Monolog Resah| Puisi Atiqoh Fitriyah
Monolog Resah
Diruang Whatsapp
Aku bercengkrama sendiri,
Menerka raut wajahmu.
Entah muram,
Cemberut saja,
Atau mungkin tertawa.
Kamu Online,
Aku Resah.
Ternyata hidup memang begitu.
Tidak akan pernah ada cukup banyak jawaban,
Untuk mengenyangkan segala pertanyaan yang lapar.
Seperti bertepuk sebelah tangan.
Tak ada tanya yang terbalas senyuman,
apalagi rentetan kata.
Mungkin diam akan membantu.
Udara dan Kelam yang Bersepakat
Kita pernah bersepakat tentang awan pada musim kemarau
Tentang sakura di musim dingin
Juga tentang padi di musim paceklik
Semua boleh terjadi.
Boleh datang, tentu boleh pergi.
Karena hakikat musim adalah hidup yang berganti.
Lalu pada camar yang tak lagi hinggap di pinggir pantai
Tentang tupai yang tak sanggup loncat di atas dahan.
Tentang jingga yang tak diinginkan senja.
Kita bersepakat, bahwa hidup itu tentang mau atau tidak. Bukan bisa atau tidak.
Tapi, perihal matahari yang menjadi musuh rembulan.
Kita tak pernah benar2 bersepakat
Kita hanya menerka
Perihal kisah mereka yang patah sebab takdir semesta.
Ketika aku bertanya, apa buktinya?
Kau hanya menunjuk bintang
Itu adalah bias dari serpihan rasa takut akan kehilangan.
Yang dikirim matahari, untuk menemani rembulan.