Beritabaru.co Dapatkan aplikasi di Play Store

 Berita

 Network

 Partner

Digitalisasi dan Alihwahana Jadi Fokus Lokakarya HISKI Hari Kedua

Digitalisasi dan Alihwahana Jadi Fokus Lokakarya HISKI Hari Kedua



Berita Baru, Banyuwangi — Hari kedua Lokakarya Nasional yang digelar pada Kamis (29/05/2025), Himpunan Sarjana-Kesusastraan Indonesia (HISKI) dengan dukungan Dana Indonesiana, Kementerian Kebudayaan melanjutkan kegiatan dengan fokus pada digitalisasi, alihwahana, dan pembuatan produk kreatif berbasis tradisi lisan dan manuskrip. Target capaiannya adalah konten kreatif berupa proses dan produk kreatif yang dividiokan dan diunggan di media sosial. Hal seni pertunjukan digelar dalam Festival Sastra yang diintegrasikan dengan Banyuwangi Festival dalam mata acara Banyuwangi Kala Semana.

Sama seperti sebelumnya, lokakarya diselenggarakan secara hybrid, yakni digelar di Universitas 17 Agustus 1945 Banyuwangi dan Zoom Meeting serta disiarkan langsung di kanal YouTube HISKI Pusat, Harian Surya dan Tribun Jatim Official.

Digitalisasi dan Alihwahana Jadi Fokus Lokakarya HISKI Hari Kedua

Setelah sesi pertama yang dimulai pukul 08:30 hingga 12:00 siang selesai, acara berlanjut di sesi kedua yang dimulai pukul 13:00 hingga 16:00. Dua narasumber yang mengisi sesi ini adalah, terdapat dua narasumber yang akan mengisi lokakarya ini yaitu Drs. Hasan Basri (Ketua Dewan Kesenian Blambangan) dan Elvin Hendratha, S.E. (Pembina Seni dan Konten Kreator Sanggar Joyo Karyo), eerta yang bertindak sebagai moderator Sudartomo Macaryus, M.Hum.

Narasumber pertama, Hasan mempresentasikan materi berjudul “Alihwahana dan Produk Ekonomi Kreatif Berbasis Tradisi Lisan dan Manuskrip Banyuwangi”. Ia menegaskan bahwa tradisi lisan dan manuskrip Banyuwangi memiliki potensi besar untuk dikembangkan menjadi produk ekonomi kreatif yang bernilai ekonomi sekaligus memperkuat identitas budaya daerah.

Dalam paparannya, Hasan menjelaskan bahwa ekonomi kreatif (ekraf) adalah sektor ekonomi berbasis pada kreativitas, keahlian, dan nilai budaya. Ekraf berpotensi menciptakan lapangan kerja, mendukung pertumbuhan ekonomi, dan berperan penting dalam pembangunan sosial, pelestarian budaya, dan penguatan citra daerah.

“Banyuwangi memiliki kekayaan tradisi lisan dan manuskrip seperti Lontar Yusup, Lontar Sritanjung, dan Babad Tawang Alun yang dapat diolah dengan pendekatan kreatif menjadi beragam bentuk produk,” terang Hasan.

Alihwahana —yakni proses alih media atau bentuk karya sastra dan budaya— dapat menghasilkan beragam produk kreatif, seperti: aplikasi dan game digital, fesyen dan kriya, musik dan seni pertunjukan, desain komunikasi visual, dan arsitektur tematik berbasis lokal.

“Ciri utama produk ekraf yang sukses, menurut Hasan, mencakup inovasi, penggabungan unsur budaya dan seni, keterampilan khusus, nilai tambah ekonomi, serta berorientasi pada pemasaran dan keberlanjutan sosial,” tambahnya.

Ia juga menyinggung dukungan yang tersedia, seperti dari Kemenparekraf dan Banyuwangi Creative Hub yang aktif membina komunitas lokal dalam pengembangan produk ekraf.

“Salah satu contoh konkret adalah kelompok Gembrung yang telah menghasilkan produk ekraf berbasis cerita rakyat setempat, menunjukkan bagaimana penggabungan warisan budaya dan inovasi modern memberi dampak positif bagi ekonomi kreatif di Banyuwangi,” pungkasnya.

Digitalisasi dan Alihwahana Jadi Fokus Lokakarya HISKI Hari Kedua

Narasumber kedua, Elvin membawakan materi berjudul “Digitalisasi Produk Industri Kreatif Berbasis Tradisi Lisan dan Manuskrip”. Ia memaparkan pentingnya digitalisasi budaya sebagai upaya transformasi dan pelestarian warisan lokal dalam dunia yang terus berubah.
Menurut Elvin, digitalisasi budaya adalah pemanfaatan teknologi untuk mendokumentasikan, mengelola, dan menyebarluaskan pengetahuan tentang unsur-unsur budaya, termasuk tradisi lisan dan manuskrip. Langkah ini bukan hanya soal pelestarian, tetapi juga membuka peluang ekonomi dan kreativitas baru berbasis kearifan lokal.

“Perubahan generasi memaksa budaya berpindah panggung, dari ranah konservatif menuju ranah digital,” jelas Elvin.
Ia memaparkan bahwa proses digitalisasi mencakup berbagai bentuk transformasi media, antara lain: 1) tradisi lisan yang direkam dalam bentuk video, audio, atau tulisan digital; 2) manuskrip kuno yang dipindai menjadi file digital (JPG, PDF, Word); 3) audio analog seperti kaset dan rekaman lama dikonversi ke format digital (MP3 dan WAV); dan 4) video analog seperti VHS dan betamax yang dikonversi ke format video modern (MP4 dan AVI).

“Digitalisasi ini tidak hanya memudahkan akses lintas ruang dan waktu, tapi juga memberi manfaat luas: mulai dari pelestarian budaya tak benda, riset dan pendidikan, hingga promosi identitas budaya lokal kepada dunia,” urainya.

Elvin menekankan bahwa proses digitalisasi kini semakin inklusif dan mudah dipelajari oleh siapa pun karena didukung teknologi antarmuka ramah pengguna dan kemajuan seperti AI dan CGI. Produk hasil digitalisasi ini juga bisa dimonetisasi dan dipasarkan secara luas.

Melalui platform seperti YouTube Rempeg, Seblang Bakungan, dan Jogopati Live, tradisi Banyuwangi kini hadir dalam bentuk konten kreatif digital yang lebih dekat dengan generasi muda dan masyarakat global.

“Yang tidak berubah adalah perubahan itu sendiri,” kutip Elvin dari filsuf Yunani, Heraclitus, sebagai pengingat bahwa budaya pun harus mampu beradaptasi agar tetap hidup.

Dengan adanya kegiatan ini, HISKI berharap dapat mendorong penulis dan pegiat budaya untuk menggali kekayaan tradisi lokal sebagai sumber inspirasi dalam menciptakan karya sastra yang bermakna dan berakar pada kearifan lokal. Bagi HISKI, lokakarya ini menjadi momentum penting dalam mengembangkan literasi budaya dan memperkuat identitas sastra Indonesia melalui warisan tradisi lisan dan manuskrip.

Acara ini diikuti 30 peserta luring, bertempat di ruang Mini Bioskop Universitas 17 Agustus 1945 Banyuwangi, 95 audience di Zoom Meeting dan ditonton sebanyak 310 kali secara akumulatif di tayangan Youtube HISKI Pusat, Harian Surya dan Tribun Jatim Official.

Digitalisasi dan Alihwahana Jadi Fokus Lokakarya HISKI Hari Kedua

beras