Beritabaru.co Dapatkan aplikasi di Play Store

 Berita

 Network

 Partner

Hukum Puasa Bagi Ibu Menyusui, Boleh apa Tidak?

Hukum Puasa Bagi Ibu Menyusui, Boleh apa Tidak?



Berita Baru, Surabaya – Hukum puasa bagi ibu menyusui di bulan Ramadan kadang masih menjadi pertanyaan untuk sebagian orang. 

Apakah ibu menyusui boleh tidak berpuasa atau tetap wajib berpuasa sama seperti umat Islam pada umumnya?

Artikel ini akan membahas bagaimana hukum puasa di Bulan Ramadan. Jika Anda membutuhkan informasi ini, simak hingga akhir ya!

Hukum Puasa bagi Ibu Menyusui

Hukum Puasa Bagi Ibu Menyusui, Boleh apa Tidak?

Puasa Ramadan merupakan rukun Islam keempat yang wajib dijalankan oleh semua umat Islam, tak terkecuali ibu yang sedang menyusui. Namun, perubahan pola makan sebagian ibu menyusui di bulan Ramadan dikhawatirkan dapat berpengaruh pada proses produksi dan kualitas ASI untuk sang bayi.

Islam memberikan kemudahan bagi ibu menyusui untuk tidak berpuasa bahkan sepanjang Ramadan. Tentunya, hal ini dapat dilakukan apabila telah memenuhi syara’. Misalnya, jika puasa tersebut dapat membahayakan kesehatan ibu dan anak, atau salah satunya.

Apabila hal tersebut dikhawatirkan, dalam Madzhab Syafi’i puasa tersebut harus dibatalkan.

Jika tidak berpuasa karena alasan khawatir membahayakan kesehatan ibunya saja, atau ibu dan anak, maka ibu tersebut wajib mengganti (qadha) puasanya di lain hari.

Namun jika dikhawatirkan membahayakan anaknya saja, maka ia tidak hanya berkewajiban mengganti, tetapi juga harus membayar fidyah.

Hal ini sebagaimana ditegaskan Abdurrahman Al-Juzairi dalam al-Fiqh ‘ala Madzahib al-Arba’ah.

Fidyah yang harus dibayarkan berupa satu mud (berupa makanan pokok) untuk setiap hari yang ditinggalkan yang diberikan kepada orang miskin atau orang faqir. Satu mud kurang lebih 675 gram beras, dan dibulatkan menjadi 7 ons.

As-Sayyid Sabiq dalam Fiqh as-Sunnah mengemukakan, bahwa diagnosis puasa dapat membahayakan kesehatan harus didasari oleh beberapa hal yaitu dasar kebiasaan sebelumnya, keterangan medis, atau dugaan yang kuat.

Sedangkan pelaksanaan penggantian puasa dilakukan di luar bulan Ramadan. Jumlah puasa yang diganti menyesuaikan dengan jumlah puasa yang ditinggalkan selama bulan Ramadan.

Begitu pula dengan fidyah, teknis pembayaran fidyah adalah menyesuaikan jumlah hutang puasa. Misal, puasa yang ditinggalkan berjumlah 10 hari, maka wajib memberikan 10 mud makanan pokok setempat.

Dalam kitab Mughni al-Muhtaj ila Ma’rifati Alfazh al-Minhaj karya Imam Muhammad Khatib Asy-Syarbini, sepuluh mud fidyah boleh diberikan kepada satu orang miskin atau faqir.

Niat Mengganti Puasa

نَوَيْتُ صَوْمَ غَدٍ عَنْ قَضَاءِ فَرْضِ شَهْرِ رَمَضَانَ لِلهِ تَعَالَى

Nawaitu sauma ghadin ‘an qadhā’I fardhi syahri Ramadhana lillâhi ta‘âlâ.

Artinya: Aku berniat untuk mengqadha puasa Bulan Ramadhan esok hari karena Allah SWT.

Hukum dan tatacara mengganti hutang puasa Ramadan dapat Anda akses selengkapnya di Niat Mengganti Puasa Ramadhan Lengkap dengan Hukum dan Tata Caranya.

Begitulah uraian hukum puasa bagi ibu menyusui. Jika ibu menyusui merasa masih kuat untuk berpuasa, maka hal ini sangat dianjurkan.

Namun, jika di tengah pelaksanaan puasa tersebut ada persoalan kesehatan, segeralah berkonsultasi dengan dokter demi kesehatan ibu dan anak. Wallahu Alam.

beras