Problematika Perlindungan Data Pribadi
oleh: Zainul Hasan (Ketua Divisi Program dan APTIKA Relawan TIK Jember)
Dewasa ini, era digitalisasi sudah sangat lekat dengan kegiatan sehari-hari masyarakat. Mulai dari anak-anak hingga dewasa, semuanya lihai memainkan gawai. Akan tetapi, ada hal yang tak tampak dari kegiatan berselancar di dunia maya tersebut, yaitu Perlindungan Data Pribadi.
Ada sebuah adigium yang mengatakan bahwa “Data is the New Oil”. Istilah ini digunakan untuk menggambarkan betapa sangat pentingnya data dibandingkan dengan minyak. Data adalah kekayaan baru, terutama bagi Indonesia. Negara dengan jumlah penduduk terbanyak di dunia.
Dengan jumlah penduduk yang melimpah, otomatis Indonesia menjadi pusat sumber data yang sangat berharga bagi para korporasi teknologi. Namun, kita tidak sadar jika data kita diambil secara cuma-cuma oleh para korporasi teknologi ini.
Pencurian dan kebocoran data bukan hal baru di Indonesia. Bahkan yang bersumber dari situs resmi pemerintah pun sering terjadi. Misalnya, kebocoran data Tokopedia, kasus kebocoran data pengguna Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS). Bahkan yang masih hangat adalah kebocoran data nasabah Bank Jatim.
Perlindungan Data yang Masih Lemah
Data pribadi mencakup dua hal, yaitu data pribadi bersifat umum dan data pribadi bersifat khusus. Data pribadi yang bersifat umum ini terdiri dari nama, alamat, jenis kelamin, kewarganegaraan, agama dan data pribadi yang dikombinasikan untuk mengidentifikasi seseorang. Sedangkan data pribadi yang bersifat khusus, meliputi data dan informasi kesehatan, data biometrik, data keuangan, orientasi seksual, dan data lain sesuai aturan perundang-undangan.
Kurangnya pemahaman mengenai penggunaan internet, membuat masyarakat menjadi abai akan perlindungan data dirinya. Bahkan terkadang dengan sukarela memberikan data pribadi. Misalnya, memberikan foto kartu tanda penduduk tanpa watermark untuk pinjaman online, atau terkadang mengunduh aplikasi tidak dari penyedia aplikasi terpercaya.
Jika dilihat dari sisi pemerintah, justru masih banyak situs-situs pemerintah yang mempunyai keamanan siber masih rendah. Terutama situs-situs yang didalamya terdapat data milik publik. Situs-situs tersebut sering menjadi incaran para pencuri data dan dijual di situs gelap dengan harga yang fantastis.
Urgensi Pengesahan Perlindungan Data Pribadi
Banyaknya kasus kebocoran dan pencurian data pribadi ini tentu harus menjadi perhatian serius para pemangku kebijakan. Perkembangan teknologi yang sangat pesat, jika tidak diatur akan sangat berbahaya, terutama untuk data pribadi. Data pribadi merupakan hak yang harus dilindungi, sebagai bagian dari Hak Asasi Manusia.
Rancangan Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi memuat 72 pasal dan 15 bab. RUU Perlindungan Data Pribadi ini memuat aturan mengenai definisi data pribadi, jenis, hak kepemilikan, pemrosesan, pengecualian, pengendalian dan prosesor, pengiriman, lembaga berwenang yang mengatur data pribadi, serta penyelesaian sengketa. Bahkan juga mengatur mengeai mengatur kerja sama internasional hingga sanksi yang dikenakan atas penyalahgunaan data pribadi.
RUU Perlindungan Data Pribadi ini sudah ditandatangani oleh Presiden Joko Widodo, namun sampai hari ini belum disahkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat. Padahal RUU Perlindungan Data Pribadi ini sangat mendesak, agar kejadian pencurian data dan kebocoran data dapat diminimalisir.