
HISKI Bacakan Pidato Kebudayaan dalam Malam Penganugerahan Piala H.B Jassin 2025
Berita Baru, Jakarta — Dalam gelaran Malam Penganugerahan Piala H.B Jassin pada Sabtu, (18/10/2025), Himpunan Sarjana-Kesusastraan Indonesia (HISKI) mendapat amanah membacakan Pidato Kebudayaan.
Diselenggarakan di Teater Besar, Taman Ismail Marzuki, HISKI yang diwakili Wakil Ketua III, Dr. Sastri Sunarti, M.Hum., membacakan naskah pidato berjudul “Sastra yang Kontekstual di Era Globalisasi dan Humaniora Digital” yang ditulis langsung oleh Ketua Umum HISKI Pusat, Prof. Dr. Novi Anoegrajekti, M.Hum.

Secara substansial, Sastri membacakan pidatonya, judul pidato ini membuka ruang diskusi luas tentang bagaimana sastra beradaptasi, bereksperimen, dan berfungsi di tengah perubahan sosial, budaya, dan teknologi yang cepat.
“Globalisasi dan perkembangan teknologi digital telah membawa perubahan signifikan dalam cara manusia berinteraksi, berkomunikasi, dan memproduksi budaya. Dalam konteks itu, sastra tidak lagi hanya menjadi ekspresi estetika yang terikat pada ruang lokal, tetapi juga menjadi medium lintas batas yang berinteraksi dengan arus global dan digital,” tuturnya.
Dengan demikian, lanjut Sastri, diperlukan pendekatan sastra yang kontekstual ̶ ̶ sastra yang sadar akan zamannya, berakar pada realitas sosial, namun terbuka terhadap dinamika global dan teknologi.
Dalam keterangan terpisah, Ketua Umum HISKI Pusat, Prof. Dr. Novi Anoegrajekti, M.Hum, berharap, dengan dibacakannya pidato kebudayaan di gelaran Piala HB Jassin tersebut, HISKI semakin memperteguh eksistensinya sebagai organisasi yang terus mendekatkan kesusasteraan pada masyarakat.
“Semoga lancar, sukses, dan membawa keberkahan untuk HISKI, organisasi kita. Salam HISKI,” tutur Novi.

Sebagai informasi, dicantumkan teks lengkap pidato kebudayaan HISKI.
Sastra yang Kontekstual di Era Globalisasi dan Humaniora Digital
Assalamualaikum warrahmatullahi wabarakatuh,
Salam sejahtera,
Om Swastiastu,
Namo Buddaya,
Salam kebajikan,
Rahayu
Ibu, Bapak, dan para hadirin yang saya hormati dan muliakan
Perkenankan saya membacakan Pidato Kebudayaan berjudul “Sastra yang Kontekstual di Era Globalisasi dan Humaniora Digital.” Judul tersebut secara substansial membuka ruang diskusi luas tentang bagaimana sastra beradaptasi, bereksperimen, dan berfungsi di tengah perubahan sosial, budaya, dan teknologi yang cepat.
Globalisasi dan perkembangan teknologi digital telah membawa perubahan signifikan dalam cara manusia berinteraksi, berkomunikasi, dan memproduksi budaya. Dalam konteks itu, sastra tidak lagi hanya menjadi ekspresi estetika yang terikat pada ruang lokal, tetapi juga menjadi medium lintas batas yang berinteraksi dengan arus global dan digital. Dengan demikian, diperlukan pendekatan sastra yang kontekstual ̶ ̶ sastra yang sadar akan zamannya, berakar pada realitas sosial, namun terbuka terhadap dinamika global dan teknologi. Inilah tantangan yang nyata untuk para sastrawan tanah air.
Bagaimana kedudukan sastra dalam arus globalisasi?
Globalisasi menghadirkan pertukaran budaya yang intens. Sastra menjadi wahana penting untuk menegosiasikan identitas lokal di tengah dominasi budaya global. Penulis dari berbagai negara kini menghadapi tantangan untuk, pertama menjaga kekhasan lokal (bahasa, nilai, dan budaya); kedua, di dalam merawat kelokalan tersebut aktivitas berkesenian senantiasa tetap komunikatif dengan pembaca global sehingga membuka banyak peluang interaktif untuk meningkatkan kreativitas berkesenian, khususnya bersastra.
