PSG Unej Gelar Diskusi Terbuka di Hari Perempuan Internasional
Berita Baru Jatim, Jember – Pusat Studi Gender Universitas Jember (PSG Unej) menggelar diskusi daring dengan tema Hak Perempuan: Identitas, Solidaritas, dan Perlawanan. Diskusi ini berfokus pada “Testimoni dan Preskripsi atas Kekerasan Seksual”, Sabtu (20/03/2021), melalui media Zoom Meeting.
Acara ini dibuka oleh Rektor Universitas Jember, Iwan Taruna, dan dihadiri oleh Windy Syafutrayang (WaKapolres Jember), Endang Guritno (Psikolog Klinis) dan Fanny Tanuwijaya (Ahli Hukum).
“Mengingat dalam kegiatan ini akan ada testimoni dari perempuan penyintas, dan pembacaan beberapa testimoni dari penyintas yang tidak bersedia menyampaikan langsung,” berikut yang tertulis dalam rilis yang diterima Berita Baru Jatim.
Dalam sambutannya, Iwan menegaskan komitmen Universitas Jember untuk mencegah dan menangani kekerasan seksual. Dalam hal ini, ia mendukung Permen Pencegahan dan Penanganan Kasus kekerasan Seksual di Perguruan Tinggi yang nantinya akan menjadi acuan untuk membuat Peraturan Rektor di lingkup Universitas Jember.
Ia juga mendorong mitigasi yang dilakukan oleh PSG Unej agar lebih intensif, sehingga tercipta rasa aman bagi civitas akademika di Unej, maupun ke ranah yang lebih luas.
Kegiatan ini dilatarbelakangi oleh keprihatinan atas kekerasan seksual, baik di lingkungan kampus, maupun di dalam kampus dan untuk membuka wawasan masyarakat tentang berbagai bentuk kekerasan seksual, mendorong keberanian dan memberikan dukungan kepada penyintas untuk berani mengungkap dan melaporkan tindak kekerasan, juga sebagai bentuk dukungan terhadap Kemendikbud yang saat ini tengah mempersiapkan Permen tentang pencegahan dan penanganan kekerasan seksual di lingkungan perguruan tinggi.
Berdasarkan pantauan PSG Unej, kasus kekerasan seksual di masyarakat sebenarnya banyak, tetapi yang diungkap ke permukaan hanya sedikit.
“Hal ini terbukti, hanya dengan menyebar flyer call for testimony yang jangka waktu pengisiannya hanya 5 hari, kami mendapatkan 32 testimoni dari penyintas kekerasan seksual, dan bahkan saat acara berlangsung ada tambahan 7 orang yang scara spontan memberikan testimoni langsung,” ungkapnya.
Selain itu, bentuk kekerasannya pun beragam. Mulai dari kekerasan fisik ringan, kekerasan berbasi gender di media sosial, hingga perkosaan, dan kekerasan seksual yang disampaikan juga terjadi di berbagai tempat, di kampus, di sekolah, juga di rumah, meskipun penyebaran flyer di mahasiwa dilakukan di lingkup mahasiswa.
Catatan penting dari hal tersebut di atas adalah, tidak ada satu kasuspun yang dilaporkan atau ditangani oleh pihak berwenang. Hal ini terjadi karena trauma yang dialami korban atas kejadian diperparah dengan ketakutan korban atas stigma buruk masyarakat yang masing sering menganggap korban justru sebagai pihak yang bersalah. Belum lagi adanya ancaman dari pelaku, dan dan persepsi atas ketidakpastian keberpihakan dari pihak yang berwenang untuk menangani kasus.
Oleh karenanya, kegiatan ini diharapkan mampu membangkitkan kesadaran, bahwa kekerasan seksual adalah masalah kemanusiaan yang menjadi seharusnya menjadi tanggung jawab semua orang. Saling mendukung untuk mencegah dan menangani kasus kekerasan penting dilakukan secara personal maupun dalam kerangka institusi, termasuk perguruan tinggi dengan semua komponennya.
Serta perlu penguatan institusi untuk segera membuat regulasi pencegahan dan penanganan kasus kekerasan seksual, perlu penyediaan sarana dan prasarana pendukung, juga perlu satgas khusus yang sudah pasti harus memiliki keberpihakan kepada korban.