Beritabaru.co Dapatkan aplikasi di Play Store

 Berita

 Network

 Partner

Pupuk Subsidi Dicabut, HKTI Sarankan Petani Tembakau Beralih ke Pupuk Organik
KH Harris Damanhuri, Pengasuh Ponpes Zainul Hasan Genggong, Pajarakan, Probolinggo. (Foto/Istimewa)

Pupuk Subsidi Dicabut, HKTI Sarankan Petani Tembakau Beralih ke Pupuk Organik



Berita Baru, Probolinggo – Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) Kabupaten Probolinggo pun menyarankan, para petani tembakau beralih menggunakan pupuk organik. Menyusul kebijakan pemerintah melalui Kementerian Pertanian (Kementan) yang mencabut pupuk bersubsidi membuat petani tembakau di Kabupaten Probolinggo kelimpungan.

“Pemerintah tidak mampu lagi memberikan subsidi pupuk bagi kalangan petani tertentu. Solusinya, petani termasuk petani tembakau di Probolinggo menggunakan pupuk organik,” kata Ketua Dewan Pengurus Cabang (DPC) HKTI Kabupaten Probolinggo, Haris Damanhuri Romly.

Dikatakan sebenarnya pemakaian pupuk organik justru lebih bersahabat dengan alam. Bahkan pertanian organik sekarang menjadi trend bagi masyarakat modern dan menjadi gaya hidup kekinian.

“Orang-orang yang memperhaikan kesehatan, justru lebih memilih menggunakan pupuk organik ketimbang pupuk kimia buatan pabrik,” kata Gus Haris, panggilannya.

Sisi lain, para petani yang sudah kuat bergantung kepada pupuk kimia sulit untuk beralih ke pupuk organik. Apalagi pemakaian pupuk organik dampaknya tidak bisa langsung terlihat pada tanaman yang dipupuk secara alami.

“Kami akan mengajak pemerintah mencari solusi demi kemaslahatan bersama,” ujar salah satu pengasuh Pesantren Zainul Hasan Genggong, Kabupaten Probolinggo itu.

Sejak pemerintah mencabut dan membatasi pupuk bersubsidi, para petani tembakau di Probolinggo mengaku, kelimpungan. Sebab, harga pupuk non-subsidi melambung tinggi sampai tiga kali lipat dibandingkan pupuk bersubsidi.

“Harga pupuk ZA non-subsidi berkisar Rp340 ribu sampai Rp350 ribu per sak (kemasan 50 kilogram), bandingkan dengan ZA bersubsidi yang hanya Rp90 ribu,” ujar Andi, petani tembakau di Desa Karanganyar, Kecamatan Paiton, Kabupaten Probolinggo.

Hal senada diungkapkan Taufik Djam’an, petani tembakau di Kecamatan Besuk, Kabupaten Probolinggo. “Yang jelas, beban petani tembakau sekarang luar biasa berat, dihadapkan pada musim kemarau yang disertai hujan atau kemarau basah, sementara pupuk subsidi untuk petani tembakau dicabut,” ujarnya.

Seperti diketahui sejumlah subsektor pertanian tidak lagi dilayani pupuk bersubsidi sejak Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) Nomor 10 Tahun 2022 tentang Tata Cara Penetapan Alokasi dan Harga Eceran Tertinggi Pupuk Bersubsidi Sektor Pertanian digulirkan.

Merujuk Permentan tersebut, hanya tiga subsektor pertanian yang bisa mendapatkan pupuk bersubsidi yakni, tanaman pangan, hortikultura, dan perkebunan. Untuk subsektor tanaman pangan hanya tiga jenis tanaman yang mendapat jatah pupuk bersubsidi yaitu, padi, jagung, dan kedelai.

Untuk subsektor hortikultura yang masih ditoleransi menggunakan pupuk bersubsidi terdiri atas, tanaman cabai, bawang merah, dan bawang putih. Sedangkan subsektor perkebunan, pupuk bersubsidi diperuntukkan tanaman tebu, kakau, dan kopi.

Di luar sembilan jenis tanaman itu, petani tidak bisa lagi mendapatkan pupuk bersubsidi untuk mempersubur tanamannya. Misalnya, petani tembakau, semangka, melon, kubis, hingga kentang harus rela membeli pupuk non-subsidi yang harganya tiga sampai empat kali dibandingkan pupuk bersubsidi.

“Permentan soal pembatasan pupuk bersubsidi ini sudah diundangkan sejak 8 Juli 2022 lalu,” ujar Kepala Bidang Sarana, Penyuluhan, dan Pengendalian Pertanian pada Dinas Pertanian (Disperta) Kabupaten Probolinggo, Bambang  Suprayitno.

Ia mengakui, Permentan yang baru itu memang kurang berpihak bagi sebagian petani di luar sembilan tanaman yang masih dilayani pupuk bersubsidi. Ribuan petani di Kabupaten Probolinggo yang secara turun-temurun bahkan sejak zaman Belanda bertanam tembakau Paiton Voor Oogst (Paiton VO), akan kelimpungan.

beras