Beritabaru.co Dapatkan aplikasi di Play Store

 Berita

 Network

 Partner

Memorial
Korban kekerasan aparat kepolisian dalam aksi tolak tambang PMII Pamekasan (Foto: Istimewa)

Memorial



    Untuk sahabat-sabatku yang tengah berjuang di tanah garam

Di sana. Kami bersepakat mengadakan pesta. Di bawah lampu bersinarkan matahari, berpanggung tanah, beratapkan langit, bernyanyi dengan jeritan dan suara kepak burung-burung, berjoget ria dengan kepalan tangan di atas kepala. Tidak ditemukannya petasan. Kembang api merupa ban-ban mobil bekas yang dibakar. Dan meledaklah sebuah pesta.

Kemarau kali ini. Tetapi kepulan asap mendung dan gas air mata menandangi pesta. Jeritan manusia-manusia ini adalah nyanyian sunyi menuntut keadilan. Kami datang atas nama panggilan hati nurani, mewakilkan suara rakyat yang dibius, dan menjembatani rakyat yang kebingungan di persimpangan jalan

    Di bawah kuasa tirani

“Kami tahu betul, mana yang hendak kami lawan dan mana yang akan menjadi kawan.”

Jika kali ini para kawan berbalik arah dan memukulkan tongkatnya, maka darah yang mengucur dari kepala adalah bentuk peringatan tanda bahaya. Sirene adalah tangis kami yang terpekur melihat serangan bertubi-tubi menimpa punggung, menimpa kepala, mematahkan rusuk, mematahkan tangan dan kaki. Masihkah harus kami merajam luka dan menutup mata? Sedang ditubuh kami hanya melekat sehelai pakaian.

Hendaklah kami tertawa. Ketika kawan bersenjata mengubah haluan dan memilih untuk melepaskan peluru di cakrawala. Sesungguhnya, suatu bentuk pengkhianatan dari rekan perjuangan adalah kenestapaan paling abadi. 

    Lalu, setelah ini siapa yang hendak kami percaya?

Lumajang, Juni 2020

beras