Dengan demikian, para sastrawan ditantang untuk menggarap persoalan-persoalan kontekstual terkait dengan aspek-aspek sosial, budaya, sejarah, politik, ekonomi, dan lingkungan sebagai fenomena yang hadir di tengah-tengah kehidupan masyarakat dan bangsa. Fenomena seperti sastra poskolonial, sastra migran, atau sastra transnasional menunjukkan bagaimana sastra menjadi medan dialog antara “yang lokal” dan “yang global.” Soal lokal-global di dalam karya sastra kita saat ini bukan tidak ada, namun sudah banyak. Beberapa novel sekadar contoh, antara lain Cala Ibi (Nukila Amal), Cantik Itu Luka (Eka Kurniawan), atau Koplak (Oka Rusmini), yang menggarap unsur lokal namun dikemas dengan gaya dan isu-isu yang universal.
Ibu, Bapak, dan para hadirin yang saya hormati
Saat ini kita menempatkan sastra di era humaniora digital
Era Humaniora Digital membawa transformasi besar dalam cara sastra diciptakan, disebarluaskan, dinikmati, dan diteliti.Beberapa aspek pentingnya yang patut dicatat antara lain:
Pertama, Produksi digital
Munculnya sastra digital, puisi interaktif, fiksi hipertext, dan karya sastra berbasis media sosial (misalnya microfiction di Twitter atau puisi visual di Instagram). Ruang publikasi yang terbuka tersebut menjadi peluang sastrawan memublikasi secara bebas dan terbuka. Publikasi tidak lagi dibatasi oleh antrian panjang seperti pada era media cetak.
Kedua, Distribusi dan akses
Digitalisasi memungkinkan karya sastra menjangkau pembaca global tanpa batas fisik. Platform seperti Wattpad, Medium, dan KaryaKarsa menjadi ruang baru bagi penulis muda. Akses yang terbuka luas dan lintas batas memberi kesempatan masyarakat global untuk mengakses, termasuk para diaspora Indonesia yang tersebar di lima benua.
Ketiga, Kajian digital
Metode analisis berbasis data (text mining, distant reading, Natural Language Processing atau NLP yang kita kenal dengan AI) memungkinkan peneliti memahami pola besar dalam korpus sastra. Dengan demikian, sastra kini tidak hanya berurusan dengan teks sebagai objek estetis, tetapi juga sebagai data budaya yang bisa dipelajari dengan teknologi.
Bagaimana memaknai kontekstualitas sastra di era digital?
Sastra kontekstual adalah sastra yang hidup dan relevan dengan kondisi masyarakatnya. Di era global-digital, kontekstualitas berarti:
Pertama, menggambarkan realitas sosial kontemporer (isu identitas, lingkungan, gender, disinformasi, alienasi digital, kemiskinan, korupsi, kekerasan, dan berbagai isu sosial lainnya).
Kedua, menggunakan medium dan bahasa baru yang sesuai dengan perkembangan teknologi yang memberi beragam peluang ekspresi auditif dan visual.
Ketiga, membangun literasi kritis digital di kalangan pembaca̶ menjadikan sastra sebagai ruang refleksi atas dampak globalisasi dan teknologi terhadap kemanusiaan.
Di era globalisasi ini, bagaimana menyikapi potensi lokal?
Undang-undang nomor 5 tahun 2017 tentang pemajuan kebudayaan yang telah ditindaklanjuti dengan penyusunan pokok-pokok pikiran kebudayaan oleh pemerintah kabupaten dan provinsi menjadi imperatif bagi kita untuk ikut terlibat dan ambil bagian dalam Pemajuan Kebudayaan.
Pemajuan tersebut dilakukan melalui Pelindungan,Pengembangan, Pemanfaatan, dan Pembinaan guna mewujudkan masyarakat Indonesia sesuai dengan prinsip “Trisakti”, yaitu berdaulat secara politik, berdikari secara ekonomi, dan berkepribadian dalam kebudayaan.
Para hadirin yang saya muliakan,
Bagaimana menempatkan prinsip trisakti dalam praksis politik, ekonomi, dan kebudayaan.
