HISKI Kembali Gelar Sekolah Sastra, Dalami Tema Sosiologi Sastra Sesi Kedua
Berita Baru, Jakarta — Himpunan Sarjana-Kesusastraan Indonesia (HISKI) kembali gelar Sekolah Sastra putaran keenam sesi kedua. Acara disiarkan secara langsung di kanal Youtube HISKI dan juga Tribun Network pada Sabtu (15/06).
Seperti pekan sebelumnya, tema yang diangkat adalah Sosiologi Sastra dengan marasumber yang juga sama, yakni Dr. Aprinus Salam, M.Hum. dari Universitas Gadjah Mada dan moderator Ferry Kurniawan, M.Pd.
Sebelum memasuki agenda inti, acara diawali dengan sambutan Ketua Umum HISKI, Prof. Dr. Novi Anoegrajekti, M.Hum., menggantikan Wakil Ketua 1 HISKI Pusat, Prof. Dr. Mohd Harun, M.Pd. yang berhalangan hadir.
Novi mengatakan bahwa HISKI didukung oleh 67 komisariat. Sekolah Sastra diselenggarakan dengan semangat saling asah, asih, dan asuh dalam meningkatkan kompetensi masing-masing dan seluruh anggota di komisariat.
“Sekolah Sastra dirancang untuk mewujudkan semangat asah, asih, asuh tersebut. Dengan menghadirkan narasumber, yang merupakan anggota internal HISKI. Topik pembahasan disesuaikan dengan bidang keahlian yang ditekuni oleh masing-masing narasumber,” terang guru besar Universitas Negeri Jakarta tersebut.
Novi menambahkan, minggu lalu di pertemuan pertama, para peserta diajak membicarakan Sosiologi Sastra dalam tataran konsep dan pandangan-pandangan tentangnya. Secara khusus, Aprinus bertolak dari pandangan Deleuze yang pandangan-pandangannya mendapat perhatian dari ilmuwan sesudahnya, hingga karya-karya yang dipublikasi tahun 2024.
Pada pertemuan kedua ini, narasumber mendalami topik tersebut dengan lebih interaktif dan sampai pada tataran implementasi dalam penelitian dan kajian.
“Semoga pertemuan ini dapat bermanfaat, memberikan pencerahan, dan menginspirasi para peserta untuk memperkaya kajian Sosiologi Sastra dalam khazanah kesusastraan di Indonesia,” harap Novi.
Sama seperti pertemuan sebelumnya, Aprinus membawakan materi berjudul “Sosiologi Cinta: Pengantar untuk Kajian Sastra”.
Dalam konteks relevansi kesusastraan dengan dunia sosial, Aprinus menyitir jargon dari Horatius yang berbunyi “Dulce at Utile” yang bermakna ‘menghibur dan mendidik’ Ia menerangkan bahwa ruh yang mendasari karya sastra adalah dua poin tersebut.
“Pertanyaannya, apakah masih relevan ketika penulis diposisikan sebagai penghibur dan pendidik? Tentu saja, buktinya karya sastra tetap marak. Jika tidak maka kesusastraan sudah mati. Apa yang masih berguna dan relevan akan selalu hidup,” ujarnya.
Dalam sejarah gerakan bangsa, lanjut Aprinus, karya sastra dianggap sangat berpengaruh dalam menstimulus gerakan revolusi.
“Banyak karya sastra sempat dibredel, dilarang terbit, dan tidak boleh disebarluaskan. Hal itu membuktikan bahwa dalam konteks kehidupan, karya sastra masih berpengaruh secara signifikan di luar menambah pengetahuan,” tambah Aprinus.
Terakhir, Aprinus memaparkan proyek penelitian Sosiologi Sastra tentang karya “Robohnya Surau Kami” karya A.A Navis.
Acara dilanjutkan dengan diskusi interaktif antara narasumber dan audiens. Sampai akhir acara, Sekolah Sastra kali ini diikuti sekitar 238 peserta di Zoom Meeting dan telah ditonton sebanyak 210 kali di kanal Youtube hingga berita ini dirilis.
Sebagai informasi, Sekolah Sastra merupakan salah satu program kegiatan HISKI Pusat yang diketuai oleh Prof. Dr. Novi Anoegrajekti, M. Hum. Sekolah sastra ini rutin digelar setiap bulan di minggu pertama dan kedua, sementara untuk minggu ketiga digelar agenda Tukar Tutur Sastra.