Beritabaru.co Dapatkan aplikasi di Play Store

 Berita

 Network

 Partner

Malang Raya dalam Ancaman Bencana, Walhi Jatim Soroti Perubahan Tata Ruang
Banjir di Kota Malang, hingga jalan longsor dan mobil terpelosok. Foto: dari Facebook Komunitas Asli Peduli Malang

Malang Raya dalam Ancaman Bencana, Walhi Jatim Soroti Perubahan Tata Ruang



Berita Baru, Malang – Malang Raya termasuk wilayah rentan terdampak perubahan iklim. Malang dikelilingi pegunungan dan berada di Daerah Aliran Sungai (DAS) Brantas meningkatkan risiko kerentanan dampak perubahan iklim.

Sesuai kajian Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) tahun 2012, wilayah Malang Raya ada tren kenaikan suhu sebesar 0,69°C sepanjang 25 tahun terakhir. Di samping itu, ada proyeksi perubahan curah hujan, memperlihatkan adanya sedikit kenaikan nilai rata-ratanya hingga 2030-an.

Kondisi tersebut memperlihatkan potensi ancaman bahaya iklim masih didominasi oleh ketidakpastian iklim (pola curah hujan) akibat variabilitas antar-tahunan dari curah hujan.

Wilayah Malang Raya (Kabupaten Malang, Kota Malang, dan Kota Batu), Jawa Timur, disebut rawan terdampak bencana hidrometeorologi saat turun hujan ekstrem. Berdasarkan data BMKG Karangploso pada 15 Maret dan 19 Maret 2022, hujan lebat lebih dari 100 milimeter selama 2-3 jam merendam sebagain besar wilayah Kota Malang.

Koordinator Bidang Observasi dan Informasi BMKG Stasiun Klimatologi Malang, Ahmad Luthfi, mengatakan, hujan yang turun hanya sebentar, tetapi memiliki dampak yang luar biasa. Ia menilai kondisi itu harus ditindaklanjuti oleh semua elemen.

“Sesuai kapasitas masing-masing untuk mengerem dampak perubahan iklim,” kata Luthfi, pada webinar bertema Adaptasi Perubahan Iklim, Petaka Tata Ruang dan Bahaya Hidrometeorologi di Malang Raya, Sabtu 21 Mei 2022.

Menurutnya, bencana hidrometeorologi merupakan bencana alam yang sudah terjadi sejak ratusan tahun lalu. Dampaknya bermacam-macam mulai dari kerusakan harta hingga korban jiwa. Ia berdalih bahwa masyarakat harus mengenali kondisi sekitar untuk meminimalisasi dampak bencana.

“Masyarakat juga harus dilatih dan melatih diri untuk mengurangi dampak bencana,” ungkapnya.

Kerentanan yang mengancam Malang Raya juga direspon oleh epala UPT Pengelolaan Limbah Air Domestik (PLAD) DPUPRKP Kota Malang, Arif Darmawan. Ia melihat isu perubahan iklim sangat penting untuk diperhatikan. Sebab, menurutnya, sudah menjadi tantangan global tanpa mengenal batas administrasi.

Ia mengutip Indeks Risiko Provinsi Jatim 2015-2021, Kota Malang termasuk kategori merah terkait berbagai bencana, seperti banjir.  “Karena itu kami mengajak seluruh masyarakat turut berperan dalam penanggulangan bencana,” ujar Arif.

Ia mengklaim, Pemkot Malang memiliki beberapa strategi adaptasi perubahan iklim melalui beberapa program. Seperti memperluas ruang terbuka hijau (RTH), pengembangan urban farming di semua wilayah, perbaikan sistem drainase, hingga rutin memperoleh data dari BMKG sebagai bahan penguatan ketangguhan bencana.

“Kami jadikan masyarakat sebagai subjek dalam penangulangan bencana,” terangnya.

Namun, Manager Kampanye dan Jaringan Masyarakat Wahana Lingkungan Hidup Indonensia (Walhi) Jatim, Lila Puspitaningrum, menyoroti perubahan tata ruang yang terjadi di Malang Raya. Ia menyebut pelbagai alih fungsi lahan yang terjadi di Kota Batu seperti wisata dan industri ekstrataktif.

Rencana pembangunan dua energi panas bumi, kata Lila, dinilai tak ramah lingkungan. Sebab berpotensi menimbulkan ledakan gas. Carut marut tata ruang itu juga terjadi di Kota Malang. Lila melihat tak ada orientasi pembangunan berkelanjutan, melainkan lebih berorientasi keuntungan jangka pendek.

Memang dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Malang menyebutkan 60 persen diperuntukkan sosial budaya dan 40 persen untuk ekonomi. Namun, Lila membantah. Kondisi di lapangan justru menunjukkan sebaliknya. “Kepentingan ekonomi jauh lebih besar,” kata Lila.

beras