Beritabaru.co Dapatkan aplikasi di Play Store

 Berita

 Network

 Partner

Perpanjangan Masa Jabatan Kepala Desa Bentuk Kemunduran Demokrasi
Pakar Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Jember, Adam Muhshi.

Perpanjangan Masa Jabatan Kepala Desa Bentuk Kemunduran Demokrasi



Berita Baru, Surabaya – Pakar Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Jember, Adam Muhshi, menyatakan wacana perpanjangan masa jabatan kepala desa menjadi 9 tahun adalah sebagai bentuk kemunduran demokrasi. Dia memprediksi jika masa jabatan semakin lama, maka potensi terjadinya korupsi dan kesewenang-wenangan akan semakin besar pula.

Menurutnya, tuntutan revisi UU Desa mengenai perpanjangan masa jabatan kepala desa menjadi 9 tahun agar masuk Prolegnas 2023 memang tidak ada persoalan secara legal formal. Sebab, hal itu secara hukum memang menjadi wilayah kewenangan pembentuk UU.

“Apalagi, Pasal 39 UU Desa pernah digugat ke Mahkamah Konstitusi (MK) dan MK melalui putusan Nomor 42/PUU-XIX/2021 menyatakan bahwa Pasal 39 tersebut konstitusional. “Hanya penjelasan Pasal 39 yang dinyatakan Inkonstitusional bersyarat oleh Mahkamah Konsitusi,” jelas Adam kepada Beritabaru.co Jawa Timur, pada Senin, 23 Januari 2023.

Putusan tersebut, lanjutnya, mengisyaratkan bahwa ketentuan masa jabatan kepala desa adalah sebagai opened legal policy yang berarti bahwa hal itu menjadi wilayah kewenangan Pembentuk UU.

Namun di sisi lain, Adam menekankan bahwa bangsa Indonesia telah bersepakat melalui Pasal 1 UUD NRI 1945 untuk bernegara hukum yang demokratis. “Konsekuensinya, perlu dilakukan pembatasan terhadap kekuasaan,” ucapya. Pembatasan kekuasaan menurutnya perlu dilakukan dalam rangka mencegah timbulnya absolutismu dan munculnya penguasa yang korup.

Pantaskah Tuntutan Perpanjangan Kepala Desa Dimakukan Prolegnas 2023?

Adam menegaskan sangat tidak pantas jika tuntutan perpanjangan masa jabatan kepala desa itu dimasukkan ke dalam Prolegnas 2023. Kesannya, perpanjangan masa jabatan itu akan menjadi ketentuan (pasal) transaksional.

“Tahun ini kan tahun politik, tidak keliru dong jika publik curiga perpanjangan masa jabatan kepala desa 9 tahun itu akan menjadi ketentuan (pasal) dagang sapi,” tegasnya. Masih segar dalam ingatan kita adanya wacana Presiden 3 periode.

“Publik masih terluka dengan isu Presiden 3 periode tersebut, jadi jangan bikin publik semakin terluka dengan isu perpanjangan kekuasaan penguasa yang lainnya,” lanjutnya.

Lebih dari itu, dia mengatakan terlalu dini jika misalnya pembentuk UU langsung mengamini tuntutan kepala desa. “Itu kan baru aspirasi dari kepala desa, bukan aspirasi dari rakyat. “Kepala desa kan bagian dari penguasa juga,” ujarnya.

Menurutnya, pembentuk UU tidak perlu terburu-buru untuk memasukkan revisi jabatan kepala desa menjadi 9 tahun ke dalam Prolegnas 2023. “Tanyakan dulu kepada masyarakat apakah mereka menginginkan perpanjangan masa jabatan kepala desa itu,” kata Adam.

Dia juga meminta DPR menanyakan kepada rakyat apakah perpanjangan masa jabatan kepala desa tersebut akan bermanfaat bagi pembangunan dan kesejahteraan mereka.

“Jangan-jangan hal itu hanya akan menguntungkan kepala desa dan para penguasa lainnya yang sedang berkuasa saat ini dan punya kepentingan pada pemilu 2024. Itu bukan tidak mungkin karena kepala desa memiliki basis massa yang riil di lapangan,” pungkasnya.

beras