukan oleh seorang kepala negara. Dimana kebijakan yang kerap kari dilakukannya sering kali membuat blunder, naasnya masyarakat tetap diharuskan untuk berfikir secara waras. Seperti dalam 10 tahun terakhir, nilai rupiah sengaja dibuat lemah oleh Pemerintah. Alasannya tentu agar daya saing produk bisa membaik, bukannya meningkatkan produktivitas, kualitas produk, Pemerintah justru memilih untuk melemahkan rupiah. Tenaga kerja diobral murah, hingga izin lingkungan bisa diberikan secara mudah bagi siapapun yang menguntungkan. Lantas siapa yang diuntungkan dari proses pelemahan ini? Sudah sangat jelas para penguasa atau pengusaha eksportir minyak sawit, batubara, nikel, dan tambang lainnya, mereka sangat berbahagia. Kemudian, mengenai ekspor dan impor. Sejak awal Pemerintahan Jokowi selalu menggaungkan kampanye stop impor, tapi beberapa tahun terakhir tabiat impor Pemerintah sangat luar biasa. Bahkan dari ujung ke ujung bahan baku yang saat ini ada di dapur kita, mayoritas adalah bahan impor. Diantara banyak kebijakan blunder tersebut antara lain yaitu, mengangkat anaknya menjadi cawapres dengan menciderai konstitusi, subsidi mobil listrik yang memangkas subsidi pupuk, 4 tahun gaji PNS yang tidak dinaikkan, Rasio utang terhadap PDB dalam KEM PPKF 2024 ditargetkan sebesar 38,07-38,97% yang kemudian kini rasio utang terhadap PDB sudah tembus 39,17%, Pembangunan IKN yang tidak jelas dan masih banyak yg lainnya. Dalam hal ini kita dapat mencoba menganalisis terkait Teori Pilihan Rasional Presiden Jokowi dalam membuat suatu kebijakan. Dalam hal ini ada 3 model yang dapat kita pakai diantaranya adalah model Principal Agent, kedua Aksi Tersembunyi dan ketiga Informasi Tersembunyi. Dalam model Principal agent disini dapat dilihat adanya ketidak seimbangan Jokowi dengan Partai yang telah mengusungnya selama ini yaitu PDI-P dimana hal ini sangat menjadi konflik kepentingan antar keduanya. Terlihat Jokowi (agent) memiliki insentif tersendiri yang tidak disetujui oleh partai yang menyebabkan konflik kepentingan antar Jokowi dan partai. Kedua adalah Aksi tersembunyi yang dilakukan untuk meloloskan anak kandungnya menjadi seorang calon Wakil Presiden di waktu tersebut. Karena jelas terlihat ini adalah tindakan oportunistik yang dilakukan dengan mekanisme yang sudah dipersiapkan Ketiga informasi tersembunyi ini dilakukan melalui alat-alat negara untuk mengungkapkan atau mendapatkan informasi sebagai bahan untuk mengetahui kualitas dan kemampuan lawan politik mereka. Dengan hampir terlewatinya masa kepemimpinan Jokowi ini, adakah kewarasan yang masih harus dipertahankan dan dilanjutkan? Mungkin pertanyaan ini sangat cocok diajukan kepada Bapak Prabowo dan juga wakilnya untuk menjawab permasalahan kemerosotan Demokrasi, pengelolaan Hilirisasi, Pendidikan yang merata dan juga Korupsi yang merajalela. Karena sejatinya pemilik negara bukanlah elit dan penguasa, tetapi seluruh rakyat indonesia.]]>
Ekonomi Politik dan Pembangunan Era Jokowi, Meroket atau Meleset?

oleh: Ghassan Tsaqafi Hanif
Kondisi ekonomi dunia yang saat ini tengah menjadi sorotan setelah badai krisis yang menerpa Eropa, hal ini akan memberikan dampak yang tidak kecil kepada Indonesia, namun Indonesia dipercaya akan mampu terus maju jika sanggup fokus pada pemberdayaan produk-produk domestik dan terus melakukan pembangunan infrastruktur berkualitas sehingga Indonesia akan dapat melakukan pemerataan kesejahteraan rakyatnya. Pesta Demokrasi Pilpres telah digelar, namun sejumlah kritik dan saran sudah banyak disampaikan bagi Capres. Mulai dari mantan Menteri Perekonomian, Rizal Ramli hingga Ekonom Senior Indef, Faisal Basri menggaris bawahi agar kedepan laju pertumbuhan ekonomi yang stagnan di 5 % untuk tidak diwariskan. Strategi-strategi yang telah dilakukan Presiden Jokowi saat ini dirasa sangat tidak bijak, apalagi dilakukan oleh seorang kepala negara. Dimana kebijakan yang kerap kari dilakukannya sering kali membuat blunder, naasnya masyarakat tetap diharuskan untuk berfikir secara waras. Seperti dalam 10 tahun terakhir, nilai rupiah sengaja dibuat lemah oleh Pemerintah. Alasannya tentu agar daya saing produk bisa membaik, bukannya meningkatkan produktivitas, kualitas produk, Pemerintah justru memilih untuk melemahkan rupiah. Tenaga kerja diobral murah, hingga izin lingkungan bisa diberikan secara mudah bagi siapapun yang menguntungkan. Lantas siapa yang diuntungkan dari proses pelemahan ini? Sudah sangat jelas para penguasa atau pengusaha eksportir minyak sawit, batubara, nikel, dan tambang lainnya, mereka sangat berbahagia. Kemudian, mengenai ekspor dan impor. Sejak awal Pemerintahan Jokowi selalu menggaungkan kampanye stop impor, tapi beberapa tahun terakhir tabiat impor Pemerintah sangat luar biasa. Bahkan dari ujung ke ujung bahan baku yang saat ini ada di dapur kita, mayoritas adalah bahan impor. Diantara banyak kebijakan blunder tersebut antara lain yaitu, mengangkat anaknya menjadi cawapres dengan menciderai konstitusi, subsidi mobil listrik yang memangkas subsidi pupuk, 4 tahun gaji PNS yang tidak dinaikkan, Rasio utang terhadap PDB dalam KEM PPKF 2024 ditargetkan sebesar 38,07-38,97% yang kemudian kini rasio utang terhadap PDB sudah tembus 39,17%, Pembangunan IKN yang tidak jelas dan masih banyak yg lainnya. Dalam hal ini kita dapat mencoba menganalisis terkait Teori Pilihan Rasional Presiden Jokowi dalam membuat suatu kebijakan. Dalam hal ini ada 3 model yang dapat kita pakai diantaranya adalah model Principal Agent, kedua Aksi Tersembunyi dan ketiga Informasi Tersembunyi. Dalam model Principal agent disini dapat dilihat adanya ketidak seimbangan Jokowi dengan Partai yang telah mengusungnya selama ini yaitu PDI-P dimana hal ini sangat menjadi konflik kepentingan antar keduanya. Terlihat Jokowi (agent) memiliki insentif tersendiri yang tidak disetujui oleh partai yang menyebabkan konflik kepentingan antar Jokowi dan partai. Kedua adalah Aksi tersembunyi yang dilakukan untuk meloloskan anak kandungnya menjadi seorang calon Wakil Presiden di waktu tersebut. Karena jelas terlihat ini adalah tindakan oportunistik yang dilakukan dengan mekanisme yang sudah dipersiapkan Ketiga informasi tersembunyi ini dilakukan melalui alat-alat negara untuk mengungkapkan atau mendapatkan informasi sebagai bahan untuk mengetahui kualitas dan kemampuan lawan politik mereka. Dengan hampir terlewatinya masa kepemimpinan Jokowi ini, adakah kewarasan yang masih harus dipertahankan dan dilanjutkan? Mungkin pertanyaan ini sangat cocok diajukan kepada Bapak Prabowo dan juga wakilnya untuk menjawab permasalahan kemerosotan Demokrasi, pengelolaan Hilirisasi, Pendidikan yang merata dan juga Korupsi yang merajalela. Karena sejatinya pemilik negara bukanlah elit dan penguasa, tetapi seluruh rakyat indonesia.]]>
https://jatim.beritabaru.co/ekonomi-politik-dan-pembangunan-era-jokowi-meroket-atau-meleset/feed/ 0 https://jatim.beritabaru.co/wp-content/uploads/sites/6/2024/04/057d15a1-2a40-42d4-8571-ca21f021e84f-300x242.jpeg
Perempuan dan Antisipasi Kekerasan Budaya di Masa Transisi https://jatim.beritabaru.co/perempuan-dan-antisipasi-kekerasan-budaya-di-masa-transisi/ https://jatim.beritabaru.co/perempuan-dan-antisipasi-kekerasan-budaya-di-masa-transisi/#respond Fri, 05 Apr 2024 07:42:29 +0000 https://jatim.beritabaru.co/?p=113705 Perempuan dan Antisipasi Kekerasan Budaya di Masa Transisi

oleh: Akhmad Taufiq*
PASCA penetapan oleh KPU pada 20 Maret 2024 terhadap hasil Pilpres, yang mencatatkan kemenangan pada pasangan Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka. Terlepas masih adanya gugatan ke Mahkamah Konstitusi, pasangan ini belum tampak menyiapkan tim transisi. Terlepas tim transisi itu dipandang penting atau tidak, masa transisi itu tidak dapat dihindari. Terdapat beberapa agenda politik penting yang mesti disiapkan oleh presiden terpilih. Tapi, dari sekian agenda politik itu, yang tidak kalah penting dirumuskan adalah mengantisipasi ledakan persoalan sosio-ekonomi dan kultural. Mengingat masa transisi cukup panjang sampai dengan Oktober 2024, sebagai masa pelantikan presiden dan wakil presiden yang baru terpilih. Masa transisi itu, bagaimanapun dapat diposisikan sebagai suatu kondisi yang kompleks. Dari sisi perempuan, masa transisi saat ini ditandai dengan beban sosial-ekonomi, politik, dan kultural yang cukup serius. Bagi perempuan, beban sosial-ekonomi ini menjadi pihak pertama yang merasakan dampaknya. Meskipun, lebih dari itu terdapat persoalan yang lebih besar, yang dimungkinkan dapat terjadi, yakni kekerasan budaya pada perempuan di masa transisi.

Antisipasi Kekerasan Budaya

Kekerasan budaya yang selama ini didefinisikan sebagai bentuk terjadinya tindakan yang menghambat akses yang berbasis pada persoalan etnisitas, agama, dan ideologi. Pada faktanya, kekerasan budaya itu dapat terjadi dalam skala yang lebih luas (Galtung, 1996). Akses perempuan dan juga termasuk di dalamnya anak-anak, difabel, dan kelompok masyarakat miskin sebagai kelompok rentan, yang tidak mendapat perhatian yang lebih serius dari struktur berbasis negara, maka dimungkinkan proses ini dapat menimbulkan terjadinya kekerasan budaya. Tentu, faktor hambatan dan praktik pengabaian atas akses perempuan dan kelompok rentan itu dapat semakin memperparah kondisi perempuan, jika negara di masa transisi ini tidak menyiapkan sedemikian rupa ruang kebijakan yang memadai untuk mereka. Perempuan dan kelompok rentan itu hanya menjadi ladang eksploitasi politik elektoral pada masa pilpres yang lalu. Proses mobilisasi perempuan oleh beberapa kelompok politik dengan berbagai agenda dan modus politik, sebenarnya disadari atau tidak merupakan bentuk kekerasan budaya, tepatnya kekerasan budaya politik yang menimpa mereka. Terdapat kesadaran palsu secara ideologis bagi perempuan dan kelompok rentan itu ketika dimobilisasi demi kemenangan calon tertentu. Hal ini diperparah pasca-Pilpres, secara ekonomi mengalami problem serius, ketika aneka rupa bantuan pada masa kampanye dan saat Pilpres sudah habis dan kemudian diikuti dengan melonjaknya harga barang dan jasa. Proses berikutnya dapat menjadi persoalan yang lebih kompleks dari sekadar soal ekonomi keluarga. Hal ini terjadi karena perempuan secara kultural pada masyarakat kita memiliki kecenderungan sebagai tumpuan terakhir manajemen ekonomi keluarga.

