Beritabaru.co Dapatkan aplikasi di Play Store

 Berita

 Network

 Partner

Perkawinan Beda Agama: Hukum Indonesia Ngantuk
Ilustrasi: Perkawinan Beda Agama: Hukum Indonesia Ngantuk/ Sumber: ( Ulfatus Soimah/ Beritabaru.co)

Perkawinan Beda Agama: Hukum Indonesia Ngantuk



Opini Berangkat dari pementasan teater dua mahasiswa program studi sastra Indonesia Fakultas Ilmu Budaya (FIB) Universitas Jember (UJ), yang mengangkat naskah drama musikal Grafito karya Akhudiat, pada tanggal 14 Desember 2019 di Gedung Soetardjo Universitas Jember. Grafito menceritakan tentang cinta dua insan manusia yang bernama Limbo dan Ayesha. Mereka berasal dari status sosial dan agama yang berbeda. Limbo adalah anak seorang raja dan beragama Nasrani, sedangkan Ayesha seorang muslimah dari kalangan biasa yang berpegang teguh pada agamanya.

Konflik dimulai saat Limbo dan Ayesha akan menikah. Limbo yang nasrani dan Ayesha yang muslimah kesulitan mengadakan pernikahan. Mereka diceritakan pergi ke Masjid untuk melangsungkan pernikahan, namun saat penghulu bertanya agama mereka masing-masing, sang penghulu menolak menikahkan mereka dengan alasan pernikahan beda agama dilarang untuk muslim wanita. Setelah itu, mereka berdua pergi ke Gereja dengan harapan untuk segera dinikahkan, tetapi pastur juga menolak dengan alasan takut membuat Tuhan marah. Limbo dan Ayesha bersikukuh untuk melaksanakan pernikahan tanpa harus mengorbankan agama masing-masing. Akhirnya datanglah seorang pawang yang bersedia menikahkan Limbo dan Ayesha. Kemudian Pawang membacakan mantra untuk mendatangkan Dewi Ratih dan Dewa Kamajaya dari Swargaloka untuk menikahkan Limbo dan Ayesha yang sedang dimabuk asmara.

Pada intinya dalam pementasan tersebut hukum negara dan agama gagal memberikan jawaban atas benih-benih cinta yang tumbuh dan bersemi antara Limbo dan Ayesha. Bila kita mengacu pada Undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang Undang-undang Perkawinan (UUP) Pasal 2 ayat 1, dinyatakan bahwa tidak ada perkawinan di luar hukum agamanya dan kepercayaannya. Penafsiran Pasal 2 tersebut jelas bahwa dalam hal ini merupakan jalan buntu untuk melaksanakan perkawinan beda agama.

Namun realita yang terjadi di masyarakat banyak perkara yang timbul atas ngantuknya hukum dan penyelundupan hukum tentang perkawinan beda agama, sehingga perkawinan beda agama tidak sedikit yang lolos dari butir undang-undang tersebut. Konklusi yang dapat kita ambil dari permasalahan tersebut ialah hukum negara gagal diejawantahkan dalam kehidupan masyarakat. Ketidaktegasan hukum negara yang dinilai turut melegalkan perkawinan beda agama harus segera dibenahi karena pada dasarnya semua agama di Indonesia melarang perkawinan beda agama.  

Dalam sudut pandang hukum Islam perkawinan beda agama memang tidak diperbolehkan, lebih khususnya perkawinan antara muslim dan non-muslim sebagaimana QS Al-Baqarah: 221 yang artinya: “Dan janganlah kamu menikahi wanita-wanita musyrik, sebelum mereka beriman. Sesungguhnya wanita budak yang mukmin lebih baik dari wanita musyrik, walaupun dia menarik hatimu. Dan janganlah kamu menikahkan orang-orang musyrik (dengan wanita-wanita mukmin) sebelum mereka beriman. Sesungguhnya budak yang mukmin lebih baik dari orang musyrik, walaupun dia menarik hatimu. Mereka mengajak ke neraka, sedang Allah mengajak ke surga dan ampunan dengan izin-Nya. Dan Allah menerangkan ayat-ayat-Nya (perintah-perintah-Nya) kepada manusia supaya mereka mengambil pelajaran.

Berbicara hak asasi manusia, hukum islam mempunyai acuan penetapan hukum yang menjaga dan menjunjung tinggi kemanusiaan serta nilai-nilai toleransi. Acuan hukum tersebut disebut maqashid syariah (tujuan/rahasia hukum). Imam Asy-Syatibi menjelaskan ada lima maqashid syariah yaitu: hifdz al-din (menjaga agama), hifdz al-nafs (menjaga jiwa), hifdz al-aql (menjaga pikiran), hifdz al-mal (menjaga harta) dan hifdz nasab (menjaga keturunan).

Disisi lain, banyak pelajaran yang bisa saya petik dari pementasan drama musikal Grafito karya Akhudiat, seperti kritik satire kepada hukum negara dan agama, kesetaraan gender dan penegaskan bahwa tolerasi bukan hanya sebatas lip service, namun dalam keseharian.

Wallahu A’lam Bisshowab.

beras