Beritabaru.co Dapatkan aplikasi di Play Store

 Berita

 Network

 Partner

Menakar Proporsional Terbuka dan Tertutup

Menakar Proporsional Terbuka dan Tertutup



Berita Baru, Surabaya – Eskalasi politik menuju Pemilihan Umum atau Pemilu 2024 mendatang terus memanas. Akhir-akhir ini, wacana sistem Pemilu proporsional terbuka dan tertutup mulai diperdebatkan. 

Hal ini bermula dari gugatan uji materi terhadap Pasal 168 Ayat 2 Undang-Undang (UU) Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilu yang diajukan sejumlah warga negara ke Mahkamah Konstitusi (MK). Para pemohon meminta kepada MK untuk menyatakan pasal tersebut inkonstitusional. Dengan begitu sistem pemilu di Indonesia dapat diubah dari proporsional terbuka menjadi proporsional tertutup. 

Wacana itu pertama digaungkan oleh PDI Perjuangan pada Februari 2022 lalu. Sementara delapan fraksi lain di parlemen, di antaranya Partai Golkar, Gerindra, NasDem, PKB, Demokrat, PKS, PAN, dan PPP, menolak sistem proporsional tertutup untuk Pemilu 2024 karena dianggap dapat mematikan nilai demokrasi sejak dalam internal partai politik. 

Wacana pro dan kontra sistem proporsional tertutup sama memiliki alasan dan argumentasi dasar. Sistem proporsional terbuka dinilai lebih demokratis sebab masyarakat dapat melihat dan memilih langsung calon anggota legistatif dengan melihat nama, nomor urut dan partai yang mengusungnya. Namun, sistem ini dinilai membutuhkan ongkos politik yang mahal.

Lalu, sistem proporsional tertutup dapat mengurangi kecurangan dan menekan biaya Pemilu. Namun, dari sistem ini dianggap dapat memicu hilangnya nilai demokrasi sejak dalam internal partai, khususnya dalam proses rekruitmen anggota. Sejak Undang-undang (UU) Nomor 12 Tahun 2003 disahkan, sistem proporsional tertutup dirubah menjadi proporsional terbuka diterapkan hingga sekarang. 

Menilik iklim politik saat ini, bagaimana posisi kedua sistem proporsional ini pada pesta demokrasi tahun mendatang? Apakah kembalinya sistem proporsional tertutup akan menjadi titik balik bagi perpolitikan Indonesia?

beras