Kecenderungan Politik yang semakin Maskulin

Persoalan demikian itu diperparah oleh satu kecenderungan, jika presiden terpilih nantinya lebih menggunakan pendekatan maskulin dalam praktik kekuasaannya. Dengan latar belakang militer dengan segala atribut politik yang melekat, maka wajah kekuasaan politik tampak lebih powerfull dan maskulin. Kecenderungan politik yang semakin maskulin ini tentu dapat menjadi ancaman bagi demokrasi, yang esensinya lebih mengedepankan pendekatan feminin, berupa terbukanya ruang dialog dan pendekatan kemanusiaan. Masyarakat sipil tentu lebih bahagia (well-being) ketika rezim kekuasaan lebih menampakkan wajah feminin, wajah yang humble, familier, dialogis, sekaligus peduli terhadap persoalan-persoalan fundamental masyarakat sipil, yang otomatis sensitif terhadap persoalan perempuan dan kelompok rentan lainnya. Lewis (2007) menyatakan bahwa masyarakat sipil yang well-being itu akan terwujud, jika telah menjadi fokus perhatian di ruang publik, yakni ketika kebahagiaan meningkat, yang ditandai peningkatan kesejahteraan, stress yang rendah, dan ruang publik yang terbuka dan ramah. Hal ini dapat terjadi, jika rezim yang berkuasa nantinya dapat memastikan bahwa ruang demokrasi itu berkembang secara lebih baik, diikuti dengan pertumbuhan ekonomi yang kondusif. Di masa transisi ini, perlu suatu usaha untuk melakukan antisipasi, agar kekhawatiran itu tidak menjelma menjadi kekerasan budaya yang semakin massif, sebagai akibat dari pengabaian atau lalainya penyelenggara negara. Pengabaian dan kelalaian penyelenggara itu adalah sebentuk kekerasan struktural yang dapat berakibat pada kekerasan budaya. Perempuan dan kelompok rentan dalam hal ini adalah pihak pertama yang merasakan segala akibat buruk dari kekerasan struktural itu. Perlu suatu usaha untuk me-recovery dan sekaligus mengoptimasi peran strategis perempuan dan kelompok rentan sebagai representasi masyarakat sipil di masa transisi ini untuk kebutuhan strategis di masa mendatang.]]>
Perempuan dan Antisipasi Kekerasan Budaya di Masa Transisi

oleh: Akhmad Taufiq*
PASCA penetapan oleh KPU pada 20 Maret 2024 terhadap hasil Pilpres, yang mencatatkan kemenangan pada pasangan Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka. Terlepas masih adanya gugatan ke Mahkamah Konstitusi, pasangan ini belum tampak menyiapkan tim transisi. Terlepas tim transisi itu dipandang penting atau tidak, masa transisi itu tidak dapat dihindari. Terdapat beberapa agenda politik penting yang mesti disiapkan oleh presiden terpilih. Tapi, dari sekian agenda politik itu, yang tidak kalah penting dirumuskan adalah mengantisipasi ledakan persoalan sosio-ekonomi dan kultural. Mengingat masa transisi cukup panjang sampai dengan Oktober 2024, sebagai masa pelantikan presiden dan wakil presiden yang baru terpilih. Masa transisi itu, bagaimanapun dapat diposisikan sebagai suatu kondisi yang kompleks. Dari sisi perempuan, masa transisi saat ini ditandai dengan beban sosial-ekonomi, politik, dan kultural yang cukup serius. Bagi perempuan, beban sosial-ekonomi ini menjadi pihak pertama yang merasakan dampaknya. Meskipun, lebih dari itu terdapat persoalan yang lebih besar, yang dimungkinkan dapat terjadi, yakni kekerasan budaya pada perempuan di masa transisi.

Antisipasi Kekerasan Budaya

Kekerasan budaya yang selama ini didefinisikan sebagai bentuk terjadinya tindakan yang menghambat akses yang berbasis pada persoalan etnisitas, agama, dan ideologi. Pada faktanya, kekerasan budaya itu dapat terjadi dalam skala yang lebih luas (Galtung, 1996). Akses perempuan dan juga termasuk di dalamnya anak-anak, difabel, dan kelompok masyarakat miskin sebagai kelompok rentan, yang tidak mendapat perhatian yang lebih serius dari struktur berbasis negara, maka dimungkinkan proses ini dapat menimbulkan terjadinya kekerasan budaya. Tentu, faktor hambatan dan praktik pengabaian atas akses perempuan dan kelompok rentan itu dapat semakin memperparah kondisi perempuan, jika negara di masa transisi ini tidak menyiapkan sedemikian rupa ruang kebijakan yang memadai untuk mereka. Perempuan dan kelompok rentan itu hanya menjadi ladang eksploitasi politik elektoral pada masa pilpres yang lalu. Proses mobilisasi perempuan oleh beberapa kelompok politik dengan berbagai agenda dan modus politik, sebenarnya disadari atau tidak merupakan bentuk kekerasan budaya, tepatnya kekerasan budaya politik yang menimpa mereka. Terdapat kesadaran palsu secara ideologis bagi perempuan dan kelompok rentan itu ketika dimobilisasi demi kemenangan calon tertentu. Hal ini diperparah pasca-Pilpres, secara ekonomi mengalami problem serius, ketika aneka rupa bantuan pada masa kampanye dan saat Pilpres sudah habis dan kemudian diikuti dengan melonjaknya harga barang dan jasa. Proses berikutnya dapat menjadi persoalan yang lebih kompleks dari sekadar soal ekonomi keluarga. Hal ini terjadi karena perempuan secara kultural pada masyarakat kita memiliki kecenderungan sebagai tumpuan terakhir manajemen ekonomi keluarga.

Kecenderungan Politik yang semakin Maskulin

Persoalan demikian itu diperparah oleh satu kecenderungan, jika presiden terpilih nantinya lebih menggunakan pendekatan maskulin dalam praktik kekuasaannya. Dengan latar belakang militer dengan segala atribut politik yang melekat, maka wajah kekuasaan politik tampak lebih powerfull dan maskulin. Kecenderungan politik yang semakin maskulin ini tentu dapat menjadi ancaman bagi demokrasi, yang esensinya lebih mengedepankan pendekatan feminin, berupa terbukanya ruang dialog dan pendekatan kemanusiaan. Masyarakat sipil tentu lebih bahagia (well-being) ketika rezim kekuasaan lebih menampakkan wajah feminin, wajah yang humble, familier, dialogis, sekaligus peduli terhadap persoalan-persoalan fundamental masyarakat sipil, yang otomatis sensitif terhadap persoalan perempuan dan kelompok rentan lainnya. Lewis (2007) menyatakan bahwa masyarakat sipil yang well-being itu akan terwujud, jika telah menjadi fokus perhatian di ruang publik, yakni ketika kebahagiaan meningkat, yang ditandai peningkatan kesejahteraan, stress yang rendah, dan ruang publik yang terbuka dan ramah. Hal ini dapat terjadi, jika rezim yang berkuasa nantinya dapat memastikan bahwa ruang demokrasi itu berkembang secara lebih baik, diikuti dengan pertumbuhan ekonomi yang kondusif. Di masa transisi ini, perlu suatu usaha untuk melakukan antisipasi, agar kekhawatiran itu tidak menjelma menjadi kekerasan budaya yang semakin massif, sebagai akibat dari pengabaian atau lalainya penyelenggara negara. Pengabaian dan kelalaian penyelenggara itu adalah sebentuk kekerasan struktural yang dapat berakibat pada kekerasan budaya. Perempuan dan kelompok rentan dalam hal ini adalah pihak pertama yang merasakan segala akibat buruk dari kekerasan struktural itu. Perlu suatu usaha untuk me-recovery dan sekaligus mengoptimasi peran strategis perempuan dan kelompok rentan sebagai representasi masyarakat sipil di masa transisi ini untuk kebutuhan strategis di masa mendatang.]]>
https://jatim.beritabaru.co/perempuan-dan-antisipasi-kekerasan-budaya-di-masa-transisi/feed/ 0 https://jatim.beritabaru.co/wp-content/uploads/sites/6/2024/04/IMG-20240405-WA0002-300x248.jpg
Makan Siang Gratis: Obat Pereda Kemiskinan https://jatim.beritabaru.co/makan-siang-gratis-obat-pereda-kemiskinan/ https://jatim.beritabaru.co/makan-siang-gratis-obat-pereda-kemiskinan/#respond Sun, 24 Mar 2024 07:48:09 +0000 https://jatim.beritabaru.co/?p=113461 Makan Siang Gratis: Obat Pereda Kemiskinan

oleh: Firmansyah, Asal Panipahan seorang YouTuber


SALAH satu alasan program makan siang gratis bagi anak sekolah menjadi agenda prioritas Paslon Prabowo-Gibran di Pilpres 2024, sudah disampaikan pada saat kampanye awal tahun lalu. Prabowo Subianto bercerita tentang dirinya yang pernah melihat orang mati di depan tendanya semasa dia masih menjadi prajurit, karena kelaparan. Lebih lanjut Prabowo juga menyebutkan bahwa anak kurang gizi di Indonesia banyak dia temukan selama perjalanannya, anak yang seharunya berumur 11 tahun tapi terlihat seperti masih berusia 7 tahun bahkan 5 tahun. Dengan logika dasar kita bisa mengerti bahwa orang lapar perlu makan, tapi apakah penyebab kelaparan bisa diatasi dengan hanya makan? Anak yang kurang gizi apakah benar karena kurang makan, atau justru karena tidak bisa hidup bahagia?

Fenomena yang dilihat atau yang dirasakan oleh Prabowo perlu untuk direnungkan dengan cermat. Karena terkadang orang demam tidak selalu perlu obat pereda panas, justru terkadang tubuh butuh istirahat untuk sementara waktu sampai dirinya pulih dengan sendirinya. Mengingat bahwa manusia adalah subjek yang hidup bukan seperti sepeda motor yang hanya akan menyala jika bensinnya cukup, mesin berhenti berarti istirahat.

Manusia tidaklah sama seperti benda, dia memiliki kemampuan untuk berkembang dan memiliki kemampuan untuk bertahan. ada pun fenomena yang ditemui oleh Prabowo bukan karena mereka tidak mampu untuk survive akan tetapi lebih pada tidak memiliki kesempatan untuk bersaing. Hak mereka dirampas, tanah Indonesia yang kaya raya dikuasi oleh segelintir orang, sehingga mereka kalah dan mereka terzalimi.

