DBD Pasuruan Meningkat, Ahli: Dampak Perubahan Iklim
Berita Baru, Pasuruan – Kasus Demam Berdarah Dengue (DBD) di Pasuruan semakin meningkat. Perubahan iklim yang terjadi ikut menjadi pemicunya.
Anies, Pakar Kedokteran Lingkungan, Universitas Diponegoro (Undip) Semarang, mengatakan perubahan iklim membawa ancaman nyata terhadap meningkatnya kasus DBD.
Sebab, peningkatan suhu yang terjadi belakangan mempengaruhi perilaku nyamuk aedes aegepty. Nyamuk yang sebelumnya hanya menggigit pada jam-jam tertentu, kini tidak lagi. Selain itu, nyamuk juga lebih cepat berkembang biak.
Untuk mengatasinya, hal paling sederhana yang bisa segera diwujudkan adalah dengan membangun kesadaran manusia. Pasalnya, bila tidak demikian, intensitas tumbuh kembang nyamuk akan semakin meningkat.
“Karena itu, sangat penting membangun kesadaran perubahan iklim tak hanya soal hujan dan cuaca. Termasuk yang patut diwaspadai adalah sektor kesehatan, sekalipun dampak tak langsung. Ini harus dibangun,” tegasnya, seperti dikutip dari Mongabay.co.id.
Sementara itu, naiknya produktivitas nyamuk penyebab DBD di Indonesia ternyata tak hanya disebabkan perubahan iklim saja. Melainkan ada keterkaitan erat antar manusia, hewan dan lingkungan.
Seperti dikatakan Sugiyono, ahli zoonosis Badan Riset Nasional (BRIN), perilaku manusia yang membiarkan genangan air di tempat nyamuk bertelur saat perubahan iklim tak terkendali membuat jentik nyamuk aktif berkembang.
“Itu berarti nyamuk-nyamuk berbahaya berpotensi meningkatkan populasi.”
Akibat hal ini, Pusat Data dan Informasi (Pusdatin) Kementerian Kesehatan mencatat, kasus DBD di Indonesia meningkat dalam tujuh tahun terakhir. Pada 2014, tercatat 100.347 kasus, lalu pada Agustus 2021 tercatat 30.000 kasus dan 22.331 kasus DBD pada 2022.
Sedangkan, berdasar data dari Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Pasuruan, sepanjang bulan Januari hingga April tahun 2022 ditemukan 238 kasus DBD. Bahkan, 4 di antaranya meninggal dunia.