Pro-Kontra Perppu Cipta Kerja, DPR Minta Pemerintah Kaji Ulang
Berita Baru, Jakarta – Anggota Komisi IX DPR, Irma Suryani menilai, Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Cipta Kerja (Perppu Cipta Kerja) perlu dikaji dari berbagai sudut pandang. Sebab, dirinya tidak ingin Perppu Cipta Kerja hanya menguntungkan salah satu pihak saja.
“Ada yang harus dilihat oleh DPR nanti ketika Perppu ini diserahkan kepada DPR. Hanya saja, kemudian untuk bisa memperbaiki Perppu itu, maka yang harus diperbaiki oleh Pemerintah dan DPR adalah dengan melihat dan mendetail turunannya di peraturan pemerintah,” ucap Irma saat ditemui oleh di Gedung Nusantara II, Senayan, Jakarta, Rabu (11/1/2023).
Irma mengakui, Perppu merupakan hak prerogatif Presiden yang tidak bertentangan dengan aturan perundangan. Akan tetapi, dalam penerapan kebijakan Perppu Cipta Kerja nanti, setiap pihak melalui DPR bisa memberikan sejumlah catatan melalui turunan dalam Peraturan Menteri secara detail agar tidak timpang sebelah.
“Perppu ini bisa jalan, kalau itu pun tidak ditolak oleh DPR. Kemudian DPR harus memberikan catatan-catatan melalui turunan di Peraturan Menteri. Di Peraturan Menteri itulah ada detail-detail yang (nantinya) bisa memuaskan pekerja, jangan sampai malah menimbulkan masalah-masalah akibat tidak (dibahas) detail (dalam) Peraturan Menteri,” terang politisi Fraksi Partai NasDem DPR itu.
Irma juga meminta Kementerian Ketenagakerjaan menyampaikan secara rinci poin penting yang nantinya akan dicantumkan dalam Peraturan Menteri kepada para pekerja, jika Perppu Cipta Kerja disahkan. Baginya, penjelasan ini menjadi penting untuk meminimalisir hoaks.
“Banyak juga berita-berita hoaks yang kemudian ditangkap oleh pekerja yang tidak memahami (karena) hanya mendapatkan info sepihak. Bagi pasal-pasal yang memang krusial dan itu memang harus dilakukan perbaikan, (maka) tempatnya adalah di peraturan menteri tersebut. Saya kira itu yang harus dilakukan oleh menteri tenaga kerja agar tidak gaduh,” pungkasnya.
Pada Selasa (10/1/2023) kemarin, DPR sempat menerima perwakilan para pengunjuk rasa yang menyampaikan tuntutan tentang Peraturan Pemerintah Perppu Cipta Kerja. Para pengunjuk rasa tersebut berasal dari elemen buruh dari berbagai organisasi.
Koalisi buruh yang tergabung dalam Gerakan Buruh Bersama Rakyat (GEBRAK) mendesak DPR agar menolak pengesahan Perppu Cipta Kerja menjadi Undang-Undang (UU). Mereka menilai Perppu Cipta Kerja (Ciptaker) telah melanggar konstitusi. Sebv isi Perppu tersebut dianggap tak jauh beda dengan isi UU Ciptaker yang telah dinyatakan Inkonstitusional Bersyarat oleh Mahkamah Konstitusi (MK).
“Kita menuntut DPR untuk menggunakan dan melaksanakan pasal 22 UUD 1945 yaitu tidak menyetujui Perppu Ciptaker yang melanggar dan mengangkangi konstitusi kita,” kata Perwakilan Koalisi dari Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA), Dewi Kartika.
Beberapa perwakilan dari organisasi buruh tersebut pun diterima oleh para Anggota DPR. Di antaranya Wakil Ketua Komisi VII DPR Bambang Haryadi, Anggota Komisi III DPR Habiburokhman dan Moh Rano Alfath.
Menanggapi desakan dari para buruh tersebut, DPR berpendapat bahwa pemerintah harus mencabut Perppu Cipta Kerja yang diterbitkan oleh pemerintah, jika mayoritas anggota DPR tidak setuju atas pemberlakuannya.
Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad, dalam pembukaan Masa Persidangan III Tahun Sidang 2022-2023, mengatakan bahwa pembahasan Perppu Cipta Kerja akan disesuaikan dengan mekanisme yang ada dalam UU tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (P3).
Bahkan Wakil Ketua DPR Rahmat Gobel menyampaikan, Perppu Ciptaker akan menjadi salah satu agenda penting dan strategis untuk diselesaikan DPR di masa persidangan kali ini.
“Mengawali tahun baru ini, sejumlah agenda penting dan strategis telah menanti untuk diselesaikan sesuai fungsi konstitusional DPR. Pemerintah telah menetapkan Perppu tentang Ciptaker,” ungkap Gobel saat membacakan pidato Ketua DPR Puan Maharani dalam rapat paripurna.