Program makan siang geratis hanyalah seperti obat pereda kemiskinan, yang tidak benar-benar menyelesaikan masalah sebenarnya. Mereka yang miskin dan potensi kurang gizi akan terus begitu, selama tidak ada upaya serius dari pemerintah memecahkan masalahnya.

Obat Pereda Kemiskinan

Orang-orang miskin di seluruh daerah Indonesia, sudah sangat ketergantungan dengan obat pereda kemiskinan. Sehingga dengan cara apapun mereka akan berupaya untuk memperolehnya, walaupun harus ngantri berjam-jam hanya sekedar mendapat bantuan minyak goreng murah dan beras miskin (raskin). Ini artinya, kemiskinan bukan lagi menjadi kesenjangan sosial tetapi sudah merambat pada mental yang menolak untuk menjadi kaya. Menurut beberapa pengamat politik, mental miskin rakyat inilah yang kemudian dimanfaatkan oleh pemerintah dengan program Bantuan Langsung Tunai (BLT) menjelang Pemilu 2024, akibatnya suara orang miskin bisa dimonopoli dengan baik dan cantik.

Terlepas dari percakapan Pemilu 2024. Sebenarnya kemiskinan ini terjadi oleh sistem yang korup dalam pemerintahan dan juga ada peran dari perilaku penjajah dimasa lalu. Sistem korup di indonesia bisa dilihat dengan kasat mata; mulai dari sistem Ordal (Orang Dalam) sampai salam tempel untuk meraih sebuah jabatan. Selain itu mental miskin yang terbentuk dalam masyarakat juga jarang menjadi isu utama dalam pembahasan kita sebagai bangsa. Dulu saat kita dijajah oleh belanda, kita dipekerjakan secara paksa, pribumi disamakan seperti anjing dan pendidikan hanya milik orang kulit putih dan bangsawan.

Lantas bagaimana setelah kita merdeka? Ya, kata Tan Malaka kemerdekaan yang kita raih saat itu dan bahkan berlaku hingga hari ini, hanyalah kemerdekaan bangsa dalam mengusir penjajahnya. Akan tetapi kemerdekaan sesungguhnya masih dalam perjuangan. Senada dengan itu Soekarno juga sebutkan bahwa peruangan mengusir penjajag lebih mudah dari pada perjuangan melawan bangsa sendiri. Kemerdekaan Indonesia hingga saat ini tidak lebih dari formalitas berdirinya sebuah negara belaka. Karena masyarakatnya masih tergantung pada BLT dan program Gratis dari pemerintah, dan bahkan sangking ketergantungannya BLT juga diambil oleh orang-orang yang sebenarnya tidak tergolong miskin, itulah faktanya.

Kini Progam Makan Siang Gratis

Tidak lebih hanya nama produk baru dari obat pereda kemiskinan. Penyakit kemiskinan tidak akan bisa disembuhkan dengan obat pereda. Penyakit ini mesti dicari sebabnya, apakah keterhubungan dengan rendahnya pendidikan masyarakat? Sehingga mereka berpikir BLT kali ini harus didapat, karena kalau tidak mereka akan rugi.

Ada protes dari civitas guru di Indonesia untuk menolak program makan siang gratis, namun sayangnya mereka protes karena program tersebut mengandalkan dana Bantuan Operasional Satuan Pendidikan (BOSP), bukan protes bahwa program tersebut hanya pembodohan setelah BLT, yang hanya akan menambah kecanduang terhadap obat pereda kemiskinan.

Saatnya kita berpikir lebih kompleks, bahwa kemiskinan bukan soal ketakmampuan masyarakat untuk survive, akan tetapi lebih pada tidak memiliki kesempatan untuk bersaing. Oleh karena itu masyarakat harus diperlakukan sebagai subjek yang hidup. Jangan beri mereka ikan yang hanya dapat digunakan sekali makan, akan tetapi berilah mereka kail dan pancing agar mereka bisa memperoleh lebih banyak ikan. Memang benar bahwa orang lapar perlu makan, akan tetapi makan saja bukanlah solusi untuk mencegah lapar itu datang. Karena makan hanyalah salah satu upaya manusia untuk mempertahankan hidupnya, tetapi tidak mampu mehanan buasnya rimba yang mereka tempati.

]]>
Makan Siang Gratis: Obat Pereda Kemiskinan

oleh: Firmansyah, Asal Panipahan seorang YouTuber


SALAH satu alasan program makan siang gratis bagi anak sekolah menjadi agenda prioritas Paslon Prabowo-Gibran di Pilpres 2024, sudah disampaikan pada saat kampanye awal tahun lalu. Prabowo Subianto bercerita tentang dirinya yang pernah melihat orang mati di depan tendanya semasa dia masih menjadi prajurit, karena kelaparan. Lebih lanjut Prabowo juga menyebutkan bahwa anak kurang gizi di Indonesia banyak dia temukan selama perjalanannya, anak yang seharunya berumur 11 tahun tapi terlihat seperti masih berusia 7 tahun bahkan 5 tahun. Dengan logika dasar kita bisa mengerti bahwa orang lapar perlu makan, tapi apakah penyebab kelaparan bisa diatasi dengan hanya makan? Anak yang kurang gizi apakah benar karena kurang makan, atau justru karena tidak bisa hidup bahagia?

Fenomena yang dilihat atau yang dirasakan oleh Prabowo perlu untuk direnungkan dengan cermat. Karena terkadang orang demam tidak selalu perlu obat pereda panas, justru terkadang tubuh butuh istirahat untuk sementara waktu sampai dirinya pulih dengan sendirinya. Mengingat bahwa manusia adalah subjek yang hidup bukan seperti sepeda motor yang hanya akan menyala jika bensinnya cukup, mesin berhenti berarti istirahat.

Manusia tidaklah sama seperti benda, dia memiliki kemampuan untuk berkembang dan memiliki kemampuan untuk bertahan. ada pun fenomena yang ditemui oleh Prabowo bukan karena mereka tidak mampu untuk survive akan tetapi lebih pada tidak memiliki kesempatan untuk bersaing. Hak mereka dirampas, tanah Indonesia yang kaya raya dikuasi oleh segelintir orang, sehingga mereka kalah dan mereka terzalimi.

Program makan siang geratis hanyalah seperti obat pereda kemiskinan, yang tidak benar-benar menyelesaikan masalah sebenarnya. Mereka yang miskin dan potensi kurang gizi akan terus begitu, selama tidak ada upaya serius dari pemerintah memecahkan masalahnya.

Obat Pereda Kemiskinan

Orang-orang miskin di seluruh daerah Indonesia, sudah sangat ketergantungan dengan obat pereda kemiskinan. Sehingga dengan cara apapun mereka akan berupaya untuk memperolehnya, walaupun harus ngantri berjam-jam hanya sekedar mendapat bantuan minyak goreng murah dan beras miskin (raskin). Ini artinya, kemiskinan bukan lagi menjadi kesenjangan sosial tetapi sudah merambat pada mental yang menolak untuk menjadi kaya. Menurut beberapa pengamat politik, mental miskin rakyat inilah yang kemudian dimanfaatkan oleh pemerintah dengan program Bantuan Langsung Tunai (BLT) menjelang Pemilu 2024, akibatnya suara orang miskin bisa dimonopoli dengan baik dan cantik.

Terlepas dari percakapan Pemilu 2024. Sebenarnya kemiskinan ini terjadi oleh sistem yang korup dalam pemerintahan dan juga ada peran dari perilaku penjajah dimasa lalu. Sistem korup di indonesia bisa dilihat dengan kasat mata; mulai dari sistem Ordal (Orang Dalam) sampai salam tempel untuk meraih sebuah jabatan. Selain itu mental miskin yang terbentuk dalam masyarakat juga jarang menjadi isu utama dalam pembahasan kita sebagai bangsa. Dulu saat kita dijajah oleh belanda, kita dipekerjakan secara paksa, pribumi disamakan seperti anjing dan pendidikan hanya milik orang kulit putih dan bangsawan.

Lantas bagaimana setelah kita merdeka? Ya, kata Tan Malaka kemerdekaan yang kita raih saat itu dan bahkan berlaku hingga hari ini, hanyalah kemerdekaan bangsa dalam mengusir penjajahnya. Akan tetapi kemerdekaan sesungguhnya masih dalam perjuangan. Senada dengan itu Soekarno juga sebutkan bahwa peruangan mengusir penjajag lebih mudah dari pada perjuangan melawan bangsa sendiri. Kemerdekaan Indonesia hingga saat ini tidak lebih dari formalitas berdirinya sebuah negara belaka. Karena masyarakatnya masih tergantung pada BLT dan program Gratis dari pemerintah, dan bahkan sangking ketergantungannya BLT juga diambil oleh orang-orang yang sebenarnya tidak tergolong miskin, itulah faktanya.

Kini Progam Makan Siang Gratis

Tidak lebih hanya nama produk baru dari obat pereda kemiskinan. Penyakit kemiskinan tidak akan bisa disembuhkan dengan obat pereda. Penyakit ini mesti dicari sebabnya, apakah keterhubungan dengan rendahnya pendidikan masyarakat? Sehingga mereka berpikir BLT kali ini harus didapat, karena kalau tidak mereka akan rugi.

Ada protes dari civitas guru di Indonesia untuk menolak program makan siang gratis, namun sayangnya mereka protes karena program tersebut mengandalkan dana Bantuan Operasional Satuan Pendidikan (BOSP), bukan protes bahwa program tersebut hanya pembodohan setelah BLT, yang hanya akan menambah kecanduang terhadap obat pereda kemiskinan.

Saatnya kita berpikir lebih kompleks, bahwa kemiskinan bukan soal ketakmampuan masyarakat untuk survive, akan tetapi lebih pada tidak memiliki kesempatan untuk bersaing. Oleh karena itu masyarakat harus diperlakukan sebagai subjek yang hidup. Jangan beri mereka ikan yang hanya dapat digunakan sekali makan, akan tetapi berilah mereka kail dan pancing agar mereka bisa memperoleh lebih banyak ikan. Memang benar bahwa orang lapar perlu makan, akan tetapi makan saja bukanlah solusi untuk mencegah lapar itu datang. Karena makan hanyalah salah satu upaya manusia untuk mempertahankan hidupnya, tetapi tidak mampu mehanan buasnya rimba yang mereka tempati.

]]>
https://jatim.beritabaru.co/makan-siang-gratis-obat-pereda-kemiskinan/feed/ 0 https://jatim.beritabaru.co/wp-content/uploads/sites/6/2024/03/5576d511-bb0f-41ef-bd19-983a534dee88-300x179.jpeg
Tingginya Deforestasi Akibat Kesewenangan Oligarki https://jatim.beritabaru.co/tingginya-deforestasi-akibat-kesewenangan-oligarki/ https://jatim.beritabaru.co/tingginya-deforestasi-akibat-kesewenangan-oligarki/#respond Sat, 24 Feb 2024 08:52:52 +0000 https://jatim.beritabaru.co/?p=112896 Tingginya Deforestasi Akibat Kesewenangan Oligarki

Oleh: Isna Asaroh


Angka deforestasi Indonesia selalu tinggi setiap tahunnya. Jumlah deforestasi Indonesia terhitung dalam 10 tahun terakhir telah mencapai 12,5 juta Ha tanah. Hal ini selaras dengan data Global Forest Watch yang menyatakan bahwa; sejak tahun 2001 hingga 2022, Indonesia kehilangan 29,4 Mha tutupan pohon, setara dengan penurunan 18% tutupan pohon sejak tahun 2000 dan setara dengan 21,1 Gt emisi CO2e.

