Jepang Tarik Dana di PLTU Indramayu, Petani Kibarkan Bendera Raksasa
Berita Baru, Indramayu – Ladang Desa Mekarsari, Kecamatan Patrol, Indramayu penuh dengan warga. Sekitar pukul 09.00 WIB, mereka bersiap mengikuti upacara memperingati Hari Ulang Tahun (HUT) ke-77 Republik Indonesia, Rabu (17/8/2022).
Tidak semeriah seperti di Istana Negara, Jakarta Pusat. Euforia kemerdekaan belum bisa mereka rasakan karena resah dengan pembangunan perusahaan pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) II. Rencana pembangunan PLTU II 1X1000 MW menggunakan skema ekspansi.
Direncanakan oleh pemerintah pusat untuk mengejar kebutuhan 35.000 GW untuk memenuhi kebutuhan listrik bagi masyarakat Jawa hingga Bali. Mereka tidak ingin terulang kembali. Kehadiran PLTU I sudah membuat menderita akibat asap yang mencemari lingkungan.
Tergabung Jaringan Tanpa Asap Batubara Indramayu (Jatayu) mereka berbaris. Upacara kali ini sekaligus bagian menolak kehadiran Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) II Indramayu.
Mereka mulai berjalan ke lapangan yang jaraknya sekitar 100 meter. Lokasinya bersebelahan dengan lahan pertanian warga yang akan dibangun PLTU II dan dekat dengan PLTU I yang telah dibangun sejak 2012.
Upacara bendera dilakukan. Setelah itu mereka menggelar aksi. Mulai dari pembacaan puisi, pengibaran bendera merah putih raksasa, hingga orasi ilmiah. Bendera merah putih raksasa yang dikibarkan merupakan simbol bahwa mereka cinta terhadap tanah air. Termasuk lingkungan dan warga negaranya.
Ketua JATAYU, Rodi menuturkan perayaan kali ini juga bentuk rasa syukur bahwa Jepang akan menarik dana pinjaman untuk pembangunan PLTU. “Kami sekaligus merayakan rencana ditariknya pemberian pinjaman dana pembangunan PLTU oleh Pemerintah Jepang,” katanya.
Jepang kata Rodi mengumumkan akan menghentikan pemberian pinjaman untuk proyek pembangunan PLTU di sejumlah negara. Termasuk Indonesia, salah satunya proyek PLTU II di Indramayu. Belum ada jaminan apakah pembangunan PLTU II akan di setop setelah pencabutan tersebut. Karena keputusan ada ditangan pemerintah.
Masyarakat pun tidak akan berhenti untuk menyuarakan keberatan serta menyampaikan penolakan jika pemerintah akan membangun PLTU II di Indramayu. Warga tidak ingin ada PLTU II di desa Mekarsari, Kecamatan Patrol, Indramayu. Jika PLTU II terbangun, maka ancaman terhadap kehidupan warga dan kerusakan lingkungan akan semakin tinggi.
Rodi bercerita kalau PLTU I yang sudah beroperasi sejak 2015 mengganggu mata pencaharian warga. Mulai dari petani dan nelayan. Tidak cuma itu kehadirannya juga mengganggu kesehatan warga yang sering menghirup asap.
“Kami tidak bisa membayangkan jika di kampung kami ada lagi PLTU II, yang utama mata pencaharian kami akan hilang dan kondisi lingkungan akan semakin buruk,” ungkapnya.
Rencana ekspansi pembangunan PLTU di Indramayu sudah bukan lagi kebutuhan yang mendesak. Rodi menilai hal yang harus dilakukan pemerintah yaitu menyelesaikan masalah kerusakan lingkungan hingga mitigasi.
“Hal mendesak saat ini adalah menyelesaikan masalah kerusakan lingkungan dan melakukan upaya mitigasi serta adaptasi terhadap perubahan iklim yang mulai terjadi di Indonesia,” tegasnya.