Beritabaru.co Dapatkan aplikasi di Play Store

 Berita

 Network

 Partner

LeaN On dan BNPB Gelar Diseminasi Pembelajaran Komunikasi COVID-19 yang Setara
Sesi foto bersama acara diseminasi dan press briefing bertajuk Sinergi dan Pelibatan Aktif Kelompok Rentan Termarginalkan untuk Komunikasi Risiko dan Perlindungan Pandemi yang Setara secara daring yang diselenggarakan oleh Mercy Corps Indonesia dan BNPB, Selasa (10/8).

LeaN On dan BNPB Gelar Diseminasi Pembelajaran Komunikasi COVID-19 yang Setara



Berita Baru, Jakarta – Sebagai inisiatif tambahan dari program INVEST DM, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) yang didukung oleh United State Agency for International Development (USAID) melalui program Empowering Access to Justice (MAJu) – The Asia Foundation (TAF), LeaN On mengadakan Diseminasi dan Press Briefing sebagai agenda terakhirnya pada Selasa (10/8).  

Acara yang dihadiri oleh Kontributor Public Health Pandemic Talks Pritania Astari, Isma Novitasari Yusadiredja dari CIRCLE Indonesia, Program Director Center for Indonesia’s Strategic Development Initiatives (CISDI) Egi Abdul Wahid, Pelaksana tugas (Plt) Direktur Sistem Penanggulangan Bencana BNPB Robi Amri, dan Direktur Pengembangan Strategi Penanggulangan Bencana BNPB Agus Wibowo ini diadakan untuk menjembatani dukungan media dalam mengedukasi publik terkait penanganan pandemi COVID-19, khususnya program Tes, Telusur, dan Tindak lanjut (3T).    

Salah satu isu yang dibahas dalam acara ini adalah vaksinasi yang tidak inklusif. Berdasarkan paparan Pritania Astari dari Pandemi Talks, vaksinasi yang tidak inklusif bisa berdampak pada kelangkaan vaksin.

“Ini disebabkan salah satunya oleh tidak adanya pembedaan data antara kelompok rentan dan yang biasa, sehingga distribusi vaksin terhambat. Dan pada akhirnya, ini berdampak pada kelangkaan vaksin,” ungkapnya dalam acara yang bertema ‘Sinergi dan Pelibatan Aktif Kelompok Rentan Termarginalkan untuk Komunikasi Risiko dan Perlindungan Pandemi yang Setara’ ini. 

Menurut Pritania, perhatian pada kelompok rentan seperti ini mendasar, karena mereka lemah baik secara ekonomi dan sosial, yang sebab itu mereka harus tetap bekerja meski pandemi, sehingga resiko terpaparnya tinggi.

LeaN On dan BNPB Gelar Diseminasi Pembelajaran Komunikasi COVID-19 yang Setara
Kontributor Public Health Pandemic Talks Pritania Astari saat memaparkan materi dalam acara  diseminasi dan press briefing bertajuk Sinergi dan Pelibatan Aktif Kelompok Rentan Termarginalkan untuk Komunikasi Risiko dan Perlindungan Pandemi yang Setara secara daring, Selasa (10/8).

“Dengan ungkapan lain, dengan beberapa langkah seperti menjadikan mereka prioritas, memberi mereka pendampingan melalui promotor, dan lantas memberi mereka kesempatan untuk terlibat, sebenarnya kita sudah mencegah penularan COVID-19,” tegas Pritania.

“Karena dengan begitu, mereka mau untuk lapor ketika merasakan gejala, sehingga tidak ada lagi istilahnya majikan tertular oleh ART. Karena ART sudah berkenan untuk melaporkan,” lanjutnya.

Apa yang disampaikan Pritania tersebut senada dengan ungkapan Egi Abdul Wahid dari CISDI. Menurut Egi, salah satu pihak yang paling efektif untuk melakukan pemihakan pada kelompok rentan, penjangkauan, dan pelibatan adalah Puskesmas.

“Puskesmas adalah platform yang paling tepat untuk hal ini,” kata Egi.

