Beritabaru.co Dapatkan aplikasi di Play Store

 Berita

 Network

 Partner

Pidato Jokowi tentang HAM Berat, Koalisi Masyarakat Sipil: Kemunduran
Foto: Antara

Pidato Jokowi tentang HAM Berat, Koalisi Masyarakat Sipil: Kemunduran



Berita Baru, Jakarta – Koalisi masyarakat sipil menyebut pidato Presiden Joko Widodo terkait komitmen penyelesaian pelanggaran hak asasi manusia (HAM) berat di masa lalu tidak sesuai dengan realitas di lapangan.

Koalisi tersebut terdiri dari KontraS, KontraS Aceh, Imparsial, Insersium, YLBHI, LBH Jakarta, HRWG, PBHI, Amnesty International Indonesia, Maria Catarina Sumarsih (keluarga korban tragedi Semanggi I) dan Suciwati (istri Munir).

“Petikan Pidato Kenegaraan Presiden Joko Widodo di DPR RI pada 16 Agustus 2022 sebagai bentuk klaim yang keliru dan bertolak belakang dengan realitas kondisi penyelesaian pelanggaran HAM berat masa lalu di Indonesia,” kata Peneliti Imparsial, Gustika Jusuf, dalam keterangan persnya, dikutip Kamis (18/8/2022).

Gustika menilai setelah hampir delapan tahun era pemerintahan Presiden Jokowi, kondisi penyelesaian HAM berat di Indonesia justru mengalami kemunduran.

“Belum dituntaskannya pelanggaran HAM berat, pilihan mengangkat para penjahat HAM menjadi pejabat, hingga kebijakan-kebijakan yang tidak sesuai ketentuan hukum dan berperspektif terhadap korban dan publik bisa kita jadikan bukti-bukti yang mengingkari janji Presiden Jokowi sendiri. Kemunduran ini juga membuktikan bahwa dirinya memang tidak memiliki political will (kehendak politik) untuk menuntaskan pelanggaran HAM berat masa lalu,” jelas Gustika.

Ia juga menyebut bahwa pernyataan “menjadi perhatian serius” dalam pidato tersebut dapat dinilai sebagai kepura-puraan presiden semata. Menurut Gustika, dalam banyak kesempatan, pemerintahan yang dipimpin oleh Jokowi justru menunjukkan ketidakseriusan.

“Hanya ada satu pengadilan HAM yang baru akan digelar sejak presiden menjabat di tahun 2014. Dari proses pengadilan HAM atas peristiwa Paniai 2014 pun, kontroversi seperti hanya ada satu terdakwa, penentuan lokasi pengadilan di Makassar dan bukan di Papua serta minimnya pelibatan korban menjadi catatan buruk,” tandas Gustika.

Atas dasar hal tersebut, koalisi mendesak Presiden Jokowi membatalkan Keputusan Presiden (Keppres) tentang Pembentukan Tim Penyelesaian Non-Yudisial Pelanggaran HAM Berat Masa Lalu.

Selain itu, Jokowi juga diminta untuk memerintahkan Jaksa Agung untuk segera menindaklanjuti hasil penyelidikan kasus pelanggaran HAM masa lalu dari Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (HAM) dengan melakukan penyidikan secara transparan dan bertanggung jawab terhadap peristiwa Pelanggaran HAM Berat masa lalu.

beras