Beritabaru.co Dapatkan aplikasi di Play Store

 Berita

 Network

 Partner

Kisah Perdebatan Gus Mus dan Kiai As’ad tentang Asas Tunggal Pancasila

Kisah Perdebatan Gus Mus dan Kiai As’ad tentang Asas Tunggal Pancasila



Berita Baru, Jakarta – Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Yahya Cholil Staquf mengisahkan tentang perdebatan antara KH Ahmad Mustofa Bisri (Gus Mus) dan KH As’ad Samsul Arifin soal penerimaan NU terhadap asas tunggal Pancasila. Kisah ini terjadi saat Muktamar Ke-27 NU di Situbondo pada 1984. 

Gus Yahya bercerita, Komisi Rekomendasi dalam Muktamar NU di Situbondo telah menyusun draf untuk menolak asas tunggal Pancasila atau tidak membuat pernyataan untuk menerima. Lebih tepatnya hanya membuat argumentasi yang tidak menerima tetapi juga tidak menolak. 

Di dalam Komisi Rekomendasi Muktamar NU di Situbondo itu, Kiai As’ad memiliki intel bernama Anwar Nuris. Lalu Kiai As’ad menerima laporan dari intelnya itu bahwa Komisi Rekomendasi Muktamar NU menolak asas tunggal Pancasila. 

“Kemudian Kiai As’ad panggil komisi itu untuk menghadap tapi tidak ada yang mau,” ujar Gus Yahya, dikutip dari tayangan video di Kanal Youtube NU Online berjudul ‘Bedah Buku Perjuangan Besar Nahdlatul Ulama’, Rabu (1/6/2022). 

KH Abdurrahman Wahid sebagai Ketua Komisi Rekomendasi Muktamar NU Situbondo pun tidak bersedia menghadap. Akhirnya, Gus Mus yang dikorbankan untuk menemui Kiai As’ad. Kemudian terjadi perdebatan di antara kedua tokoh ini.

“Kenapa tidak mau menerima Asas Tunggal Pancasila itu?” tanya Kiai As’ad kepada Gus Mus. 

“Ya kita kan bukannya mau menerima atau menolak, tapi kita mau mendudukkan secara proporsional,” jawab Gus Mus. 

“Pak Harto tidak butuh itu, Pak Harto itu butuhnya pokoknya supaya kita terima,” tegas Kiai As’ad. 

Gus Mus pun menjawab, “Kita tidak harus menuruti semua kemauan Pak Harto.”

“Ya kalau ada apa-apa bagaimana? Kalau Pak Harto tidak terima bagaimana?” tanya Kiai As’ad lagi. 

“Mosok NU sebesar ini Pak Harto berani melakukan sesuatu kepada NU? Pasti kan tidak berani,” Gus Mus kembali menjawab. 

“Lha kalau Pak Harto berani, lalu siapa yang bertanggung jawab kepada Allah dan umat?” tanya Kiai As’ad. 

Kemudian pertanyaan dari Kiai As’ad itu dijawab oleh Gus Mus dengan melontarkan pertanyaan kembali. “Kalau kita nyatakan kita terima (asas tunggal Pancasila), siapa yang mempertanggungjawabkan di hadapan Allah dan umat?” 

“Saya!” tegas Kiai As’ad, siap mempertanggungjawabkan kalau NU menerima asas tunggal Pancasila. 

Akhirnya, kata Gus Yahya, asas tunggal Pancasila diterima begitu saja oleh NU karena sudah ada yang bertanggung jawab. Begitulah tradisi di NU, asal sudah ada otoritas yang bisa mempertanggungjawabkan segala hal, maka semua urusan selesai.  

Menurut Gus Yahya, para kiai pendiri NU telah memiliki visi jangka panjang yang kemudian dibarengi dengan membuat narasi-narasi untuk mendukung visi itu. Terlepas dari benar atau tidak narasi yang dibuat, itu tidak penting. Karena yang penting adalah visinya. 

Visi para kiai terdahulu itu menghendaki agar NU mampu beradaptasi dengan berbagai perubahan peradaban yang terjadi. Hal ini terbukti, karena hingga saat ini, NU belum punah dan masih tetap tegak berdiri.

beras