Kembali Adakan FGD, Dosen Sastra Indonesia Unej Pertegas Orientasi Kajian dan Penelitian
Berita Baru Jatim, Jember — Jajaran Dosen Jurusan Sastra Indonesia kembali mengadakan Forum Grup Discussion dengan tema “Penguatan Teori dan Metodologi Ilmu Sastra dan Budaya” di Ruang Sidang Fakultas Ilmu Budaya Universitas Jember (FIB Unej) pada Rabu, (19/02).
Narasumber FGD tersebut antara lain Novi Anoegrajekti dan Heru S.P. Saputra. Keduanya adalah dosen senior Jurusan Sastra Indonesia sekaligus peneliti sastra dan budaya lokal.
Selain dosen Sastra Indonesia, FGD tersebut juga dihadiri oleh perwakilan dosen dari jurusan Ilmu Sejarah dan Sastra Inggris Fakultas Ilmu Budaya Universitas Jember.
“Duduk bersama satu jurusan untuk membahas metodologi dan teori ini memang ide yang sangat brilian. Tujuannya, agar kita dapat mengevaluasi apakah sistem dan konten pengajaran kita kepada mahasiswa itu masih relevan atau melenceng. Ini menjadi inspirasi bagi jurusan kami” terang Latifatul Izzah, salah satu dosen Jurusan Ilmu Sejarah yang hadir dalam FGD tersebut.
Dalam pemaparannya, Heru menampilkan matriks tematik skripsi mahasiswa Sastra Indonesia dari tahun 2016 sampai 2019. Dari tabel tersebut, ia mengungkapkan bahwa skripsi mahasiswa Sastra Indonesia Unej akhir-akhir ini kurang bervariasi, hanya monoton pada kajian tertentu. “Kajian psikologi masih menjadi pilihan terbanyak dalam pengerjaan skripsi mahasiswa. Sementara kajian seperti Poskolonial, Posmodern dan Hermeneutika masih sangat sedikit peminatnya,” jelasnya.
Menurutnya, para dosen sastra harus mengajak dan mengajar mahasiswa untuk out of the box, mengajak melihat sastra pada konteks yang lebih luas. Tidak hanya sastra murni (konvesional) yang berorientasi pada apa yang dikatakan teks dalam sastra.
“Selama kita masih mengikuti ritme penelitian kampus-kampus besar seperi UI dan UGM, kita akan selalu tertinggal. Tugas kita adalah mengeksplorasi potensi lokal, agar bisa memberikan wacana tanding terhadap kampus-kampus besar lainnya,” tambah Heru.
“Penelitian sastra masih terbatas pada teks sastra, hal ini mengisyarakat bahwa sastra hanya berkutat pada sastra itu sendiri. Terkesan ilmu sastra hanya untuk sastra, tidak bersandar pada realitas yang ada,” terang Novi.
Novi juga menyampaikan bahwa jangan sampai pengkajian sastra hanya berkutat pada unsur hubungan antarteks. “Tidak menyentuh pada realitas sosial dan politik yang ada di hadapan kita. Ini menjadi persoalannya kita bersama,” pungkas ia.
Editor: Ulfatus Soimah