Menikmati Hati Suhita di Oase Kopi dan Literasi
Aku memilih mencintaimu dalam diam
Karena dalam diam tak kutemukan penolakan
Aku memilih mencintaimu dalam kesendirian
Karena dalam kesendirian tak ada yang memilikimu kecuali aku
Aku memilih mengagumimu dalam kejauhan
Karena jarak melindungiku dari luka
Aku memlilih mengecupmu dalam angin
Karena angin lebih lembut dari bibirku
Aku memilih memilikimu dalam mimpi
Karena dalam mimpi kau tak akan pernah berakhir
: Penggalan Puisi Jalaludin Rumi
Di luar bunyi gerimis dan knalpot motor, berseliweran menemui siangku hari ini. Dan aku ngambil tempat yang nyaman, di meja depan sebelah perpustakaan Oase Kopi dan Literasi, Jember untuk melanjutkan bacaan yang tadi sempat tertunda oleh gangguan-gangguan dekil dari seorang sahabat.
Kurang lebih tinggal 10 halaman kutuntaskan membaca Novel Hati Suhita karya Ning Khilma Anis itu. Mungkin butuh sepuluh atau lima belas menit, buku novel itu selesai kubaca.
Secangkir kopi Sidomulyo yang masih hangat dan sisa rokok eceran Surya, menemaniku menyapa Hati Suhita.
Di luar yang tadinya hujan gerimis, sekarang sudah deras. Bunyi knalpot sudah tidak berseliweran lagi. Hanya bunyi sound cafe dengan lagu Jamrud bertajuk “Pelangi di Matamu”, ngangkring di telingaku.
Novel setebal 402 halaman telah selesai kubaca. Novel itu bercerita tentang cinta-kasih berlatar tradisi pesantren dan persilatan dunia gerakan yang ditenun dengan cerita dan puisi romantis.
Ada tiga tokoh sentral dalam novel tersebut diantaranya, Alina Suhita, Gus Birru dan Ratna Rengganis.
Alina Suhita merupakan santri ideal, penghafal Al-Quran putra kyai yang dijodohkan dengan Gus Birru, aktifis gerakan, orator handal yang sekaligus putra tunggal kyai pesantren besar di Jawa Timur.
Sedangkan Ratna Rengganis adalah kekasih Gus Birru yang menemani keluh kesah dunia aktifisme dalam perjalanan pergerakan di Jogjakarta. Ia merupakan mahasiswi pegiat jurnalistik yang menghabiskan banyak waktunya di Persma, sebagai redaktur majalah.
Perempuan hijab modis syar’i macam Ratna Rengganis itu yang aku rindu, akhirnya aku temukan di dalam Novel Hati Suhita, lelaki gerakan mana yang tidak terpikat padanya, selain cantik, cerdas, ia juga mempunyai kemampuan menulis.
Bayangan kecantikan Ratna Rengganis membuat rumahtangga Alina Suhita dan Gus Birru kedinginan, satu semester lebih, tepatnya 7 bulan tanpa sentuhan, tanpa kehangatan dan tanpa malam pertama semenjak ijab kabul dibacakan.
Rengganis bagiku adalah perempuan yang paling perempuan yang aku temui. Ia tidak ingin membuat hati perempuan lain terluka karenanya. Aku ingin mencintai perempuan berkebudayaan itu dengan cinta yang paling purba, agar menjadi pilar bangunan peradaban cinta anak manusia.
Aku menikmati betul pada setiap jengkal ceritanya, apa mungkin karena aku pernah belajar di Fakultas Ilmu Budaya dan pernah nyantri di pesantren. Atau apa karena sampai detik ini masih menolak lari dari dunia pergerakan.
Sore telah tiba, tak ada senja. Diluar makin deras saja hujannya. Langit gelap akut. Petir saling saut-sautan. Sedangkan Ratna Rengganis, semakin mengencangkan jeratnya padaku.