Adapun deforestasi sebagaimana Peraturan Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor 30 tahun 2009 tentang Tata Cara Pengurangan Emisi dari Deforestasi dan Degradasi Hutan (REDD), Deforestasi merupakan perubahan secara permanen areal hutan menjadi tidak berhutan yang disebabkan oleh kegiatan manusia. Sehingga, secara sederhana deforestasi dapat dimaknakan sebagai pengurangan wilayah yang sebelumnya bertajuk hutan menjadi bukan hutan. Lebih singkatnya, deforestasi ialah berkurangnya lahan hutan.

Melihat tingginya angka deforestasi yang terjadi, Indonesia masuk dalam kategori merah sebagai salah satu Negara dengan penggundulan hutan tercepat di Dunia. Padahal, keberadaan hutan sangatlah penting kaitannya dalam keberlangsungan ekosistem kehidupan. Pasalnya, Indonesia merupakan Negara yang memiliki hutan hujan tropis yang dapat menghasilkan emisi dalam jumlah besar serta menjadi habitat berbagai macam biodiversitas, bahkan erat pula dengan masyarakat adat.

Selaras dengan itu, di dunia saat ini alam yang disediakan secara alamiah untuk makhluk hidup hanya tersisa 30 persen saja. Sedangkan, banyaknya lahan hutan yang habis yaitu seluas Negara Bangladesh yang terhitung hilang pertahunnya. Lahan-lahan hutan didunia telah berubah menjadi lahan-lahan lain untuk memuaskan kebutuhan atau keinginan manusia. Akibat adanya deforestasi ini, dapat menyebabkan terjadinya bencana alam, punahnya flora fauna, terganggunya siklus air, adanya pemanasan global dan perubahan iklim.

Contohnya, di Indonesia sendiri khususnya di Pulau Jawa, jumlah hutan yang ada saat ini sangatlah sedikit. Sehingga, lima tahun mendatang diprediksi Pulau Jawa tidak lagi memiliki cadangan air yang memadai untuk kebutuhan manusia yang ada didalamnya. Hal ini dikarenakan tidak adanya tangkapan air akibat keberadaan hutan yang telah habis untuk dijadikan resort, hotel, dll. Sisa hutan yang sedikit, hanya mampu menampung air dalam jumlah yang sedikit pula. Disatu sisi, manusia yang mengonsumsi air jumlahnya banyak. Maka 15 tahun dari sekarang, penduduk pulai Jawa harus mengungsi akibat cadangan air yang tidak memadai.

Selain itu, deforestasi akibat alih fungsi lahan untuk peternakan telah nyata kita rasakan dampaknya pada pandemi covid-19 kemarin. Banyak orang tidak menyadari bahwa salah satu penyebab pandemi adalah deforestasi. Mengapa demikian? Besarnya interaksi atau kontak manusia dengan hewan (unggas) melalui rekayasa genetik yang dilakukan, memperbesar pula interaksi manusia dengan makhluk hasil rekayasa. Sebaliknya, manusia kian menjadi jauh dari alam. Dimana, lahan peternakan yang semakin besar menyebabkan menyusutnya lahan alamiah yang tersedia. Akibatnya, hewan-hewan yang memiliki virus, virusnya akan menyesuaikan diri dengan manusia dan berinteraksi dengan manusia. Sehingga, pandemi hadir menghiasi kehidupan manusia.

Disisi lain, pada pandemi covid-19 angka deforestasi menurun. Sebagaimana data BPS Statistik, total deforestasi pada tahun 2017-2018 berjumlah 430.439,1 Ha, 2018-2019 sejumlah 462.458,5 Ha, kemudia turun drastis pada 2019-2020 yakni 115.459,8 Ha, tahun 2020-2021 120.705,8 Ha dan 104.032,5 Ha pada 2021-2022. Hal ini tentunya diakibatkan adanya pembatasan gerak yang menyebabkan keperluan produksi menjadi menurun dan membuat udara semakin bersih serta ekosistem semakin terjaga. Melihat kenyataan yang demikian, jelas bahwa manusia sebagai antroposen atau puncak tertinggi ekosistemlah yang mengakibatkan bumi menjadi rusak.

Dampak paling besar dari deforestasi adalah perubahan iklim dan pemanasan global. Saat ini, kita dapat merasakan betapa suhu dunia menjadi semakin panas dan hujan tidak lagi dapat diprediksi kedatangannya. Hal ini erat kaitannya dengan keberadaan hutan didunia. Selain itu, krisis iklim dengan ketidakpastiannya dapat berdampak secara psikologi terhadap perkembangan manusia. Tidak hanya itu, World Economy Forum telah menyampaikan bahwa krisis iklim menjadi factor yang berdampak pada ekonomi global. Maka, dipastikan dengan adanya krisis iklim akan berdampak pada krisis-krisis sektor lainnya.

Adanya deforestasi disebabkan karena beberapa faktor, diantarannya; kebakaran hutan, pembukaan lahan perkebunan, perambahan hutan, transmigrasi, serta pertambangan dan pengeboran Sumber daya alam. Adapun penyebab utama deforestasi adalah kesewenangan pemerintah untuk menyokong kepentingan sebagian orang (Oligarki).

Deforestasi yang terjadi terus menerus dari satu pemerintah ke pemerintahan yang lain terbukti tidak memberi dampak signifikan terhadap rakyat. Adanya pembabatan hutan untuk industry ekstraktif, perkebunan kelapa sawit, pertambangan batu-bara hanyalah menguntungkan segelintir orang saja. Dimana, penerapan model ekonomi ekstraktif sangatlah eksklusif dan minim pelibatan masyarakat secara luas. Sehingga, dampak ekonomi bagi masyarakat hanyalah omong kosong. Tentu dalam proses perizinan usahanya, ada campur tangan dari pemerintah.

Seperti beberapa tahun lalu Indonesia sempat digegerkan terkait Perusahaan Asing Korindo asal Korea yang sengaja membakar Hutan di Papua dengan luasan sebesar Kota Seoul. Konon, pembakaran hutan dilakukan untuk mengubah hutan menjadi perkebunan sawit. Padahal, masyarakat adat disana sangat bergantung kepada kelestarian hutan. Meski berhasil digagalkan, tentu kita patut mempertanyakan bagaimana Perusahan Korindo yang berasal dari Korea itu mendapatkan akses dan izin untuk membakar hutan Papua di Indonesia. Tentu disinilah letak peran birokrasi atau pemerintah.

Sebagian besar penggundulan hutan erat kaitannya dengan bisnis besar yang melibatkan kesewenangan pemerintah menggadaikan kekayaan alam Indonesia untuk kepentingan sesaat. Segala kerusakan lingkungan dan industry ekstraktif bermula dari mekanisme sosial yang bernama politik untuk melanggengkan oligarki.

Apa sih yang dimaksud Oligarki?

Oligarki merupakan sistem pemerintahan yang persis dengan aristokrasi. Sistem Pemerintahan Aristokrasi merupakan sekumpulan kecil manusia yang cukup hebat dan bijak untuk mengatur masyarakat secara umum. Sedangkan oligarki merupakan versi jahatnya. Yakni sekelompok orang elit politik atau elit ekonomi / financial yang berkuasa penuh atas satu negara untuk kepentingan tertentu. Adapaun ciri-ciri oligarki adalah adanya kesenjangan ekonomi yang tinggi.

Sebagai contoh, diseluruh dunia ada 1% manusia yang menguasai 50% ekonomi. Di Indonesia lebih parah lagi, dimana ada 1% manusia menguasai 66% tanah di Indonesia. Mereka memiliki hak penuh untuk melakukan apapun atas tanah-tanahnya. Sehingga jelas, daripada menggunakan tanah untuk ditanami padi, akan lebih menguntungkan membangun pabrik tekstil atau pusat industry yang lain, meski dapat menimbulkan dampak buruk pada ekosistem alam disekitarnya.

Oligarki memiliki kuasa materil yang secara penuh dapat dimasukkan pada kuasa politik. Maka menjadi lumrah apabila ada pengusaha yang ikut campur dalam urusan politik atau menjadi backing sebuah sitem politik di Indonesia. Parahnya, wacana demokrasi yang awalnya menempatkan DPR sebagai lembaga yang menjadi alat rakyat mendelegasikan kekuasaanya, kini telah menjadi lumbung kekuasaan bagi pengusaha. Bagaimana tidak, jumlah rakyat Indonesia yang menjadi pengusaha hanyalah 0,8%. Sedangkan, anggota DPR yang menjadi pengusaha sebagaimana penelitian tempo.co lebih dari 50%. Artinya DPR bukan lagi perwakilan rakyat melainkan perwakilan pengusaha yang menyesuaikan kepentingan bukan untuk 98,2 rakyat, tapi kepentingannya sendiri termasuk dalam penyelesaian deforestasi.

Lalu, apakah mungkin memukul mundur oligarki yang telah menjadi kanker dalam pembangunan Negara utamanya pada kasus Deforestasi?

Pertama, untuk menghadapi oligarki yang berkuasa yang paling mudah adalah menggunakan lingkaran oligarki yang lain. Hal ini diakibatkan karena adanya akses tidak terbatas yang dimilikinya terhadap ekonomi dan politik, memungkinnya untuk melakukan apapun. Sedangkan, tentu hal tersebut tidak bisa dilakukan masyarakat yang tidak memiliki kekuasaan yang demikian. Maka perlu ada penguasa lain sebagai tandingan untukk meruntuhkan kekuasaanya. Namun ini tidaklah solutif, sebab bisa jadi oligark yang lainnya juga berjalan atas kepentingannya sendiri.

Maka, menghadapi oligarki yang kerap menggunakan kekuasaan materi untuk kekuasaan politik membutuhkan peraturan baku dan jelas untuk membatasi kepentingan mereka. Bahwa, kuasa materi tidak diperbolehkan masuk pada kuasa politik. Sebab, atas kekuasaan tersebut membuka jalan terbukanya akses bagi mereka mengambil kepentingan publik untuk kepentingan pribadi. Maka perlu adanya persatuan mendorong regulasi untuk membatasi kepentingan oligarki.

Jika solusi diatas terasa sulit dan naif, sebab adanya akses ekonomi dan politik telah memberikan akses manipulatif tanpa batas. Sehingga bisa saja mereka manamai tanah-tanahnya atas orang lain dan Peraturan tidak cukup ampuh membatasi mereka sedikitpun. Apalagi, setiap golongan atau kelompok tidak bisa melawan karena membutuhkan pemimpin dan ketika pemimpinnya diiming-imingi imbalan besar maka gugurlah perjuangan itu.

Maka Langkah yang paling dekat dan memungkinkan adalah mengurangi tuntutan kepada pihaknya dan tetap mendorong kekuatan terbesar untuk fokus pada tindakan-tindakannya. Misalnya, mengedukasi bahwa sebagai sesama makhluk organik perlu menggunakan kekuatannya untuk diberikan pada kesejahteraan yang lebih langgeng. Bahwa jangan sampai melubangi perahu yang sedang ditunggangi.

