Beritabaru.co Dapatkan aplikasi di Play Store

 Berita

 Network

 Partner

Kelompok Batik Selo Maeso Kembangkan Motif Lokal dan Usung Konsep Pemberdayaan Perempuan di Desa

Kelompok Batik Selo Maeso Kembangkan Motif Lokal dan Usung Konsep Pemberdayaan Perempuan di Desa



Berita Baru Jatim, Jember – Bagi masyarakat Indonesia, batik bukan sekadar menjadi identitas dan kebanggaan. Tiap corak dan motifnya juga merepresentasikan kekayaan nilai, budaya, dan sejarah di masing-masing daerah. Tak ayal, sejumlah daerah di Indonesia memiliki corak batik khas dengan nilai filosofisnya masing-masing.

Termasuk batik bercorak ‘Watukebo’ yang dikembangkan oleh Khusnul Muarifah dan kelompok batik ‘Selo Maeso’ serta Imaji Sociopreneur di Desa Andongsari, Kecamatan Ambulu, Kabupaten Jember, Jawa Timur.

Khusnul mulai belajar membatik pada 2018. Mulanya ia merupakan peserta pelatihan batik yang diselenggarakan oleh Balai Latihan Kerja (BLK) Kabupaten Jember.

“Dulu awal-awal belum tahu, batik ini nanti jadinya seperti apa,” kenangnya, ditemui di sela-sela kegiatannya membatik pada (11/9) lalu.

Namun, berkat kegigihan mengembangkan keterampilannya, saat ini ia berhasil mendirikan kelompok batik ‘Selo Maeso’ yang beranggotakan ibu-ibu dan perempuan di sekitar desa.

“Ada sekitar lima orang yang terdiri dari penyanting, desain motif, dan pemasaran,” ujarnya.

Selain berfokus pada pengembangan corak dan motif lokal, ia turut mengusung konsep pemberdayaan perempuan di desa. Ia pun berharap ke depan bisa menggaet lebih banyak perempuan di desa demi menularkan keterampilan membatiknya.

“Minimal saya bisa menularkan keterampilan membatik kepada ibu-ibu di sini, syukur-syukur bisa jadi tambahan pendapatan buat mereka,” tuturnya. Gayung pun bersambut, batik buah kerajinan kelompoknya kini cukup diminati pasar. Peminatnya bahkan mencakup hingga luar Kabupaten Jember.

Terkait corak Watukebo sendiri, menurutnya, diambil dari cerita lisan asal-usul Dusun Watukebo di Desa Andongsari. Corak ini tetap didasari corak khas Kabupaten Jember, yakni daun tembakau. Namun di dalamnya, unsur watu (batu) dan tanduk kebo (kerbau) lebih dominan.

“Corak batik selalu memiliki nilai sejarah dan filosofis sendiri, dan corak Watukebo ini saya ambil dari cerita lisan asal-usul Dusun Watukebo,” jelasnya. Corak ini pula yang menginspirasinya memberi nama ‘Selo Maeso’ atau ‘Watukebo’ dalam bahasa Sanskerta untuk kelompok batiknya.

Di Jember sendiri, menurutnya, mulai banyak orang atau kelompok yang menekuni kerajinan batik. Di daerah Kecamatan Ambulu, misalnya, para pengrajin batik membentuk perkumpulan ‘Pembatik Ambulu’.

“Mereka juga mengembangkan motif yang khas, ada yang merepresentasikan sisi historis pantai watu ulo, bahkan motif pasadeng berupaya merekam sejarah Kerajaan Mataram di Jember,” ujarnya.

Dengan makin bermunculnya para pengrajin batik, ia pun mengaku senang sebab batik sebagai kekayaan leluhur dapat lebih dikembangkan dan dilestarikan. (*)

beras