Beritabaru.co Dapatkan aplikasi di Play Store

 Berita

 Network

 Partner

Hari Kedua Lokakarya HISKI: Tradisi Lisan Banyuwangi Diangkat ke Ranah Literasi dan Pariwisata

Hari Kedua Lokakarya HISKI: Tradisi Lisan Banyuwangi Diangkat ke Ranah Literasi dan Pariwisata



Berita Baru, Banyuwangi — Setelah hari pertama Lokakarya Nasional yang digelar pada (28/05/2025) kemarin, Himpunan Sarjana-Kesusastraan Indonesia (HISKI) kembali melanjutkan giat tersebut pada Kamis, (29/05/2025). Lokakarya yang mendapat dukungan pendanaan dari Dana Indonesiana, Kementerian Kebudayaan ini berfokus pada pembahasan mengenai pembuatan produk kreatif berbasis tradisi lisan dan manuskrip yang hasilnya berupa konten kreatif berupa video yang diunggah di media sosial serta dipamerkan dan dipentaskan pada kegiatan Festival Sastra dan Gelar Produk Kreatif pada bulan Agustus, diintegrasikan dengan Banyuwangi Festival, mata acara Banyuwangi Kala Semana.

Sama seperti sebelumnya, lokakarya ini diselenggarakan secara hybrid, yakni digelar di Universitas 17 Agustus 1945 Banyuwangi dan Zoom Meeting serta disiarkan langsung di kanal YouTube HISKI Pusat, Harian Surya dan Tribun Jatim Official.

Hari Kedua Lokakarya HISKI: Tradisi Lisan Banyuwangi Diangkat ke Ranah Literasi dan Pariwisata

Dalam sesi pertama yang dimulai pukul 08:30 hingga 12:00 siang tersebut, terdapat dua narasumber yang akan mengisi lokakarya ini, yaitu Dr. Ferry Kurniawan, M.Pd. (Wakil Sekretaris Jendral dan Akademisi) dan Dr. Ari Ambarwati, M.Pd. (Peniliti dan Penulis Cerita Anak). Bertindak sebagai moderator Sudartomo Macaryus, M.Hum.

Narasumber pertama, Dr. Ferry mempresentasikan materi berjudul “Pembuatan Produk Kreatif Berbasis Tradisi Lisan dan Manuskrip Banyuwangi sebagai Pendukung Pariwisata”. Ia memaparkan pentingnya pengembangan produk kreatif yang berakar dari tradisi lisan dan manuskrip Banyuwangi sebagai strategi mendukung pariwisata berkelanjutan.

“Melalui pendekatan ini, kekayaan budaya dan nilai-nilai lokal tidak hanya menjadi elemen pelengkap, tetapi diangkat sebagai materi utama yang mampu meningkatkan daya tarik wisata sekaligus menggerakkan ekonomi masyarakat,” ujarnya.

Menurut Ferry, pariwisata modern tidak cukup hanya mengandalkan keindahan alam. Nilai-nilai kearifan lokal dari tradisi lisan dan naskah-naskah kuno berpotensi besar untuk dikemas ulang menjadi produk ekonomi kreatif yang bernilai tinggi. Produk-produk tersebut bisa berupa fesyen, asesori kaos, souvenir mug dan gantungan kunci, hingga bentuk digital seperti aplikasi, animasi, video, serta seni pertunjukan dan kuliner.

“Ketika masyarakat lokal terlibat dalam proses kreatif dan produksi, terdapat efek ekonomi langsung yang mereka rasakan,” jelasnya.

Untuk mendukung inisiatif ini, lanjut Ferry, tersedia berbagai sumber pembiayaan seperti dana hibah, KUR-UMKM, investasi mandiri, hingga kolaborasi dengan investor. Anggaran pendukung bisa bervariasi, mulai dari Rp200–300 juta untuk pengembangan aplikasi, buku, film pendek, hingga festival dan pertunjukan. Bahkan, untuk film dokumenter berskala besar, dukungan dana bisa mencapai Rp2,5 miliar.

“Program ini juga mendorong semangat enterpreneurship masyarakat Banyuwangi agar mampu mengelola dan mengembangkan potensi lokal secara mandiri dan berkelanjutan,” pungkasnya.

Narasumber kedua, Dr. Ari Ambarwati, M.Pd. membawakan materi berjudul “Membawa Sri Tanjung ke Halaman Anak-Remaja”. Dalam paparannya, Ari mendorong pengangkatan tokoh legendaris Sri Tanjung ke dalam dunia literasi anak dan remaja.

Melalui pendekatan kreatif, Ari menyusun strategi untuk menghadirkan Sri Tanjung sebagai karakter perempuan cendekia yang jujur, peduli lingkungan, dan setia kawan. Eksplorasi cerita dilakukan dengan latar tempat yang dekat dengan isu anak-anak, seperti konservasi sungai, hutan, atau ruang bermain.

“Nama Sri Tanjung bisa dimaknai ulang menjadi subjek atau simbol baru, misalnya sebagai nama perpustakaan anak, taman bermain, atau bahkan nama spesies anggrek dalam cerita,” jelas Ari.

Hari Kedua Lokakarya HISKI: Tradisi Lisan Banyuwangi Diangkat ke Ranah Literasi dan Pariwisata

Dalam sesi praktik, peserta diajak menyusun premis cerita dengan struktur sederhana yang mencerminkan perjuangan dan konflik khas anak-anak. Contohnya, konflik seorang anak yang ingin menyelamatkan pohon tanjung di halaman rumahnya, namun berhadapan dengan keinginan ayahnya yang akan menebang pohon tersebut.

Selain itu, peserta juga dikenalkan pada jenjang buku anak berdasarkan tingkat usia dan kemampuan membaca, seperti B3 dan C, serta diberi akses ke berbagai referensi digital seperti laman SIBI, BUDI, dan Let’s Read. Ari juga membagikan daftar cerita anak yang relevan seperti Mantra Aksayapatra, Nanti Saja, dan Boyondi sebagai inspirasi.

“Melalui pendekatan ini, Sri Tanjung tidak hanya dikenang sebagai tokoh legenda, tetapi juga dihidupkan kembali dalam dunia imajinasi anak-anak masa kini yang lebih kontekstual dan mendidik,” tandasnya.

Melalui kegiatan ini, HISKI mendorong penulis dan pegiat budaya untuk menggali kekayaan tradisi lokal sebagai sumber inspirasi dalam menciptakan karya sastra yang bermakna dan berakar pada kearifan lokal. Bagi HISKI, lokakarya ini menjadi momentum penting dalam mengembangkan literasi budaya dan memperkuat identitas sastra Indonesia melalui tradisi lisan dan manuskrip.

Acara ini diikuti oleh 30 peserta luring bertempat di Universitas 17 Agustus 1945 Banyuwangi, 95 audience melalui Zoom Meeting, dan ditonton sebanyak 366 kali secara akumulatif di tayangan Youtube HISKI Pusat, Harian Surya dan Tribun Jatim Official.

Hari Kedua Lokakarya HISKI: Tradisi Lisan Banyuwangi Diangkat ke Ranah Literasi dan Pariwisata

beras