Selain itu, kita dapat berharap banyak pada Pemimpin Indonesia kedepannya. Pemimpin yang peduli pada Indonesia, pada rakyat dan alam Indonesia. Sehinggga dengan ketegasan yang dimilikinya, alam tidak lagi dikeruk untuk kepentingan segelintir orang saja, melainkan untuk kepentingan rakyat Indonesia secara luas. Dengan kebijaknnya, meningkatkan potensi sumber daya alam Indonesia untuk mendorong Indonesia menjadi Negara yang semakin berdaulat dan maju. Semoga persoalan lingkungan menjadi salah satu titik fokus yang juga dikedepankan kaitannya dengan Pembangunan Indonesia kedepan.

]]>
Tingginya Deforestasi Akibat Kesewenangan Oligarki

Oleh: Isna Asaroh


Angka deforestasi Indonesia selalu tinggi setiap tahunnya. Jumlah deforestasi Indonesia terhitung dalam 10 tahun terakhir telah mencapai 12,5 juta Ha tanah. Hal ini selaras dengan data Global Forest Watch yang menyatakan bahwa; sejak tahun 2001 hingga 2022, Indonesia kehilangan 29,4 Mha tutupan pohon, setara dengan penurunan 18% tutupan pohon sejak tahun 2000 dan setara dengan 21,1 Gt emisi CO2e.

Adapun deforestasi sebagaimana Peraturan Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor 30 tahun 2009 tentang Tata Cara Pengurangan Emisi dari Deforestasi dan Degradasi Hutan (REDD), Deforestasi merupakan perubahan secara permanen areal hutan menjadi tidak berhutan yang disebabkan oleh kegiatan manusia. Sehingga, secara sederhana deforestasi dapat dimaknakan sebagai pengurangan wilayah yang sebelumnya bertajuk hutan menjadi bukan hutan. Lebih singkatnya, deforestasi ialah berkurangnya lahan hutan.

Melihat tingginya angka deforestasi yang terjadi, Indonesia masuk dalam kategori merah sebagai salah satu Negara dengan penggundulan hutan tercepat di Dunia. Padahal, keberadaan hutan sangatlah penting kaitannya dalam keberlangsungan ekosistem kehidupan. Pasalnya, Indonesia merupakan Negara yang memiliki hutan hujan tropis yang dapat menghasilkan emisi dalam jumlah besar serta menjadi habitat berbagai macam biodiversitas, bahkan erat pula dengan masyarakat adat.

Selaras dengan itu, di dunia saat ini alam yang disediakan secara alamiah untuk makhluk hidup hanya tersisa 30 persen saja. Sedangkan, banyaknya lahan hutan yang habis yaitu seluas Negara Bangladesh yang terhitung hilang pertahunnya. Lahan-lahan hutan didunia telah berubah menjadi lahan-lahan lain untuk memuaskan kebutuhan atau keinginan manusia. Akibat adanya deforestasi ini, dapat menyebabkan terjadinya bencana alam, punahnya flora fauna, terganggunya siklus air, adanya pemanasan global dan perubahan iklim.

Contohnya, di Indonesia sendiri khususnya di Pulau Jawa, jumlah hutan yang ada saat ini sangatlah sedikit. Sehingga, lima tahun mendatang diprediksi Pulau Jawa tidak lagi memiliki cadangan air yang memadai untuk kebutuhan manusia yang ada didalamnya. Hal ini dikarenakan tidak adanya tangkapan air akibat keberadaan hutan yang telah habis untuk dijadikan resort, hotel, dll. Sisa hutan yang sedikit, hanya mampu menampung air dalam jumlah yang sedikit pula. Disatu sisi, manusia yang mengonsumsi air jumlahnya banyak. Maka 15 tahun dari sekarang, penduduk pulai Jawa harus mengungsi akibat cadangan air yang tidak memadai.

Selain itu, deforestasi akibat alih fungsi lahan untuk peternakan telah nyata kita rasakan dampaknya pada pandemi covid-19 kemarin. Banyak orang tidak menyadari bahwa salah satu penyebab pandemi adalah deforestasi. Mengapa demikian? Besarnya interaksi atau kontak manusia dengan hewan (unggas) melalui rekayasa genetik yang dilakukan, memperbesar pula interaksi manusia dengan makhluk hasil rekayasa. Sebaliknya, manusia kian menjadi jauh dari alam. Dimana, lahan peternakan yang semakin besar menyebabkan menyusutnya lahan alamiah yang tersedia. Akibatnya, hewan-hewan yang memiliki virus, virusnya akan menyesuaikan diri dengan manusia dan berinteraksi dengan manusia. Sehingga, pandemi hadir menghiasi kehidupan manusia.

Disisi lain, pada pandemi covid-19 angka deforestasi menurun. Sebagaimana data BPS Statistik, total deforestasi pada tahun 2017-2018 berjumlah 430.439,1 Ha, 2018-2019 sejumlah 462.458,5 Ha, kemudia turun drastis pada 2019-2020 yakni 115.459,8 Ha, tahun 2020-2021 120.705,8 Ha dan 104.032,5 Ha pada 2021-2022. Hal ini tentunya diakibatkan adanya pembatasan gerak yang menyebabkan keperluan produksi menjadi menurun dan membuat udara semakin bersih serta ekosistem semakin terjaga. Melihat kenyataan yang demikian, jelas bahwa manusia sebagai antroposen atau puncak tertinggi ekosistemlah yang mengakibatkan bumi menjadi rusak.

Dampak paling besar dari deforestasi adalah perubahan iklim dan pemanasan global. Saat ini, kita dapat merasakan betapa suhu dunia menjadi semakin panas dan hujan tidak lagi dapat diprediksi kedatangannya. Hal ini erat kaitannya dengan keberadaan hutan didunia. Selain itu, krisis iklim dengan ketidakpastiannya dapat berdampak secara psikologi terhadap perkembangan manusia. Tidak hanya itu, World Economy Forum telah menyampaikan bahwa krisis iklim menjadi factor yang berdampak pada ekonomi global. Maka, dipastikan dengan adanya krisis iklim akan berdampak pada krisis-krisis sektor lainnya.

Adanya deforestasi disebabkan karena beberapa faktor, diantarannya; kebakaran hutan, pembukaan lahan perkebunan, perambahan hutan, transmigrasi, serta pertambangan dan pengeboran Sumber daya alam. Adapun penyebab utama deforestasi adalah kesewenangan pemerintah untuk menyokong kepentingan sebagian orang (Oligarki).

Deforestasi yang terjadi terus menerus dari satu pemerintah ke pemerintahan yang lain terbukti tidak memberi dampak signifikan terhadap rakyat. Adanya pembabatan hutan untuk industry ekstraktif, perkebunan kelapa sawit, pertambangan batu-bara hanyalah menguntungkan segelintir orang saja. Dimana, penerapan model ekonomi ekstraktif sangatlah eksklusif dan minim pelibatan masyarakat secara luas. Sehingga, dampak ekonomi bagi masyarakat hanyalah omong kosong. Tentu dalam proses perizinan usahanya, ada campur tangan dari pemerintah.

Seperti beberapa tahun lalu Indonesia sempat digegerkan terkait Perusahaan Asing Korindo asal Korea yang sengaja membakar Hutan di Papua dengan luasan sebesar Kota Seoul. Konon, pembakaran hutan dilakukan untuk mengubah hutan menjadi perkebunan sawit. Padahal, masyarakat adat disana sangat bergantung kepada kelestarian hutan. Meski berhasil digagalkan, tentu kita patut mempertanyakan bagaimana Perusahan Korindo yang berasal dari Korea itu mendapatkan akses dan izin untuk membakar hutan Papua di Indonesia. Tentu disinilah letak peran birokrasi atau pemerintah.

Sebagian besar penggundulan hutan erat kaitannya dengan bisnis besar yang melibatkan kesewenangan pemerintah menggadaikan kekayaan alam Indonesia untuk kepentingan sesaat. Segala kerusakan lingkungan dan industry ekstraktif bermula dari mekanisme sosial yang bernama politik untuk melanggengkan oligarki.

Apa sih yang dimaksud Oligarki?

Oligarki merupakan sistem pemerintahan yang persis dengan aristokrasi. Sistem Pemerintahan Aristokrasi merupakan sekumpulan kecil manusia yang cukup hebat dan bijak untuk mengatur masyarakat secara umum. Sedangkan oligarki merupakan versi jahatnya. Yakni sekelompok orang elit politik atau elit ekonomi / financial yang berkuasa penuh atas satu negara untuk kepentingan tertentu. Adapaun ciri-ciri oligarki adalah adanya kesenjangan ekonomi yang tinggi.

Sebagai contoh, diseluruh dunia ada 1% manusia yang menguasai 50% ekonomi. Di Indonesia lebih parah lagi, dimana ada 1% manusia menguasai 66% tanah di Indonesia. Mereka memiliki hak penuh untuk melakukan apapun atas tanah-tanahnya. Sehingga jelas, daripada menggunakan tanah untuk ditanami padi, akan lebih menguntungkan membangun pabrik tekstil atau pusat industry yang lain, meski dapat menimbulkan dampak buruk pada ekosistem alam disekitarnya.

Oligarki memiliki kuasa materil yang secara penuh dapat dimasukkan pada kuasa politik. Maka menjadi lumrah apabila ada pengusaha yang ikut campur dalam urusan politik atau menjadi backing sebuah sitem politik di Indonesia. Parahnya, wacana demokrasi yang awalnya menempatkan DPR sebagai lembaga yang menjadi alat rakyat mendelegasikan kekuasaanya, kini telah menjadi lumbung kekuasaan bagi pengusaha. Bagaimana tidak, jumlah rakyat Indonesia yang menjadi pengusaha hanyalah 0,8%. Sedangkan, anggota DPR yang menjadi pengusaha sebagaimana penelitian tempo.co lebih dari 50%. Artinya DPR bukan lagi perwakilan rakyat melainkan perwakilan pengusaha yang menyesuaikan kepentingan bukan untuk 98,2 rakyat, tapi kepentingannya sendiri termasuk dalam penyelesaian deforestasi.

Lalu, apakah mungkin memukul mundur oligarki yang telah menjadi kanker dalam pembangunan Negara utamanya pada kasus Deforestasi?

Pertama, untuk menghadapi oligarki yang berkuasa yang paling mudah adalah menggunakan lingkaran oligarki yang lain. Hal ini diakibatkan karena adanya akses tidak terbatas yang dimilikinya terhadap ekonomi dan politik, memungkinnya untuk melakukan apapun. Sedangkan, tentu hal tersebut tidak bisa dilakukan masyarakat yang tidak memiliki kekuasaan yang demikian. Maka perlu ada penguasa lain sebagai tandingan untukk meruntuhkan kekuasaanya. Namun ini tidaklah solutif, sebab bisa jadi oligark yang lainnya juga berjalan atas kepentingannya sendiri.

Maka, menghadapi oligarki yang kerap menggunakan kekuasaan materi untuk kekuasaan politik membutuhkan peraturan baku dan jelas untuk membatasi kepentingan mereka. Bahwa, kuasa materi tidak diperbolehkan masuk pada kuasa politik. Sebab, atas kekuasaan tersebut membuka jalan terbukanya akses bagi mereka mengambil kepentingan publik untuk kepentingan pribadi. Maka perlu adanya persatuan mendorong regulasi untuk membatasi kepentingan oligarki.

