Beritabaru.co Dapatkan aplikasi di Play Store

 Berita

 Network

 Partner

Mempertanyakan Tulisan M. Faqih Alharamain yang dilansir oleh Mata Pergerakan
Ilustrasi/take by Phia

Mempertanyakan Tulisan M. Faqih Alharamain yang dilansir oleh Mata Pergerakan



oleh: Edy Bindara Saod

OpiniMenyikapi tulisan M. Faqih Alharamain yang dilansir oleh Mata Pergerakan yang berjudul “Telaah Kritis Modernisme Melalui Lakon “KPSN”: Teater Rayon Sastra (TERAS)” tertanggal (07/10) senin kemarin.

Entah apa yang merasuki penulis, sehingga menganggap pertunjukan yang dilaksanakan oleh TERAS (Teater Rayon Sastra) di representasikan sebagai kritik terhadap “pemerintahan”. Soalnya begini saudara-saudari, di dalam tulisan tersebut tidak memunculkan satu atau dua data dari sebuah pertunjukan. Jadilah tulisan itu hanya rekaan penulis semata karena tidak ada rujukan yang jelas.

Selaian tidak memunculkan data pertunjukan, penulis Faqih Alharamain juga mengkritik modernisme tanpa menggunakan pisau analisa yang tajam, katakanlah menggunakan teori sosial kritis, pertarungan kelas Marx, Post Modernisme, Hegemoninya Gramsci bahkan (jika perlu) pada dekontruksinya Derrida.

Sebagai pembaca, saya mencoba memahami tulisan yang berjudul “Telaah Kritis Modernisme Melalui Lakon “KPSN”: Teater Rayon Sastra (TERAS)”, tetapi isinya serampangan dalam memahami sebuah pementasan. Tidak menutup kemungkinan penulis tidak benar-benar paham terhadap sebuah pertunjukan dan sejarah kemunculan modernisme atau tidak membaca ulang tulisannya setelah diketik.

Sebaiknya penulis membaca ulang tentang “budaya” jika melihat dua pernyataannya seperti ini. Pertama, Penulis mengatakan “Suku Naga yang identik sebuah kearifan lokal, respresentasi budaya, suku, serta adat istiadat dengan kekayaan alam yang ruah melimpah”. Kedua, “terdapat sebuah hal menarik ketika para elite yang diperankan memiliki kepandaian dan kapasitas keilmuan yang mumpuni namun, tidak diiringi oleh nilai-nilai di dalamnya. Akibatnya, penghayatan dan kepekaan atas penggunaan kekayaan alam kurang terkontrol, dan juga menjadi budaya permainan segelintir orang untuk mempermudah kepentingannya”. Budaya apakah yang dimaksud oleh penulis? Elit yang mana? Jika penulis merujuk pada pertunjukan Kisah Perjuangan Suku Naga.

Faqih Alharamain mengatakan dalam tulisannya “Lakon KPSN mencoba menggambarkan kritik budaya hari ini”. Kritik budaya macam apa yang dimaksudkan mas? Kok sampean tidak menjelaskan terlebih dahulu sedikit saja cara kerjanya kritik budaya dalam mendedah pertujukan KPSN?! Dan—lalu sambungkan dengan kondisi budaya hari ini (hal ini sudah berbicara di luar teks/pementasan/pertunjukan). Agar pembaca paham bahwa kondisi di dalam pementasan dengan di luar pementasan tidak jauh berbeda, yakni sama-sama mengerikan dan sangat dipenuhi oleh dusta-dusta.

Bagi saya, Alharamain belum bisa menerjemahkan pertunjukan KPSN sebagai kritik terhadap modernisme. Imbasnya, pembaca tidak bisa merenungkan fenomena di luar pementasan KPSN itu. Padahal penulis Faqih Alharamain ingin menunjukkan/memberitahu kepada pembaca terkait kondisi “budaya dan pembangunan” saat ini dan pementasan KPSN sebagai batu loncatannya.

beras