Selain karena Puskesmas adalah simpul dari program 3T, peran kunci Puskesmas juga terletak pada posisinya sebagai pusat pencarian dan penelusuran kasus, pengambilan sampel dan penanganan kasus, pusat informasi dan data berkualitas, penggerak kolaborasi, dan inovasi pelayanan kesehatan esensial.

Belum lagi, lanjut Egi, jika ini dihubungkan dengan metode Surveilans Berbasis Masyarakat (SBM) dalam Program Puskesmas Terpadu dan Juara (PUSPA) di Jawa Barat.

“Hasil survei kami menunjukkan bahwa Puskesmas dengan SBM memiliki kemampuan pelacakan 28.99% lebih tinggi dibandingkan Puskesmas tanpa SBM yang melibatkan kader,” ungkap Egi dalam acara yang dihadiri oleh sekitar 27 jurnalis ini. 

Tentang data, Isma Novitasari menambahkan selain tentang kemampuan pelacakan hal yang perlu dicermati adalah bahwa hingga hari ini masih ada banyak pihak yang tidak percaya pada adanya COVID-19.

Dilihat dari 413 responden LeaN On, 8 dari 10 orang tidak percaya bahwa COVID-19 nyata. Isma menengarai, masih adanya pihak yang tidak percaya COVID-19 adalah akibat dari terlalu banyaknya informasi, termasuk hoaks, yang beredar selama pandemi.

“Jadi, jika ditotal, masih ada sekitar 11% responden yang tidak percaya adanya COVID-19. Meski demikian, dibanding sebelumnya, ini ada penurunan dan LeaN On diasumsikan berhasil meningkatkan masyarakat yang percaya pada COVID-19 dari 69% ke 83%,” Paparnya.

Dalam acara yang dipandu oleh Valerina Daniel ini, Isma juga menyampaikan beberapa rekomendasi. Di level saluran komunikasi, ia menengarai para petugas medis penting untuk menghindari penggunaan istilah klinis dan lebih pada penguatan efikasi diri menggunakan bahasa yang sederhana.

Adapun di level ekonomi, Isma menegaskan bahwa advokasi ke tingkat administrasi desa untuk memasukkan kelompok marginal dalam Sistem Jaminan Sosial adalah sesuatu yang sama sekali penting.

“Beberapa hal ini mendasar. Pertama agar pesannya itu sampai dengan baik sampai pada mereka yang termarjinalkan dan kedua agar mereka memiliki akses fasilitas gratis,” kata Isma. 

Sinergi untuk hadapi bencana

Sementara itu, berpijak pada kesadaran bahwa masyarakat Indonesia lebih suka membaca pada tulisan pendek dan memuat gambar, berdasarkan pemaparan dari Pelaksana tugas (Plt) Direktur Sistem Penanggulangan Bencana BNPB Robi Amri, BNPB berhasil mengembangkan Aplikasi InaRISK.

Aplikasi ini dibuat untuk membangun kesadaran masyarakat terkait mitigasi dan penanganan bencana. Sementara ini, kata Robi, InaRIsk bisa diakses melalui ponsel dan web.

“Iya, versi ponsel atau personal ada, versi web juga ada, tetapi yang lebih lengkap itu versi web,” ungkapnya.

Aplikasi InaRISK berisi informasi hasil kajian risiko bencana berupa ancaman bencana, kerentanan, dan sebagainya, sehingga para pengguna ketika ingin tahu ada resiko apa di tempat ia sedang berdiri, maka tinggal mengunduh InaRISK dan menggunakannya.

InaRISK, Robi melanjutkan, dilengkapi juga dengan dashboard untuk berbagai kebutuhan, termasuk pemantauan beberapa aktivitas edukasi kebencanaan, pencegahan, dan penanganan COVID-19 sehingga semua elemen masyarakat dapat turut berperan dan #SemuaIkutCegahPenyebaranCOVID19.

