
Puisi “Latini” Karya Agam Wispi
Puisi – Agam Wispi, penyair kelahiran Pangkalan Susu, Medan 31 Desember 1930 ini merupakan salah seorang eksil. Penyair tersohor Lembaga Kebudayaan Rakyat (Lekra), yang akibat kekacauan politik 1965 terpaksa tinggal di Tiongkok selama sewindu, dari 1965 hingga 1973, kemudian kelayapan di Jerman dan Belanda.
Sajaknya mengandung pembaruan dari bentuk-bentuk yang pernah ada sebelumnya, seperti bahasa, ungkapannya khas, dan sarat emosi. Mungkin ialah penyair Indonesia yang sajaknya “Jakarta oi Jakarta” pernah memenuhi satu halaman surat kabar.
Saat bekerja sebagai wartawan Pendorong itu pula Agam menulis sajaknya yang terkenal, “Matinya Seorang Petani (1955). Puisi yang pernah dilarang oleh penguasa militer itu dibikin Agam setelah menyaksikan aksi anggota Barisan Tani Indonesia yang memprotes penggusuran tanah garapan petani miskin di Tanjung Morawa, Sumatra Utara, melawan traktor pemilik perkebunan. Dalam aksi itu, seorang petani, L. Darman Tambunan, mati ditembak.
Salah satu sajak yang terkumpul dalam Matinya Seorang Petani, adalah Latini.
Latini
Latini, ah Latini
gugur sebagai ibu
anak kecil dalam gendongan
Latini, ah Latini
gugur diberondong peluru
bayi mungil dalam kandungan
Tanah dirampas
suami di penjara
tengkulak mana akan beruntung?
Desa ditumpas
traktor meremuk palawija
pembesar mana akan berkabung?
Gugur Latini sedang Masyumi berganti baju
gugur Pak Tani dan dadanya diberondong peluru
gugur jenderal, mulutnya manis hatinya palsu
Beri aku air, aku haus
dengan lapar tubuh lemas
aku datang pada mereka
aku pulang padamu
sedang tanah kering di kulit
kita makan sama-sama
kudian muram
Latini, ah Latini
tapi, ah, kaum tani
kita yang berkabung akan membayarnya suatu hari.