
Modus Pelecehan Seksual Guru Besar UGM Terhadap 15 Mahasiswa Kini Telah Dipecat
Berita Baru, Jakarta – Kasus pelecehan seksual di ranah pendidikan kembali ramai diperbincangkan. Pasalnya kasus ini melibatkan seorang Guru Besar dari Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada (UGM) Profesor Edy Meiyanto.
Peristiwa pelecehan seksual tersebut terjadi pada tahun 2023, namun Satuan Tugas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) UGM pertama kali menerima laporan pada 2024 dan terus bertambah. Dilansir dari Tempo.com, sejumlah 15 mahasiswa membuat laporan pelecehan seksual dan kekerasan verbal. Total kasus yang dilaporkan korban ada 33 kejadian.
Dalam kesehariannya, Guru Besar tersebut sering menjadi penceramah di masjid. Ia melancarkan beberapa modus seperti cek tekanan darah atau bimbingan skripsi agar bisa memijat tangan, memegang rambut, wajah, bahkan mencium pipi mahasiswa di rumahnya.
Saat ini, Edy Meiyanto telah dipecat dari profesinya sebagai dosen melalui Keputusan Rektor Nomor 95/UN.1P/KPT/HUKOR/2025, dan sedang dalam proses pencopotan status PNS. Pemecatan tersebut karena terbukti bersalah melanggar kode etik dosen dan Pasal 3 Peraturan Rektor UGM Nomor 1 Tahun 2023 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di UGM.
Hal tersebut mendapat respons baik dari para korban karena mereka tidak ingin ada korban yang bertambah lagi. Selain itu para alumni Fakultas farmasi juga menyambut baik pemecatan tersebut dan sebagian mengunggah pemberitaan media massa di akun sosial media. “Kami merasa kuat karena banyak dukungan dari luar UGM dan ramai,” tulisnya.
UGM mengambil langkah dengan membentuk tim pemeriksa terhadap status kepegawaian Edy. Sekretaris UGM Andi Sandi Antonius menyebutkan bahwa pembentukan tim pemeriksa berdasarkan surat keputusan rektor. Tim beranggotakan dekan Fakultas Farmasi, direktorat sumber daya manusia, dan satuan pengawas internal.
Pendamping dan korban kini mempertanyakan independensi tim dari Fakultas Farmasi karena semuanya beranggotakan pejabat internal UGM. Korban berharap tim pemeriksa dapat bekerja secara independen dan tidak melibatkan kepentingan lain-lain dalam menjalankan pemeriksaan.
“Jangan sampai anggota tim yang ditunjuk merugikan korban. Perlu ada transparansi susunan anggota tim kepada korban,” kata perempuan itu kepada Tempo, Kamis, 10 April 2025.
Inspektur Jenderal Kemendiktisaintek, Chatarina Muliana Girsang mengatakan kementerian telah menugaskan UGM untuk membentuk tim pemeriksa yang beranggotakan atasan guru besar Fakultas Farmasi Edy Meiyanto.
“Yang penting perlu dipastikan independensi tim oleh pimpinan UGM,” kata Chatarina.