Beritabaru.co Dapatkan aplikasi di Play Store

 Berita

 Network

 Partner

PPLH Mangkubumi Ungkap 3 Poin Penting Hasil Pemantauan SVLK
Kondisi kerusakan hutan di Kalimatan (sumber: Mongabay)

PPLH Mangkubumi Ungkap 3 Poin Penting Hasil Pemantauan SVLK



Berita Baru Jatim, Surabaya – Pusat Pendidikan Lingkungan Hidup (PPLH) Mangkubumi memaparkan poin-poin penting hasil pemantauan yang dilakukan oleh masyarakat adat/lokal dan PPLH Mangkubumi di empat provinsi yaitu Kalimantan Tengah, Maluku Utara, Papua Barat, dan Jawa Timur yang dilaksanakan selama 15 bulan sejak Juni 2020 hingga Agustus 2021.

Hal itu disampaikan melalui keterangan tertulis yang diterima Beritabaru.co pada 16 April 2021, pihaknya menyampaikan tiga poin pemantauan, antara lain: 1) Lemahnya pengawasan dan penegakan hukum dalam Tata Usaha Kayu (TUK), 2) Konsesi rakyat: Dalih legalitas dan legitimasi praktek pembalakan liar, 3) SVLK berdiri di pilar TUK yang keropos.

Di hulu, pemegang konsesi dan industri primer, secara sendiri-sendiri maupun bersama, melakukan praktek pembalakan liar di luar Rencana Kerja Tahunan (RKT) perusahaan dan atau di luar konsesi. Dua ilegalitas (kayu dan dokumen) ‘disulap’ menjadi legal dan tersertifikasi Sertifikat Legalitas Kayu (S-LK).

PPLH Mangkubumi mengungkapkan, cara-cara yang dilakukan atas tindakan di atas antara lain: 1) Manipulasi catatan mutasi kayu—dari dan kemana kayu berasal, memalsukan dokumen kayu untuk mengelabuhi praktek pembalakan liar baik di luar RKT maupun di luar konsesi, 2) Memanfaatkan perusahaan satu holding untuk mengkreasikan dokumen kayu—dokumen bergerak, kayu tidak. Ini sebagai modus untuk mengantisipasi celah dalam ketentuan SVLK yang hanya merunut kayu satu langkah ke belakang, 3) Untuk efektivitas dan efisiensi, pelaku usaha kehutanan melakukan kegiatan di luar izin misalnya pengolahan kayu oleh pemegang konsesi atau pelaku industri primer tetapi di dalam areal konsesi.

Di hilir, Surabaya dan Gresik adalah penerima kayu ilegal dari berbagai daerah di luar Jawa seperti Papua, Maluku, dan Kalimantan. Penindakan hukum kebanyakan dilakukan di pelabuhan kedatangan, jarang pada pelabuhan keberangkatan. Selain itu, pembeli kayu dengan transaksi legal sulit dijerat hukum layaknya supplyer yang melakukan pembalakan liar.

Sedangkan konsensi rakyat, seperti Pemilik Hak Atas Tanah (PHAT) atau hutan rakyat atau hutan adat dan rezime Perhutanan Sosial yang lain, acapkali dimanfaatkan oleh pelaku pembalak liar dan pemalsu dokumen untuk membuat dokumen kayu dari rakyat secara legalitas, dan secara legitimasi menggunakan ‘atas nama’ masyarakat dengan melibatkannya sebagai tenaga kerja pembalakan liar. Sehingga sering kali obyek dikenakan pada pelaku tindak pidana langsung—dampak dari pendekatan hukum pidana, dan jarang menyentuh aktor dibalik, pemilik modal, dan oknum aparat penjamin.

Terakhir, PPLH Mangkubumi menemukan SVLK dengan riwayat tujuan penguatan tata usaha kayu melalui penilaian independen, justru sebagian menghasilkan yang sebaliknya.

“SVLK sebagai sistem verifikasi independen tidak boleh dibiarkan berjalan sendiri dan dibebani tumpukan praktek buruk tata usaha kayu,” tulisnya.

beras