Jika solusi diatas terasa sulit dan naif, sebab adanya akses ekonomi dan politik telah memberikan akses manipulatif tanpa batas. Sehingga bisa saja mereka manamai tanah-tanahnya atas orang lain dan Peraturan tidak cukup ampuh membatasi mereka sedikitpun. Apalagi, setiap golongan atau kelompok tidak bisa melawan karena membutuhkan pemimpin dan ketika pemimpinnya diiming-imingi imbalan besar maka gugurlah perjuangan itu.

Maka Langkah yang paling dekat dan memungkinkan adalah mengurangi tuntutan kepada pihaknya dan tetap mendorong kekuatan terbesar untuk fokus pada tindakan-tindakannya. Misalnya, mengedukasi bahwa sebagai sesama makhluk organik perlu menggunakan kekuatannya untuk diberikan pada kesejahteraan yang lebih langgeng. Bahwa jangan sampai melubangi perahu yang sedang ditunggangi.

Selain itu, kita dapat berharap banyak pada Pemimpin Indonesia kedepannya. Pemimpin yang peduli pada Indonesia, pada rakyat dan alam Indonesia. Sehinggga dengan ketegasan yang dimilikinya, alam tidak lagi dikeruk untuk kepentingan segelintir orang saja, melainkan untuk kepentingan rakyat Indonesia secara luas. Dengan kebijaknnya, meningkatkan potensi sumber daya alam Indonesia untuk mendorong Indonesia menjadi Negara yang semakin berdaulat dan maju. Semoga persoalan lingkungan menjadi salah satu titik fokus yang juga dikedepankan kaitannya dengan Pembangunan Indonesia kedepan.

]]>
https://jatim.beritabaru.co/tingginya-deforestasi-akibat-kesewenangan-oligarki/feed/ 0 https://jatim.beritabaru.co/wp-content/uploads/sites/6/2024/02/c75d5df6-b96c-410c-b0ab-b58fb1dca75b-300x239.jpeg
Memilih Presiden Indonesia ala Rosulullah https://jatim.beritabaru.co/memilih-presiden-indonesia-ala-rosulullah/ https://jatim.beritabaru.co/memilih-presiden-indonesia-ala-rosulullah/#respond Mon, 02 Oct 2023 04:07:32 +0000 https://jatim.beritabaru.co/?p=110588 Memilih Presiden Indonesia ala Rosulullah

Oleh: Ach Taufiqil Aziz


NABI Muhammad adalah panutan dalam kehidupan. Saat sahabat mendapatkan masalah dan perlu solusi biasanya langsung menghadap ke Rosulullah. Semua persoalan bisa dipecahkan dengan segera. Lalu bagaimana bila seandainya ada yang bertanya cara dan tips menentukan pilihan atas Presiden Indonesia pada Pemilu 2024?

Tentu saja hal ini adalah pertanyaan imajiner. Tidak dalam rangka condong ke pasangan calon maupun partai politik tertentu. Tapi bagaimana kita merefleksikan setiap ucapan, perbuatan dan ketetapan Rasulullah.

Sebagai umat Islam, kita berharap presiden Indonesia harus mencerminkan 4 sifat Rasulullah. Yakni sidiq (jujur), amanah (dapat dipercaya), tabligh (menyampaikan) dan fatanah (cerdas). Kemudian juga tidak memiliki sifat yang mustahil dari Rasulullah. Yakni kidzib (bohong), khianah (berkhianat), kitman (menyembunyikan), dan baladah (bodoh).

Tentang bagaimana Muhammad dikenal sebagai sosok yang jujur sudah dimulai saat masih muda. Ketika berusia 25 tahun ia mulai berdagang. Muhammad selalu menyampaikan kepada pembelinya harga asli dari barang tersebut dan laba yang diperoleh.

Berkat kejujurannya, Mumamad dikenal sebagai orang yang dipercaya (amanah). Ada suatu peristiwa ketika Muhmmad berusia 35 tahun, penduduk Arab kala itu ingin mengadakan pembangunan Kak’bah. Arsiteknya bernama Baqum dari Romawi.

Awalnya berjalan lancar. Setiap kabilah mengumpulkan batu sesuai dengan jatah masing-masing. Masalah muncul ketika ingin meletakkan Hajar Aswad. Antar kelompok saling merebut. Karena Hajar Aswad adalah soal gengsi. 

Bani Abu Dzar telah mengeluarkan mangkuk berisi darah dan siap mati bersama Bani Adiy. Ketegangan berlangsung sekitar 4 sampai 5 hari. Hingga muncullah Abu Umayyah bin Al Mughirah al Makhzumi yang menawarkan suatu usul bahwa yang pertama memasuki masjid yang bisa meletakkan Hajar Aswad ke tempatnya.

Saat itu, penduduk Mekkah mungetahui bahwa Muhammadlah orang pertama yang memasuki masjid. Kemudian semua kelompok sepakat untuk menunjuk Muhmmad meletakkan Hajar Aswad. Mahammad lalu mengambil serbannya. Meletakkan batu hitam tersebut ditengah-tengahnya, kemudian perwakilan kelompok tersebut memegangi ujung serban tersebut untuk memindahkan Hajar Aswad. Lalu saat sudah berada di Kak’bah, Muhmmad mengambil Hajar Aswad dan menempatkannya di tempat asalnya.

Ketika Muhammad berusia 40 tahun dan diangkat menjadi Rasulullah, beliau mendapatkan wahyu pertama di Gua Hira dalam kondisi yang mengigil. Beliau menyampaikan (tabligh) ke orang-orang sekitanya soal Iqra’ sebagai ayat pertama turun. 

Dari usia 40 tahun hingga 63 tahun saat wafat, butuh waktu 23 tahun kenabian, Muhammad mampu menyebarkan Islam secara luas. Berkali-kali berhasil memimpin peperangan, menaklukan Mekkah (Fathu Mekkah), hingga kini pengikutnya tersebar di seluruh dunia adalah bukti penting kecerdasan (fathonah). Muhammad mampu mengkonsolidasikan nilai dan ajaran hingga sampai bertahan 14 abad lamanya. Tidak heran Michael H. Hart meletakkan Muhammad sebagai orang paling berpengaruh di dunia. 

Pemilu dan Kesempatan Memilih

Timbul pertanyaan, bagaimana kita bisa menilai sosok Presiden Indonesia mendekati sifat Rasulullah lalu kita memilihnya dalam Pemilu 2024 nanti? Kita akan bingung sejak dalam pikiran. Baik itu karena urusan teknis dan non teknis sekaligus.

Secara teknis, kita akan memilih pada suatu momentum 5 kotak suara sekaligus pada 14 Februari 2024 nanti. Mulai dari presiden dan wakil presiden, anggota dewan perwakilan rakyat dari pusat, provinsi hingga kabupaten/kota serta juga anggota dewan perwakilan daerah (DPD).  

Bagaimana kita mampu menyaring calon presiden sebagaimana karakter nabi bila tiap tikungan kita melihat baliho dan banner tentang citra diri dan janji manis yang terpasang beserta senyum manisnya.

Di sisi yang berbeda, bagaimana kita memilah yang benar-benar mencerminkan karakter Rasulullah bila hembusan berita bohong datang sebagaimana badai yang merusak dan mencederai akal sehat kita. 

Pengalaman tahun 2019, Kominfo menemukan 3.356 hoaks yang berkaitan dengan pemilu. Potensi tersebut semakin besar dalam Pemilu 2024. Pintu masuknya adalah media sosial lewat gawai penduduk Indonesia.  

Data Repoltal, pengguna media sosial tahun 2023 terjumlah 167 juta. Artinya sekitar 79,5 persen orang Indonesia. Angka ini akan diprediksi naik pada tahun 2026 menjadi 81,82 persen dari polulasi. 

Pada bulan Oktober pendaftaran presiden dan wakil presiden, dilanjutkan dengan kampanye pemilu pada 28 November 2023 sampai 10 Februari 2024. Pasca penetapan calon presiden dan wakil presiden beserta dengan kampanye, disinilah kita akan benar-benar diuji sebagai bangsa Indonesia untuk menemukan pilihan pemimpin sebagaimana Rasulullah.

Setidaknya ada tiga gerakan yang bisa kita lakukan. Pertama, tazawaru bha’dhahum ba’dha (saling mengunjungi satu sama lain). Kita perlu mempererat silaturrahim antar keluarga, tetangga, teman kantor, dan orang-orang terdekat, hingga yang beda suku, agama, kelompok dan golongan agar kita semakin paham satu sama lainnya.

Kedua, tawashau bil haqqi watawashau bis shabri (saling mengingatkan dalam kebenaran dan kesabaran). Kita perlu untuk menguatkan antar sesama anak bangsa agar tidak mudah terprovokasi dalam Pemilu 2024.

Ketiga, taqorrub ilallah. Dengan jalan mendekat kepada Allah kita berharap pertolongan-Nya agar presiden Indonesia memiliki sifat dan karakter sebagaimana Rasulullah. 

Tiga pola gerakan tersebut adalah lelaku para terdahulu sesepuh kita dalam merawat kebhinekaan. Selamat memperingati maulid Nabi Muhammad 1445 H.


Penulis adalah Alumni Pascasarjana UINSA dan Dosen IST Annuqayah

]]>
Memilih Presiden Indonesia ala Rosulullah

Oleh: Ach Taufiqil Aziz


NABI Muhammad adalah panutan dalam kehidupan. Saat sahabat mendapatkan masalah dan perlu solusi biasanya langsung menghadap ke Rosulullah. Semua persoalan bisa dipecahkan dengan segera. Lalu bagaimana bila seandainya ada yang bertanya cara dan tips menentukan pilihan atas Presiden Indonesia pada Pemilu 2024?

Tentu saja hal ini adalah pertanyaan imajiner. Tidak dalam rangka condong ke pasangan calon maupun partai politik tertentu. Tapi bagaimana kita merefleksikan setiap ucapan, perbuatan dan ketetapan Rasulullah.

Sebagai umat Islam, kita berharap presiden Indonesia harus mencerminkan 4 sifat Rasulullah. Yakni sidiq (jujur), amanah (dapat dipercaya), tabligh (menyampaikan) dan fatanah (cerdas). Kemudian juga tidak memiliki sifat yang mustahil dari Rasulullah. Yakni kidzib (bohong), khianah (berkhianat), kitman (menyembunyikan), dan baladah (bodoh).

Tentang bagaimana Muhammad dikenal sebagai sosok yang jujur sudah dimulai saat masih muda. Ketika berusia 25 tahun ia mulai berdagang. Muhammad selalu menyampaikan kepada pembelinya harga asli dari barang tersebut dan laba yang diperoleh.

Berkat kejujurannya, Mumamad dikenal sebagai orang yang dipercaya (amanah). Ada suatu peristiwa ketika Muhmmad berusia 35 tahun, penduduk Arab kala itu ingin mengadakan pembangunan Kak’bah. Arsiteknya bernama Baqum dari Romawi.

Awalnya berjalan lancar. Setiap kabilah mengumpulkan batu sesuai dengan jatah masing-masing. Masalah muncul ketika ingin meletakkan Hajar Aswad. Antar kelompok saling merebut. Karena Hajar Aswad adalah soal gengsi. 

Bani Abu Dzar telah mengeluarkan mangkuk berisi darah dan siap mati bersama Bani Adiy. Ketegangan berlangsung sekitar 4 sampai 5 hari. Hingga muncullah Abu Umayyah bin Al Mughirah al Makhzumi yang menawarkan suatu usul bahwa yang pertama memasuki masjid yang bisa meletakkan Hajar Aswad ke tempatnya.