Pertama, politik ditempatkan sebagai seni dalam mewujudkan kesejahteraan bersama seluruh rakyat. Seni berciri indah, tidak menyakiti, membohongi, mencederai, menghujat, memeras, dan menindas. Seni yang indah tentu memberikan kenyamanan, kemanfaatan, dan kebahagiaan karena dilandasi sikap jujur, terbuka, dan tepa slira (demokratis).
Pemimpin dengan semangat tersebut tentu mendapat dukungan rakyat dan menjadi sumber kekuatan dan kedaulatan politik.
Kedua, dalam bidang ekonomi, sastra yang menggunakan medium bahasa telah mengembangkan beragam produk kreatif untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Demikian juga beragam produk alih wahana sastra, termasuk tradisi lisan dan manuskrip yang menjadi sumber dan basis pengembangan produk kreatif, seperti sinetron, film, batik, kriya, lagu, sendratari, fesyen, dan wisata.
Pengembangan beragam produk tersebut diwujudkan melalui kerja kolaboratif yang melibatkan masyarakat, kreator, pelaku usaha, pemodal, akademisi, dan pemerintah.
Ketiga, budaya merupakan buah budi manusia yang diraih melalui perjuangan dalam mengatasi berbagai permasalahan dan tantangan. Sebagai buah budi tentu wujudnya luhur dan memberi kemudahan atau manfaat bagi manusia.
Permasalahan dan tantangan lazimnya berkaitan dengan lingkungan alam dan sosial yang dihidupi. Di sinilah kelokalan mendapat porsi dan perhatian utama. Bagaimana para leluhur telah mewariskan beragam pengalaman, pengetahuan, dan keterampilan dalam mengatasi permasalahan dan tantangan alam yang disimpan dalam berbagai media dan cara, seperti ritual, mantra, manuskrip, bangunan, hitungan, dan pemanfaatan lingkungan.
Ibu, Bapak dan para hadirin yang terhormat berikut disampaikan beberapa catatan penutup
Pertama, sastra yang kontekstual di era globalisasi dan humaniora digital adalah sastra yang mampu berdialog dengan perubahan. Karya sastra dalam hal itu bukan hanya cermin masyarakat, tetapi juga alat untuk memahami, mengkritisi, dan membayangkan masa depan manusia di tengah arus global dan digital yang tidak terbendung. Oleh karena itu, sastra di era global dan digital bukanlah kehilangan maknanya, melainkan menemukan bentuk-bentuk baru untuk tetap berfungsi memanusiakan manusia.
Kedua, pemajuan kebudayaan yang difokuskan pada setiap objek pemajuan kebudayaan memerlukan keterlibatan masyarakat, pelaku budaya, pengusaha, pemodal, akademisi, dan pemerintah. Keterlibatan masyarakat menjadi keharusan agar mereka ikut menjadi subjek yang memahami permasalahan, ikut bertanggung jawab menemukan solusi, dan berpeluang ikut menikmati hasilnya.
Ketiga, pemajuan kebudayaan berbasis sastra yang menggunakan medium bahasa telah menghasilkan beragam produk kreatif berupa alih wahana yang berpotensi meningkatkan kesejahteraan masyarakat pendukungnya.
Demikianlah sejumlah pokok pikiran yang patut untuk direnungkan bersama. Kiranya, sumbangan pemikiran HISKI (Himpunan Sarjana-Kesusastraan Indonesia) ini dapat menumbuhkan kreativitas yang kritis dalam bersastra di era global dan humaniora digital saat ini.
Mengakhiri pidato ini saya sampaikan pantun
Buah tomat dibelah empat
Kerumunan ulat telah melumat
Pemimpin kuat mengasihi rakyat
Rakyatnya hormat negaranya kuat
Menangkap belut perangkapnya bambu
Bambu dibelah beralas kayu
Awasi mulut dan jari-jarimu
Karena di situlah berdiam harimaumu
Wassalamualaikum warrahmatullahi wabarakatuh.

Rctiplus.com
pewartanusantara.com
Jobnas.com
Serikatnews.com
Langgar.co
Beritautama.co