LeaN On dan BNPB Gelar Diseminasi Pembelajaran Komunikasi COVID-19 yang Setara
(Plt) Direktur Sistem Penanggulangan Bencana BNPB Robi Amri menjelaskan fitul pelaporan dalam dashboar InaRISK kepada peserta acara sehingga #SemuaIkutCegahPenyebaranCOVID19.

“Jadi, melalui itu, dengan InaRISK kita juga bisa sekaligus melakukan pemantauan dalam waktu bersamaan atau real time. Ketika ada pembagian obat di wilayah A misalnya dan pihak yang bersangkutan mengunggah foto dan laporan kegiatan pengurangan risiko bencana maupun pencegahan pandemic di aplikasi inaRISK personal, maka kami bisa langsung mengetahuinya dalam bentuk data kuantitatif,” paparnya

Hal-hal seperti ini penting dilakukan sebab, seperti disampaikan oleh Direktur Pengembangan Strategi Penanggulangan Bencana BNPB Agus Wibowo, bencana itu siklus.

“Bencana itu siklus, apa yang terjadi hari ini sebenarnya sudah terjadi seratus tahun lalu. Jadi, kita tidak boleh lengah dan tetap cermat dalam mempelajari bencana,” kata Agus.

Karena bencana adalah siklus, lanjut Agus, BNPB menerapkan apa itu yang disebut sebagai pentahelix atau lima pilar kolaborasi, yaitu pemerintah, akademisi, media, dunia usaha, dan komunitas.

Pemerintah berhubungan dengan wilayah pengaturan, tanggung jawab dan pengelolaan penyelenggaraan, membagi kewenangan, pengendalian, dan evaluasi. Akademisi berkaitan dengan pengkajian, penelitian, inovasi, dan rekomendasi kebijakan, sedangkan media dengan sosialisasi, diseminasi, dan edukasi.

Adapun komunitas bertaut dengan partisipasi dan kemandirian dan terakhir, dunia usaha, dengan tanggung jawab sosial perusahaan dan kemitraan dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana.      

“Kolaborasi betapa pun adalah kunci di samping adanya strategi lain seperti 3 model yang biasanya kami pakai dalam menangani bencana, yakni memindahkan bencananya, lalu kemudian jika tidak memungkinkan maka yang dipindah adalah orangnya, dan terakhir jika tidak memungkinkan lagi, maka jalan keluarnya adalah mendamaikan keduanya,” kata Agus.

Tentang kolaborasi sebagai kunci penanganan bencana, Plt Kepala Pusat Data, Informasi, dan Komunikasi (Pusdatinkom) Kebencanaan BNPB Abdul Muhari menambahkan bahwa kolaborasi di situ tidak bisa tidak melibatkan masyarakat, apalagi hubungannya dengan bencana COVID-19.

LeaN On dan BNPB Gelar Diseminasi Pembelajaran Komunikasi COVID-19 yang Setara
Plt Kepala Pusat Data Informasi dan Komunikasi (Pusdatinkom) Kebencanaan BNPB, Abdul Muhari saat mengikuti acara  diseminasi dan press briefing bertajuk Sinergi dan Pelibatan Aktif Kelompok Rentan Termarginalkan untuk Komunikasi Risiko dan Perlindungan Pandemi yang Setara secara daring, Selasa (10/8).

Karena peran masyarakat penting, menurut Muhari maka tersampaikannya informasi secara tepat pada masyarakat adalah kunci. Masyarakat bisa berperan ketika informasi yang mereka dapat sesuai dengan apa yang pemerintah harapkan.

“Ketika di sini ada miskomunikasi, maka pelibatan masyarakat akan sulit diwujudkan, bahkan tentang penyampaian informasi ini, pihak-pihak termarjinalkan pun harus mendapatkan akses informasi yang sama,” ungkap Muhari dalam sambutannya. 

Acara Webinar yang juga ditayangkan secara live di Youtube resmi BNPB Indonesia ini ditutup dengan penyerahan secara simbolik dokumentasi bunga rampai LeaN On by INVEST DM oleh Direktur Mercy Corps Indonesia Ade Soekadis kepada Direktur PSPB BNPB Agus Wibowo selaku pengampu LeaN On setahun ini. 

beras