Saat itu, penduduk Mekkah mungetahui bahwa Muhammadlah orang pertama yang memasuki masjid. Kemudian semua kelompok sepakat untuk menunjuk Muhmmad meletakkan Hajar Aswad. Mahammad lalu mengambil serbannya. Meletakkan batu hitam tersebut ditengah-tengahnya, kemudian perwakilan kelompok tersebut memegangi ujung serban tersebut untuk memindahkan Hajar Aswad. Lalu saat sudah berada di Kak’bah, Muhmmad mengambil Hajar Aswad dan menempatkannya di tempat asalnya.

Ketika Muhammad berusia 40 tahun dan diangkat menjadi Rasulullah, beliau mendapatkan wahyu pertama di Gua Hira dalam kondisi yang mengigil. Beliau menyampaikan (tabligh) ke orang-orang sekitanya soal Iqra’ sebagai ayat pertama turun. 

Dari usia 40 tahun hingga 63 tahun saat wafat, butuh waktu 23 tahun kenabian, Muhammad mampu menyebarkan Islam secara luas. Berkali-kali berhasil memimpin peperangan, menaklukan Mekkah (Fathu Mekkah), hingga kini pengikutnya tersebar di seluruh dunia adalah bukti penting kecerdasan (fathonah). Muhammad mampu mengkonsolidasikan nilai dan ajaran hingga sampai bertahan 14 abad lamanya. Tidak heran Michael H. Hart meletakkan Muhammad sebagai orang paling berpengaruh di dunia. 

Pemilu dan Kesempatan Memilih

Timbul pertanyaan, bagaimana kita bisa menilai sosok Presiden Indonesia mendekati sifat Rasulullah lalu kita memilihnya dalam Pemilu 2024 nanti? Kita akan bingung sejak dalam pikiran. Baik itu karena urusan teknis dan non teknis sekaligus.

Secara teknis, kita akan memilih pada suatu momentum 5 kotak suara sekaligus pada 14 Februari 2024 nanti. Mulai dari presiden dan wakil presiden, anggota dewan perwakilan rakyat dari pusat, provinsi hingga kabupaten/kota serta juga anggota dewan perwakilan daerah (DPD).  

Bagaimana kita mampu menyaring calon presiden sebagaimana karakter nabi bila tiap tikungan kita melihat baliho dan banner tentang citra diri dan janji manis yang terpasang beserta senyum manisnya.

Di sisi yang berbeda, bagaimana kita memilah yang benar-benar mencerminkan karakter Rasulullah bila hembusan berita bohong datang sebagaimana badai yang merusak dan mencederai akal sehat kita. 

Pengalaman tahun 2019, Kominfo menemukan 3.356 hoaks yang berkaitan dengan pemilu. Potensi tersebut semakin besar dalam Pemilu 2024. Pintu masuknya adalah media sosial lewat gawai penduduk Indonesia.  

Data Repoltal, pengguna media sosial tahun 2023 terjumlah 167 juta. Artinya sekitar 79,5 persen orang Indonesia. Angka ini akan diprediksi naik pada tahun 2026 menjadi 81,82 persen dari polulasi. 

Pada bulan Oktober pendaftaran presiden dan wakil presiden, dilanjutkan dengan kampanye pemilu pada 28 November 2023 sampai 10 Februari 2024. Pasca penetapan calon presiden dan wakil presiden beserta dengan kampanye, disinilah kita akan benar-benar diuji sebagai bangsa Indonesia untuk menemukan pilihan pemimpin sebagaimana Rasulullah.

Setidaknya ada tiga gerakan yang bisa kita lakukan. Pertama, tazawaru bha’dhahum ba’dha (saling mengunjungi satu sama lain). Kita perlu mempererat silaturrahim antar keluarga, tetangga, teman kantor, dan orang-orang terdekat, hingga yang beda suku, agama, kelompok dan golongan agar kita semakin paham satu sama lainnya.

Kedua, tawashau bil haqqi watawashau bis shabri (saling mengingatkan dalam kebenaran dan kesabaran). Kita perlu untuk menguatkan antar sesama anak bangsa agar tidak mudah terprovokasi dalam Pemilu 2024.

Ketiga, taqorrub ilallah. Dengan jalan mendekat kepada Allah kita berharap pertolongan-Nya agar presiden Indonesia memiliki sifat dan karakter sebagaimana Rasulullah. 

Tiga pola gerakan tersebut adalah lelaku para terdahulu sesepuh kita dalam merawat kebhinekaan. Selamat memperingati maulid Nabi Muhammad 1445 H.


Penulis adalah Alumni Pascasarjana UINSA dan Dosen IST Annuqayah

]]>
https://jatim.beritabaru.co/memilih-presiden-indonesia-ala-rosulullah/feed/ 0 https://jatim.beritabaru.co/wp-content/uploads/sites/6/2023/10/1f3bea45-1ee5-4ebb-a138-f16ef32a8a78-300x231.jpeg
Apakah Setiap Pejabat Berhak Mendapat Gelar Profesor Kehormatan? https://jatim.beritabaru.co/apakah-setiap-pejabat-berhak-mendapat-gelar-profesor-kehormatan/ https://jatim.beritabaru.co/apakah-setiap-pejabat-berhak-mendapat-gelar-profesor-kehormatan/#respond Sat, 16 Sep 2023 05:40:41 +0000 https://jatim.beritabaru.co/?p=110102 Apakah Setiap Pejabat Berhak Mendapat Gelar Profesor Kehormatan?

Berita Baru, Surabaya - Pasal 23 ayat (2) Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menyatakan bahwa sebutan guru besar atau profesor hanya dipergunakan selama seseorang masih aktif bekerja sebagai pendidik di perguruan tinggi.

Ketentuan ini sejalan dengan Pasal 1 butir 3 Undang-Undang No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen.

Apabila kita ingin konsisten dengan ketentuan tersebut, maka berarti guru besar atau profesor seharusnya tidak diberikan kepada siapapun yang tidak bekerja secara aktif sebagai pendidik di perguruan tinggi (dosen).

Sebutan profesor kehormatan bagi non-akademisi, sekilas tidak sejalan dengan maksud Pasal 23 ayat (3) Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 juncto Pasal 1 butir 3 Undang-Undang No. 14 Tahun 2005.

Pendek kata, dengan menggunakan argumentum a fortiori, dapat dinyatakan bahwa jangankan mereka yang bukan sebagai dosen, yang memang berprofesi sebagai dosen pun apabila ia sudah tidak aktif lagi, ia tidak diperkenankan menyandang sebutan profesor yang pernah disandangnya.

]]>
Apakah Setiap Pejabat Berhak Mendapat Gelar Profesor Kehormatan?

Berita Baru, Surabaya - Pasal 23 ayat (2) Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menyatakan bahwa sebutan guru besar atau profesor hanya dipergunakan selama seseorang masih aktif bekerja sebagai pendidik di perguruan tinggi.

Ketentuan ini sejalan dengan Pasal 1 butir 3 Undang-Undang No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen.

Apabila kita ingin konsisten dengan ketentuan tersebut, maka berarti guru besar atau profesor seharusnya tidak diberikan kepada siapapun yang tidak bekerja secara aktif sebagai pendidik di perguruan tinggi (dosen).

Sebutan profesor kehormatan bagi non-akademisi, sekilas tidak sejalan dengan maksud Pasal 23 ayat (3) Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 juncto Pasal 1 butir 3 Undang-Undang No. 14 Tahun 2005.

Pendek kata, dengan menggunakan argumentum a fortiori, dapat dinyatakan bahwa jangankan mereka yang bukan sebagai dosen, yang memang berprofesi sebagai dosen pun apabila ia sudah tidak aktif lagi, ia tidak diperkenankan menyandang sebutan profesor yang pernah disandangnya.

]]>
https://jatim.beritabaru.co/apakah-setiap-pejabat-berhak-mendapat-gelar-profesor-kehormatan/feed/ 0 https://jatim.beritabaru.co/wp-content/uploads/sites/6/2023/09/a26eed86-9b6b-421e-9182-7fe89b6459fd-300x169.jpeg
Kenapa Khofifah Jadi Rebutan? https://jatim.beritabaru.co/kenapa-khofifah-jadi-rebutan/ https://jatim.beritabaru.co/kenapa-khofifah-jadi-rebutan/#respond Thu, 27 Apr 2023 17:43:04 +0000 https://jatim.beritabaru.co/?p=107781 Kenapa Khofifah Jadi Rebutan?

Berita Baru, Surabaya - Demi mendapatkan suara nahdliyin dan menguasai Jawa Timur, para Calon Presiden (Capres) meminang Khofifah Indar Parawansa untuk menjadi pendampingnya dalam perhelatan akbar lima tahunan di Pilpres 2024 mendatang.

Khofifah dinilai punya modal elektoral penting. Dia selain pemimpin Muslimat NU, badan otonom Nahdlatul Ulama. Sejak tahun 2000 yang diperkirakan anggotanya lebih dari 30 juta orang. Khofifah juga memimpin Provinsi Jawa Timur dengan jumlah pemilih terbesar kedua setelah Jawa Barat.

Analis Politik Arifki Chaniago menjelaskan potensi masing-masing figur calon presiden (capres) bila dipasangkan dengan Khofifah. Pertama, Anies Baswedan membutuhkan sosok pemiliki elektoral di Jawa Timur dan figur perempuan.

“Ketika mengarah ke Ganjar, tentu dia membutuhkan figur perempuan yang religius dan memiliki wilayah yang kuat (Jawa Timur), karena Ganjar cukup kuat di Jawa Tengah, kata Arifki, seperti dikutip dari Liputan6.com pada Senin (24/4/2023).

Bagi Prabowo, Arifki meyakini, sosok Khofifah juga dibutuhkan sebagai figur kuat secara religius maupun isu elektoral di Jawa Timur.

“Hal ini menguntungkan bagi Khofifah ketika dia ingin menjadi calon wakil presiden dari calon presiden yang menginginkannya dan Khofifah berhitung bahwa dia dalam kondisi politik Pilkada keduanya di Jatim, tentu harapannya menang dan bukan kalah,” tutup Afikri.

]]>
Kenapa Khofifah Jadi Rebutan?

Berita Baru, Surabaya - Demi mendapatkan suara nahdliyin dan menguasai Jawa Timur, para Calon Presiden (Capres) meminang Khofifah Indar Parawansa untuk menjadi pendampingnya dalam perhelatan akbar lima tahunan di Pilpres 2024 mendatang.

Khofifah dinilai punya modal elektoral penting. Dia selain pemimpin Muslimat NU, badan otonom Nahdlatul Ulama. Sejak tahun 2000 yang diperkirakan anggotanya lebih dari 30 juta orang. Khofifah juga memimpin Provinsi Jawa Timur dengan jumlah pemilih terbesar kedua setelah Jawa Barat.

Analis Politik Arifki Chaniago menjelaskan potensi masing-masing figur calon presiden (capres) bila dipasangkan dengan Khofifah. Pertama, Anies Baswedan membutuhkan sosok pemiliki elektoral di Jawa Timur dan figur perempuan.

