Beritabaru.co Dapatkan aplikasi di Play Store

 Berita

 Network

 Partner

Novel Hati Suhita; yang tidak pernah selesai aku baca

Novel Hati Suhita; yang tidak pernah selesai aku baca



” Seteguh apapun aku bertapa, selama apapun aku bersila merapal doa, sepanjang apapun kulafalkan pinta, aku tak mungkin sampai pada pemahaman mengapa aku begitu mencintai Mas Birru.” –Alina Suhita

Duh mbak Khilma. Di Jember sore ini lagi hujan. Aku gemeretak tiba-tiba teringat novel Hati Suhita yang tuntas ku baca dalam hitungan 24 jam. Bagaimana mungkin aku didatangi berbagai macam prasangka dan tanya masalah peliknya pergulatan batin para tokoh di dalamnya. Aku bukan siapa-siapa, aku hanyalah pembaca yang berhasil kau porak-porandakan hatiku yang jumawa.

Novel ini jauh dari kisah romantisme kaum milenial saat ini. Aku menyebutnya sebagai “romantisme menuju ke Akuan”. Mirip dengan para manusia pencari Tuhan, ketiga tokoh dalam novel ini sibuk merenda kebahagiaan. Karena puncak tertinggi dalam hidup adalah kepuasan dan kebahagiaan.

Baiklah, aku ingin mengulas sedikit isi novel njenegan yang mampu mengkusutkan benang kesadaranku sebagai perempuan mbak. Alina Suhita seorang perempuan memiliki kecantikan khas ning-ning di pesantren, bibirnya basah oleh lafadz-lafadz Al-Qur’an pun dihiasi dengan keluasan hati bak gurun Sahara. Tuhan sering menyapanya, Tuhan begitu gemas untuk itu Alina sering menangis;

Perjodohan dengan Gus Birru menjadi jalan terpanjang dan terjal bagi Alina. Gus Birru putra kyai besar nan Agung memilih untuk keluar dari kungkungan pesantren dan menjadi manusia modern. Laki-laki dengan gairah menakjubkan khas aktivis pergerakan menjadi pelengkap sempurnanya. Tuhan menciptakan manusia berambut ikal, berhidung bangir, mata hitam pekat dan bibirnya yang sabit. Alina merasa dirinya begitu kerdil ketika disandingkan dengan Gus Birru, hatinya masih milik orang lain. bukan untuk Alina.

Abu Raihan Al Birruni, hasil rekaan sempurnamu ini mbak Khilma. Namun ia begitu lemah dihadapkan dengan dua perempuan luar biasa. Ya, kau menghadirkan Ratna Rengganis sebagai wanita yang bertahta di hati Birru. Rengganis adalah jelmaan perempuan sejati. Ia matang dalam dunia jurnalis, luwes dalam membangun relasi di dunia LSM, dan terpenting hangat menjadi kekasih Birru paling setia.

Tidak ada peran antagonis di dalam novel ini, tidak ada. semua tokoh di dalamnya menjalankan hidup pada edarannya masing-masing. Alina memiliki Gus Birru dengan ikatan sakral pernikahan. Rengganis mengalah, melepas Gus Birru pada genangan air matanya. Berbeda dengan cerita atau skrip film kebanyakan, Rengganis tidak memaksa Gus Birru menikahinya atau meminta Birru memilihnya. Tidak ada. Gus Birrulah yang memegang kendali dan memainkan takdir, berada diantara kekuatan perempuan yang memiliki bongkahan cinta untuk hidupnya.

Mereka berpulang membawa kenang pada dahi masing-masing. Alina memesan tabah pada sang Maha Kuasa dengan lafadz-lafadz Alquran yang dilantunkan pada bibirnya yang basah. Rengganis memilih merawat luka yang sudah terlanjur menganga dan membawanya pergi. Dan Birru….

Aaahh, sisakan satu laki-laki seperti ia di muka bumi ini untukku mbak. Doakan kepada Allah.

Di akhir, tahap penyelesaian versiku pada novel ini sebagai kisah yang tak pernah selesai aku baca. Mereka memasungkan tangis pada masing-masing pelupuk matanya. Begitu mudah Tuhan meletakkan nasib dan kebahagiaan pada telapak tangan orang lain. Begitu banyak teka-teki Tuhan membolak balikkan hati manusia yang penuh dengan misteri ya mbak…

beras