PMII UNEJ Sebut Surat Edaran Kemendikbud Ciderai Konstitusi dan Demokrasi
Berita Baru Jatim, Jember — Aksi demonstrasi mahasiswa atas penolakan UU Omnibus Law Cipta Kerja yang disahkan oleh DPR RI pada tanggal 5 Oktober 2020 terus bergelombang di seluruh daerah di Indonesia. Banyak protes dari berbagai elemen gerakan mahasiswa, akademisi dan civil society mengenai pengesahan UU Cipta Kerja, tidak terkecuali dari organisasi kemahasiswaan yang tergabung dalam Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII).
PMII Komisariat Universitas Jember yang secara struktural berada dilevel universitas/kampus geram dengan adanya surat edaran yang dikeluarkan oleh Ditjen Pendidikan Tinggi (Dikti) Kemendikbud nomor 1035/E/KM/2020 tentang Imbauan Pelajaran secara Daring dan Sosialisasi UU Cipta Kerja pada Jumat (9/10).
Surat yang diteken oleh Dirjen Dikti Kemendikbud Nizam itu ditujukan kepada pimpinan perguruan tinggi serta ditembuskan kepada Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim, Dirjen Pendidikan Vokasi Kemdikbud Wikan Sakarinto, dan Kepala Lembaga Layanan Pendidikan Tinggi Wilayah I-XVI.
“Ada beberapa poin yang membuat kita geram atas respon Kemendikbud terkhusus pada aksi mahasiswa dalam menanggapi UU Omnibus Law Cipta Kerja yang dilakukan elemen mahasiswa beberapa hari kemarin semisal poin nomer 4, 5, 6 dan 7,” kata Ketua Komisariat PMII Unej, Ainur Rizqy Mubarok, pada Minggu (11/10).
Dalam poin nomor 4, disebutkan bahwa pimpinan PT mengimbau agar mahasiswa tidak turut serta dalam kegiatan demonstrasi dengan dalih keselamatan. Kemudian poin 5 menyebutkan, dalam menyampaikan aspirasi kepada pemerintah atau DPR harus santun.
Tidak hanya itu, pada poin 6 dosen dilarang memprovokasi, dan senantiasa mengajak untuk diskusi untuk mengkritisi UU Cipta Kerja. Terakhir pada poin 7, PT dapat berkoordinasi dengan aparat untuk menjaga stabilitas pembelajaran di perguruan tinggi.
“Yang saya rasakan, ini merupakan upaya Kemendikbud membatasi kebebasan berpendapat dari sahabat-sahabat mahasiswa yang telah dijamin undang-undang, sehingga dengan munculnya surat tersebut, sudah menciderai Undang-Undang Dasar,” ungkapnya.
Menurutnya, aksi unjuk rasa yang dilakukan PMII adalah sebuah gerakan yang konstitusional. Sebab, konstitusi sudah mengatur kebebasan menyampaikan pendapat di muka umum. Hal tersebut juga termaktub dalam Pasal 28E ayat (3) UUD 1945: “Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat”.
“Selain menciderai undang-undang, Mendikbud juga tidak paham tentang kerja-kerja organisasi kita yang juga telah melakukan kajian secara intensif dari apa yang akan kita aspirasi kan, karena mengkritisi kebijakan adalah sebagian dari mandat Nilai dasar Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia,” terang Ainur.
Mahasiswa Sejarah Fakultas Ilmu Budaya itu juga menyebutkan bahwa kebijakan Kemendikbud tidak jauh berbeda dengan kebijakan NKK/BKK di era totaliter Orde Baru dan totaliter Soeharto.
“Dengan demikian, justru membuat gerakan mahasiswa akan terus menolak UU Cipta Kerja dan melawan kebijakan Kemendikbud,” pungkasnya.