“Ketika mengarah ke Ganjar, tentu dia membutuhkan figur perempuan yang religius dan memiliki wilayah yang kuat (Jawa Timur), karena Ganjar cukup kuat di Jawa Tengah, kata Arifki, seperti dikutip dari Liputan6.com pada Senin (24/4/2023).

Bagi Prabowo, Arifki meyakini, sosok Khofifah juga dibutuhkan sebagai figur kuat secara religius maupun isu elektoral di Jawa Timur.

“Hal ini menguntungkan bagi Khofifah ketika dia ingin menjadi calon wakil presiden dari calon presiden yang menginginkannya dan Khofifah berhitung bahwa dia dalam kondisi politik Pilkada keduanya di Jatim, tentu harapannya menang dan bukan kalah,” tutup Afikri.

]]>
https://jatim.beritabaru.co/kenapa-khofifah-jadi-rebutan/feed/ 0 https://jatim.beritabaru.co/wp-content/uploads/sites/6/2023/04/IMG_9169-300x212.jpeg
Pancasila, yang Dihafal, Diperbuat dan Didoktrin https://jatim.beritabaru.co/pancasila-yang-dihafal-diperbuat-dan-didoktrin/ https://jatim.beritabaru.co/pancasila-yang-dihafal-diperbuat-dan-didoktrin/#respond Sat, 01 Oct 2022 12:41:37 +0000 https://jatim.beritabaru.co/?p=100457 Pancasila, yang Dihafal, Diperbuat dan Didoktrin

Oleh: Ach Taufiqil Aziz*


Sebelum peringatan Hari Kesaktian Pancasila pada 1 Oktober 2022, saya mencatat ada tiga hal menarik. Yakni soal Ketua DPRD Lumajang yang tidak hapal Pancasila, serangan Bjorka, dan juga tertangkapnya aktivis Rumah Pancasila dalam dugaan suap di Mahkamah Agung. Fenomena apa ini?

Apakah tidak hapal teks Pancasila secara otomatis kita tidak pancasilais? ataukah kita telah menjadi pancasilais saat setiap waktu mendiskusikan Pancasila lalu tiba-tiba tertangkap tangan KPK? Termasuk bagaimana dengan kedaulatan data kita yang rapuh dan mudah diserang hacker Bjorka?

Bagi saya, posisi Pancasila sebagai nilai mendorong kita berbuat seperti sila-sila yang ada di dalamnya. Tentu bukan hanya sebagai hapalan semata. Tapi tingkah laku kita menunjukkan bahwa berketuhanan, kemanusiaan yang adil dan beradab, ikut berperan serta dalam menjaga persatuan, menegakkan kedaulatan rakyat dan bersama menjadi bagian dari mewujudkan keadilan sosial bagi semua.

Kalau kerangka acuan ini yang kita pegang, Ketua DPRD Lumajang itu telah mengamalkan Pancasila secara kongkrit. Minimal dia bisa merajut persatuan dengan lebih cepat dari kontroversi atas salah hapal tersebut. Tentu hal ini layak diapresiasi dengan baik. 

Pada soal yang berbeda, bahwa mendiskusikan Pancasila saja tidak cukup bila perilakunya ternyata malah membuat dirinya ditangkap KPK atas dugaan suap perkara. Apakah berarti kita tidak perlu mendalami dan mendiskusikan Pancasila? 

Salah satu Kaidah Fiqih menyebutkan bahwa kalau tidak mendapatkan semuanya, jangan tinggalkan seluruhnya. Ini berarti bahwa menggali dan mendiskusikan Pancasila itu penting terus dilanjutkan sembari kita menuju perilaku yang Pancasilais.

Hanya saja, diskusi tentang Pancasila ini tentu tidak boleh sampai menjadikan kita merasa sebagai yang paling Pancasilais dan membenturkannya dengan pihak lain yang belum sepenuhnya sama pemahaman tentang Pancasila. Dengan kata lain, jangan sampai kita merasa paling Pancasila dan yang lain bukan.

Pancasila bagi Negara

Pemahaman tentang Pancasila seyogianya memang tidak hanya untuk setiap individu. Tapi juga bagi negara. Kasus terdekat yang bisa kita analisa adalah tentang peretasan hacker Bjorka. Soal lemahnya keamanan data kita. Baik itu data lembaga negara maupun juga setiap individu.

Peretasan Bjorka ini membuka satu kesadaran penting. Bahwa kedaulatan kita sebagai suatu bangsa tidak hanya atas tanah dan air semata. Tapi juga atas data. 

Seberapapun kencang kita sering berteriak tentang NKRI harga mati tidak akan cukup berguna kalau data kita sering bocor. Model penjajahan sekarang bukan lagi hanya dengan merampas  tanah dan air, tetapi yang terdekat pada soal data yang kita punya. 

Peretasan Bjorka bisa jadi hanya fenomena gunung es dari masalah data kita yang mudah sekali bocor pada pihak-pihak yang tidak berwenang. Yang pelan dan pasti akan menggangu kenyamanan kita sebagai warga bangsa.

Contoh sederhana, apabila data NIK KTP kita dan nomor handphone sudah mudah diketahui oleh orang lain, maka akan menjadi pintu masuk untuk meretas akun media sosial, WhatsApp, dan bahkan juga bisa meneror kita.

Tidak usah jauh-jauh, setelah data para pejabat yang diretas, kini juga ramai peretasan sejumlah awak media Narasi yang disertai dengan ancaman diam atau mati. Sesuatu yang mestinya bisa kita cegah sebagai negara yang berdaulat. 

Pada titik inilah sebenarnya kita harus kembali kepada Kesaktian Pancasila. Mengisi daya energi kenegaraan kita untuk semakin berdaulat. Meletakkan Pancasila sebagai nilai yang menjadi inspirasi dalam penguatan digital yang sebenarnya. Bukan hanya sebagai perayaan seremonial yang kekurangan nilai dan makna. 

Yang dihapal, diperbuat dan didoktrin harus seirama dan sejalan. Kita memang perlu menghapal Pancasila dan berbuat sesuai nilai yang terkandung di dalamnya. Demikian pula kita harus menyebarkan nilai Pancasila kepada yang lain. Tetapi yang juga penting adalah negara juga harus benar-benar mengimplementasikan Pancasila dalam setiap kebijakannya. Selamat Hari Kesaktian Pancasila

]]>
Pancasila, yang Dihafal, Diperbuat dan Didoktrin

Oleh: Ach Taufiqil Aziz*


Sebelum peringatan Hari Kesaktian Pancasila pada 1 Oktober 2022, saya mencatat ada tiga hal menarik. Yakni soal Ketua DPRD Lumajang yang tidak hapal Pancasila, serangan Bjorka, dan juga tertangkapnya aktivis Rumah Pancasila dalam dugaan suap di Mahkamah Agung. Fenomena apa ini?

Apakah tidak hapal teks Pancasila secara otomatis kita tidak pancasilais? ataukah kita telah menjadi pancasilais saat setiap waktu mendiskusikan Pancasila lalu tiba-tiba tertangkap tangan KPK? Termasuk bagaimana dengan kedaulatan data kita yang rapuh dan mudah diserang hacker Bjorka?

Bagi saya, posisi Pancasila sebagai nilai mendorong kita berbuat seperti sila-sila yang ada di dalamnya. Tentu bukan hanya sebagai hapalan semata. Tapi tingkah laku kita menunjukkan bahwa berketuhanan, kemanusiaan yang adil dan beradab, ikut berperan serta dalam menjaga persatuan, menegakkan kedaulatan rakyat dan bersama menjadi bagian dari mewujudkan keadilan sosial bagi semua.

Kalau kerangka acuan ini yang kita pegang, Ketua DPRD Lumajang itu telah mengamalkan Pancasila secara kongkrit. Minimal dia bisa merajut persatuan dengan lebih cepat dari kontroversi atas salah hapal tersebut. Tentu hal ini layak diapresiasi dengan baik. 

Pada soal yang berbeda, bahwa mendiskusikan Pancasila saja tidak cukup bila perilakunya ternyata malah membuat dirinya ditangkap KPK atas dugaan suap perkara. Apakah berarti kita tidak perlu mendalami dan mendiskusikan Pancasila? 

Salah satu Kaidah Fiqih menyebutkan bahwa kalau tidak mendapatkan semuanya, jangan tinggalkan seluruhnya. Ini berarti bahwa menggali dan mendiskusikan Pancasila itu penting terus dilanjutkan sembari kita menuju perilaku yang Pancasilais.

Hanya saja, diskusi tentang Pancasila ini tentu tidak boleh sampai menjadikan kita merasa sebagai yang paling Pancasilais dan membenturkannya dengan pihak lain yang belum sepenuhnya sama pemahaman tentang Pancasila. Dengan kata lain, jangan sampai kita merasa paling Pancasila dan yang lain bukan.

Pancasila bagi Negara

Pemahaman tentang Pancasila seyogianya memang tidak hanya untuk setiap individu. Tapi juga bagi negara. Kasus terdekat yang bisa kita analisa adalah tentang peretasan hacker Bjorka. Soal lemahnya keamanan data kita. Baik itu data lembaga negara maupun juga setiap individu.

Peretasan Bjorka ini membuka satu kesadaran penting. Bahwa kedaulatan kita sebagai suatu bangsa tidak hanya atas tanah dan air semata. Tapi juga atas data. 

Seberapapun kencang kita sering berteriak tentang NKRI harga mati tidak akan cukup berguna kalau data kita sering bocor. Model penjajahan sekarang bukan lagi hanya dengan merampas  tanah dan air, tetapi yang terdekat pada soal data yang kita punya. 

Peretasan Bjorka bisa jadi hanya fenomena gunung es dari masalah data kita yang mudah sekali bocor pada pihak-pihak yang tidak berwenang. Yang pelan dan pasti akan menggangu kenyamanan kita sebagai warga bangsa.

Contoh sederhana, apabila data NIK KTP kita dan nomor handphone sudah mudah diketahui oleh orang lain, maka akan menjadi pintu masuk untuk meretas akun media sosial, WhatsApp, dan bahkan juga bisa meneror kita.

Tidak usah jauh-jauh, setelah data para pejabat yang diretas, kini juga ramai peretasan sejumlah awak media Narasi yang disertai dengan ancaman diam atau mati. Sesuatu yang mestinya bisa kita cegah sebagai negara yang berdaulat. 

Pada titik inilah sebenarnya kita harus kembali kepada Kesaktian Pancasila. Mengisi daya energi kenegaraan kita untuk semakin berdaulat. Meletakkan Pancasila sebagai nilai yang menjadi inspirasi dalam penguatan digital yang sebenarnya. Bukan hanya sebagai perayaan seremonial yang kekurangan nilai dan makna. 

Yang dihapal, diperbuat dan didoktrin harus seirama dan sejalan. Kita memang perlu menghapal Pancasila dan berbuat sesuai nilai yang terkandung di dalamnya. Demikian pula kita harus menyebarkan nilai Pancasila kepada yang lain. Tetapi yang juga penting adalah negara juga harus benar-benar mengimplementasikan Pancasila dalam setiap kebijakannya. Selamat Hari Kesaktian Pancasila

]]>
https://jatim.beritabaru.co/pancasila-yang-dihafal-diperbuat-dan-didoktrin/feed/ 0 https://jatim.beritabaru.co/wp-content/uploads/sites/6/2022/10/99D14F9A-EA5B-4C66-A900-E6DCBF852A6C-300x241.jpeg